Jenius. Jika mendengar kalimat IQ di atas angka 130 maka orang pasti akan menilainya sebagai manusia jenius. Seorang anak lelaki bernama Rafael Azilan Fatur memilikinya. Namun kebenaran apa yang menimpanya? Apa yang terjadi pada si jenius tampan kita? Sebagai sosok lelaki jenius berwajah tampan dan rupawan, Zilan, begitu ia akrab disapa, hanya tertarik pada 3 hal dalam hidupnya. Gwen Danissa Ranindya, pacarnya, olahraga catur yang sangat menjangkiti kesehariannya, juga rokok. Selain tiga hal itu, Zilan tak pernah peduli.
"Hash!! Yang sopan dong."
Gwen mencembikkan bibirnya kesal. Dilihatnya di seberang mejanya sang kekasih sedang asik memainkan garpunya.
"Nih! Aaakkk!" Gwen akhirnya memberi Zilan satu suapan penuh ke mulutnya.
"Makasih," ucap Zilan dengan senyum bahagia.
"Makan itu pake tangan kanan, jangan tangan kiri!" tegur Gwen galak.
Zilan hanya mampu melongo diam, wajahnya yang imut dan menggemaskan semakin membuatnya menawan. Senyum melengkung di wajahnya kemudian, tangan kanannya bergerak perlahan dan mencoba menyendok makanan di piringnya meski kesusahan.
"Aishh, udah ... udah ... pake aja tangan yang biasanya."
Tak sabar, Gwen memberikan garpu di tangannya pada Zilan. Lelaki itu lagi-lagi tersenyum bahagia, mulai menyendok makanan dengan tangan kirinya.
"Kan aku udah bilang kalo aku kidal," ujar Zilan beralasan.
"Iya. Selain terkenal jenius, kamu juga terkenal lemot dan nggak sopan!"
Indonesia. Budaya timur yang mengajarkan mengenai sopan santun dan rasa hormat memang memberi pengertian bahwa arah kanan adalah arah yang paling baik. Namun tidak bagi Zilan. Otak kanan dan kirinya bekerja sama baiknya, dan hal itulah yang membuatnya terlihat aneh sebagai seorang jenius. Zilan kidal, jenius, dan polos. Pacarnya, Gwen, ketua OSIS galak sekaligus cantik jelita, cerewet, cukup cerdas tapi lebih bebal dibanding Zilan. Pasangan fenomenal itu berhasil membuat heboh seisi sekolah saat mereka mengumumkan hubungan mereka satu setengah tahun yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The One That Got Away (NV)
RomanceDia bukanlah dia yang dulu. Dia bukanlah si dungu yang membutuhkanku seperti saat lalu. Namun kenapa rasa itu masih menyala membara di dadaku? Cinta? Aku benar-benar takut menghadapinya.