Setumpukan berkas itu sudah menjadi pemandangan yang biasa dalam sebuah kantor. Karena pada dasarnya kantor tanpa tumpukan berkas itu rasanya hanya omong kosong. Entah itu jabatan tertinggi dalam sebuah perusahaan atau hanya sekedar officer biasa rasanya sudah sangat familiar dengan yang namanya berkas, file, dan semacamnya.
Dan itu pulalah yang kini tengah seorang wanita dengan blus warna birunya geluti. Bertumpuk dengan beberapa file yang harus ia periksa. Dengan ratusan data yang terkadang membuatnya jenuh. Tapi toh itu pekerjaannya.
"OMG! Dia datang!"
Wanita itu memiringkan kepalanya singkat ketika ia mendengar sebuah percakapan yang terdengar cukup keras di indra pendengarannya. Ia melongok keluar ruangannya yang memang tak ia tutup, dan ia bisa melihat beberapa rekan kerjanya tengah berkumpul. Seperti membentuk sebuah barikade kecil. Ya, berlebihan memang kalau diibaratkan seperti itu.
Tapi ia tak tahu sebenarnya bagaimana mengibaratkan apa yang teman-temannya lakukan sebenarnya. Karena memang secara garis besar seperti itu. Rekan-rekan kerjanya, khususnya para wanita, tengah sibuk merapikan kemeja kerja mereka dan memasang senyum manis mereka.
Wanita itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Decakan singkat keluar dari bibirnya. Melihat seorang pria tinggi yang menyita perhatian rekan sekantornya itu. Dengan langkah percaya dirinya, pria jangkung itu berjalan menuju ruangannya. Yang naasnya berada tepat di sebelah ruangan Shilla.
Bagaimana wanita itu bisa mengetahuinya? Karena memang meja kerjanya menghadap ke pintu dan pintu ruangannya terbuat dari kaca. Dengan area bawah pintu itu tak transparan karena di cat warna hijau seolah menggambarkan symbol perusahaannya.
"Hobi sekali cari muka" gumamnya. Masih dengan decakan sebalnya.
"Pagi Ms.Shilla!" sapaan itu hanya dijawab dengan putaran bola mata oleh wanita bernama Shilla itu. Tak mau menanggapi sapaan dari pria itu.
"Sok baik" lirihnya sambil kembali meneruskan pekerjaanya.
Pria itu, awalnya sudah berlalu dari depan ruangan Shilla. Tapi tiba-tiba ia memundurkan langkahnya dan kini berdiri di depan ruangan Shilla yang terbuka.
"Aren't you gonna answer me back?" ucapnya. Shilla mendongakkan kepalanya malas
"Hm" jawabnya singkat.
"Tck tidak sopan sekali! Hanya menjawab 'selamat pagi Andrew', begitu saja tidak bisa? Tck tck!" ucap pria itu. Dengan nada meledek tentu saja.
Shilla menghembuskan napasnya kesal. Ia melempar senyum pada pria itu. Senyum terpaksa tentu saja.
"Oke maaf" ucapnya dengan nada lembut.
"Selamat pagi Andrew?" lanjutnya. Dengan nada dibuat-buat tentu saja. Membuat Andrew terkekeh kecil.
Shilla yang awalnya memandang Andrew dengan manis. Ah salah, maksudnya adalah pura-pura manis kini tatapannya berubah. Berubah dingin.
"Kau puas kan? Kalau begitu pergilah! Kau mengganggu pagiku, Andrew!" ucapnya tajam. Setajam tatapan yang ia lontarkan untuk Andrew. Pria itu hanya menggelengkan kepalanya.
"Kurasa kau harus diajari tata krama yang baik" komentar Andrew. Shilla hanya mengabaikannya.
Pria itu, hanya memandang Shilla singkat kemudian berjalan menuju ruangannya. Setelah ia menghela napasnya singkat. Bukan rahasia lagi dikantor itu memang. Kalau kedua insan itu layaknya kucing dan anjing. Tak pernah bisa akur. Saling berkompetisi satu sama lain. Rekan-rekan sekantornya sudah menanggap hal itu biasa. Karena rasanya kantor itu sehari saja tanpa pertengkaran kedua insan itu maka akan terasa hambar.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Deal Scenario
RomanceThis story had been posted on my blog as one of my fanfiction stories. I just changed the cast. Read original version here https://shillacsw.wordpress.com/2013/05/12/we-deal-scenario/