Stuck In Memories

15.2K 888 95
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Stuck In Memories

---------------------------

Kata orang rindu itu indah

Namun bagiku ini menyiksa

Sejenak ku fikirkan untuk ku benci saja dirimu

Namun sulit ku membenci

Pandanganku terfokus pada titik-titik hujan yang menempel di jendela kafe ini. Lagu yang mengalun membuat pikiranku terlempar ke masa di mana putih abu-abu adalah pakaian kebesaranku. Masa yang penuh dengan kenangan tak terlupakan. Masa di mana aku dan dia masih bersahabat.

Kenangan tentangnya datang begitu saja ketika mataku terpejam. Suaranya, senyumnya, kekehannya, leluconnya, semua tentangnya kembali mengisi ingatanku. Aku menyukai setiap detail kenangan yang kuingat tentang dirinya. Kenangan tentang Rezio Faula Bahri, sahabatku.

Masih kuingat tawa Zio ketika melihatku panik sendiri karena air hujan telah membasahi seragam yang kukenakan.

"Hujan, Zio!" ujarku kala itu. Zio tersenyum lebar menjawabi ucapanku.

Saat itu kami sedang dalam perjalanan pulang sekolah. Tiba-tiba hujan turun yang membuatku panik karena di sekitar kami tidak ada tempat berteduh. Akhirnya Zio menarik tanganku dan mengajakku berlari di bawah air hujan yang mengguyur badan kami.

Zio mengajakku berlari sampai ke emperan sebuah kafe. Kami berdua tertawa karena seragam kami yang sudah basah kuyup. Rasanya benar-benar menyenangkan.

Itu adalah kali terakhir aku melihat tawanya. Kali terakhir juga aku berbicara kepadanya. Karena setelah kejadian itu, kami tiba-tiba bertengkar hebat.

Pertengkaran kami terjadi karena Zio tak menyukai cowok yang sedang dekat denganku. Ia bilang, cowok itu tak baik dan hanya akan membuatku patah hati. Tentu aku tak terima. Aku tak ingin Zio menjelekkan cowok yang kusuka. Zio marah, aku pun juga. Dan kurasa itulah akhir dari persahabatan kami.

Sekarang, rasanya aku melihat kembali bayangan masa remajaku di depan kafe ini. Aku yang kesal dengan ulah Zio, langsung berlari meninggalkan emperan kafe menembus hujan deras yang mengguyur badanku. Zio sendiri tak mengejarku. Entahlah, rasanya dulu sangat campur aduk. Sedih, marah, kecewa, semuanya bercampur menjadi satu.

Kuhembuskan napas panjang dan kembali menyeruput cappucino pesananku. Mengingat Zio, membuatku kembali merindukannya.

Klinting.

Bel yang terpasang pada atas pintu kafe ini berbunyi ketika pintu terbuka. Kepalaku otomatis menoleh ke arah pintu berada. Sekarang sedang ada seorang lelaki berjaket kulit hitam tengah memasuki kafe dengan kepala tertunduk. Tangannya sibuk mengusap-usap rambutnya yang sedikit basah oleh air hujan. Tanpa memedulikannya lagi, aku kembali membuang pandanganku ke arah jendela berada.

Stuck In MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang