Love always forgive part 1

39 8 0
                                    

"Kita sampai disini saja, selamat tinggal Morine."

Seperti itu lah hari kelulusan ku. Hubungan ini berakhir seperti pendidikan ku. Tidak ada lagi sekolah, tidak ada lagi pr, tidak ada lagi har-hari menyenangkan, tidak ada dia lagi. Dua tahun yang indah telah berakhir. Semua sudah berakhir.

Honestly aku tidak bisa menerima kenyataan ini tapi, tak ada yang bisa ku lakukan.

Dia yang pergi lebih dulu, aku tidak bisa mencegahnya. Dia sudah memulai kehidupan baru bersama orang lain, aku tidak bisa menggapainya lagi. Dia hanya meninggalkan banyak kenangan manis, aku bisa mengingatnya melalui masa lalu. Dia telah membuat luka yang sangat dalam, aku hanya membisu.

Kehilangan orang yang sangat aku cintai tidak akan membawa pengaruh banyak di masa depan, aku hanya harus memulai kehidupan baru, kehidupan tanpa seorang Michael Josephine.

Wanita paruh baya berwajah cukup cantik untuk seusianya bertanya, "Mo, kamu tidak ingin melanjutkan pendidikanmu?"

Ya, tentu saja. Itulah yang diinginkan oleh setiap siswi yang baru lulus Senior High School. Kuliah di universitas favorit, meraih cita-cita mereka, mengikuti mode jaman sekarang, pergi bersama kekasih, menikmati masa muda mereka. Begitupun Morine, ia ingin seperti teman-temannya tapi tidak bisa.

Semua yang ingin Morine katakan tertahan ditenggorokannya. Morine menggeleng lemah, "Tidak bu, aku ingin bekerja untuk membantu perekonomian keluarga kita,"

Ibu merangkul Morine, dia berkata lembut, "Ibu masih bisa membiayai kuliah mu, nak,"

Morine menggeleng lagi, "Bu, dengar, aku akan bekerja untuk sementara, jika nanti penghasilan ku cukup untuk biaya kuliah, ku rasa aku akan menlanjutkan pendidikanku."

Wanita itu memeluk putrinya penuh kasih sayang, ia tersenyum sangat tulus, sangat bangga memiliki sesosok Morine di sisinya.

Karena prestasi yang baik Morine diterima di salah satu perusahaan ternama. Tidak pelu waktu lama Morine dipercaya menjadi menager perusahaan tersebut. Seiring dengan kinerja yang bagus, gajinya lebih dari cukup untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Morine sudah membicarakan ini dengan direktur, ia mengizinkan Morine untuk menduduki bangku kuliah dan mengurangi waktu kerja Morine tanpa mengurangi gajinya.

Rasanya Morine ingin terbang bersama burung diangkasa luas, gadis itu benar-benar senang! hari-hari yang ia lalui berjalan sangat baik, sesuai harapan. Pekerjaan tidak mengganggu pendidikannya, ia cukup beristirahat, memiliki banyak teman baik dikampus dan juga prestasi yang memuaskan hingga mendapat beasiswa. Morine telah membuktikan perkataannya dimasa lalu,kehilangan orang yang ku cintai tidak akanmembuat masa depan ku buruk, malah sebaliknya.

Tahun ajaran baru dimulai, kini Morine berdiri di depan gerbang kampus tetapi bukan sebagai mahasiswi biasa, sekarang Morine adalah seorang asisten dosen.

Morine sangat berterima kasih kepada Tuhan yang telah menganugerahi otak yang sangat berguna. "Terima kasih Dewi Fortuna yang berdiri dipihak ku, aku sungguh beruntung!" serunya.

Kaki jenjang Morine melangkah sangat cepat menyusuri koridor, "aku sudah terlambat masuk kelas!" gumamnya. Entah ini hari sialnya atau hari keberuntungannya, Morine menabrak seorang laki-laki di depannya. Gadis itu menyusun kembali berkasnya yang terjatuh akibat insiden tadi,

"Sorry." Ia berlalu hanya dengan kata singkat.

Hari yang melelahkan. Hari ini Prof. Albert ada urusan dan beliau meminta Morine menggantikannya mengajar. Hanya menjelaskan beberapa materi saja, tidak terlalu sulit bagi Morine.

Seorang waitres menghampiri Morine, menanyakan pesanan.

"A cup of coffee with ice cream vanilla in top."

"Baiklah nona, tunggu sebentar,"

Selama Morine mengunjungi café ini, ia tidak pernah melihat waitres barusan, penampilannya juga tidak seperti waitres lain. Tubuhnya tinggi, kulitnya bronze, dengan rambut hitam yang di tata layaknya Luke Hemmings namun sedikit berantakan.

Tidak lama kemudian waitres tersebut kembali membawa 2 buah cangkir. Dengan perlahan, waitres tersebut menyajikan pesanan Morine tapi ada yang aneh, dia menyajikan untuk dua orang.

"Maaf aku hanya memesan satu," kata Morine berusaha sopan.

Waitres itu tidak menanggapi kata-kata Morine lalu dengan santai duduk di hadapannya.

"Aku Alexandre Beauford, kamu bisa panggil Alex atau Dre," kata laki-laki di hadapan Morine.

Morine menatapnya aneh, ia baru pertama kali melihat laki-laki dihadapannya, khususnya di café ini. Wanita lain juga mungkin akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi Morine.

Merasa dicurigai, Alex berusaha menjelaskan. "Tidak perlu menatap ku seperti itu, aku bukan orang jahat,"

Karena gaya bicaranya yang santai dan cukup sopan, Morine jadi sedikit percaya dengan kata-katanya barusan. "Aku Morine Felucy.."

Alex tersenyum, jadi itu namanya.

"Sorry if i've made you confused, actualy, aku orang yang tadi kamu tabrak di kampus, ingat?" Tanya Alex to the point.

Morine berusaha mengingat kejadian di kampus. Morine ingat ia menabrak seseorang dan langsung meninggalkannya.

"I'm sorry, kau tak apa?"

Pria itu hanya tertawa kecil, "Tidak perlu minta maaf, aku mengerti, asisten dosen sepertimu pasti sangat sibuk jadi terburu-buru seperti itu,"

Morine menghela nafasnya lalu menatap ke luar café.

"You're right, aku memang sangat sibuk belakangan ini..."

Entah mengapa Morine menceritakan harinya yang sangat buruk itu kepada Alex. Sedangkan yang mendengarkan hanya mengangguk lalu tertawa lalu tersenyum dan tertawa lagi, begitu lah seterusnya mereka mengobrol dengan santai melupakan fakta bahwa keduanya baru saja kenal. Hari pertama mereka bertemu memiliki kesan yang lumayan baik.

Beberapa hari berlalu, Morine dan Alex sering makan siang bersama, mereka hampir setiap hari bertemu di kampus. Semakin hari mereka semakin akrab. Sepertinya Morine mulai menyukai pria ini.

Jadwal kuliah Morine telah usai, gadis bermata coklat itu melihat penunjuk waktu yang melingkar di tangan kanannya, sudah hampir jam 9 malam.

"Finish." Gumamnya.

Kelas sudah sangat sepi, lebih tepatnya tidak ada orang. Anak-anak lain sudah pergi entah kemana.

Hanya ada Morine di kelas. Gadis itu membalikan badan, berjalan dengan langkah yang cukup cepat menuju perpustakaan. Derap langkahnya menggema di sepanjang koridor menambah aksen horror.

Morine semakin mempercepat langkahnya, well, dia sedikit takut, menurutnya ini terlalu sunyi dan bukankah tidak baik seorang gadis sendirian dalam keadaan seperti ini?

Samar-samar Morine mendengar langkah kaki, ia berhenti sejenak untuk memastikan apakah itu derap kakinya atau bukan. Morine menoleh ke belakang, tidak ada siapapun tapi derap itu masih terdengar dan kini makin jelas.

Morine berjalan lagi dengan langkah yang tergesa-gesa. Hanya tinggal beberapa meter lagi belok kiri dan sampai di perpustakaan, suara langkah itu masih ada dan semakin mendekat, Morine memberanikan diri menoleh ke belakang dan...


To be continued

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 01, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Baby Just Say YesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang