4. Acara pesta 1.

52 8 3
                                    

Aku berjalan dengan membawa minuman botol. Mencari Dey.

Ruang kelasnya, cek.

Kantin, cek.

Mushola, cek.

Ruang kelas lain, cek.

Lapangan, cek.

Koridor, cek.

Aula, cek.

Koprasi, cek.

Toilet? Cek. Dan, tolong jangan salah fokus. Aku hanya mengecek didepannya. Okey?

"Woy." aku menoleh.

Ewh ternyata dia. Kukira Dey. Shit! Apa-apaan pikiran ini?!

"Mau kemana?" tanyanya?

"Jonggol." jawabku asal.

"Haha. Naik apa?" aku berdecak.

"Gak usah sksd deh lo!"

Dia menghentikan langkahnya. "Yaudah. Kalo gitu, kita temenan?"

Aku mengernyit. "Kan dari waktu itu kita udah temenan."

Dia terkekeh. "Lo bilang gak usah sksd.. Yah gue kira kita gak temenan."

"Serah. Au ah. Gelap."

"Sini gue sinari kehidupan lo."

"Bacot lo Dji." aku berjalan meninggalkannya.

"Gue bukan bekicoot." teriak Adji. Aku hanya mengabaikannya. Bisa-bisa sial aku kalau bersamanya. Eyuh..

Mataku mencari-cari sosok Deyran. Dan. Ah! Itu dia!

"Dey!" teriakku.

Dia tersenyum.

Eakkk.. Mama.. Dey manis banget.... Teriakku dalam hati.

"Ya kak?"

"Minta... Pin?" tanyaku sembari menunjukkan Telepon pintarku.

"Ya. Ni catet."

"5c74d744"

"Yak. Acc yah. Bhay Dey." aku berlari kekelas. Dengan hati yang berbunga-bunga tentunya.

"Gitu doang njir?"

"Wuahahaha."

"Yodah kak gue kekelas yah. Bay!" aku mengangguk.


❄❄❄

"Tasya!" aku menoleh. Tanganku membereskan buku-buku yang berserakan.

"Kenapa Lang?"

"Nanti kerumah tante Sinta yah. Anaknya nikahan lo ngisi acara."

"Mal—

"Gue beliin gaun. Nanti juga lo cuma nyanyi. Gue traktir di Vins deh nanti."

Mataku membesar. "Seriously?"

"Ah.hah."

"Okey. Tunggu." aku memakai tasku. Lalu dengan terburu-buru aku menarik lengan Gilang.


Rumahku dan rumah Gilang memang berdekatan dengan sekolah. Yah. Tidak terlalu dekat juga sih. Tetapi aku sering mengajaknya berjalan kaki. Dengan alasan hemat dan sehat.



"Langsung aja Sya." ujar Gilang setelah kami sampai didepan rumahnya.

"Ayo Lang. Gue gak masuk. Salam aja sama tante." Gilang mengangguk.

Aku menunggunya di teras.

"Yok Sya." aku berdiri. Gilang memang setia. Dia tetap memakai baju sekolah sepertiku.

"Butik Lang?"

"Iyah. Gue udah dikasih tau sama mama langsung ambil baju. Udah dibayar Sya."

❄❄❄

Sesampainya dibutik aku dan Gilang langsung memilih baju.

"Yang ini Sya?"

Sebuah mini black dress yang ketat. Iyuh.

"Gak."

"Yang ini?"

Sebuah baju kodok. Iweh. Aku menggeleng.

"Ini?"

"Gak!"

"Yang ini?"

Aku menggeleng.

"Ini?"

"Buuukan."

"Kayak ini?"

"Nggak!"

"Baju ini?"

"Nggak Gilang."

"Trus yang mana?"

"Itu!" tunjukku.

Sebuah dress selutut tanpa lengan bercorak abstak warna jingga. Dipadukan long cardigan berwarna peach tua berbahan katoon. Cocok untuk warna kulitku.

"Kenapa gabilang dari tadi sih Syaa?!"

"Eheheheh."

Setelah aku menunjuk, Gilang meregistrasi baju itu. Aku hanya menunggu.

"Pulang Sya."

"Jepit.."

"Apa?",

"Mo beli jepit, Gilang." rengekku.

"Yaudah sana!"

Aku masuk ke sebuah toko yang menjual aksesoris.
Aku memilih-milih jepit. Kutemukan sebuah jepit bercorak abstrak berwarna jingga. Karena stuck, kambil jepit itu. Lagi pula warnanya senada dengan bajuku.

Dan, ada yang mengambil paksa jepit itu dari tanganku. Hampir saja aku berteriak.

"Gue yang bayarin Sya."

Dia? "Lo.."

👧👦👧👦👧👦

Jan lupa vote comment.

Chat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang