TERPESONA, HUH?!

88 5 3
                                    

Hal yang gak akan terduga itu bisa bikin kaget dan serangan jantung buat sang penderita penyakit jantung. Syukur deh ya gue bukan termasuk yang punya penyakit ekstrim macam begitu. Karena bisa jadi gue serangan jantung mendadak dan terbujur kaku ditempat.

Oke, gue ngomong udah kaya apa aja ya. Berasa bakal ada yang tau apa yang terjadi sama gue tanpa gue cerita dari awal, huft.

Oke, jadi gini. Gue seorang cewek yang pake kacamata minus tanpa gue mau dan pesan sebelumnya. Oh ayolah, siapa sih yang mau gak bisa liat jelas jarak jauh tanpa alat bantuan macam kacamata minus? Gue rasa semua orang normal sepakat nggak mau. Orang normal ya, terserah aja kalo yang gak normal gue gak peduli.

Dan, ada satu makhluk yang nyebelinnya luar biasa selalu buat gue emosi tingkat tinggi karena dia selalu komen masalah mata gue. Iya, selalu. Dan bisa dipastiin dia itu musuh abadi gue.

Sial emang, saat hari-hari gue gak pernah dilalui tanpa sosok nyebelin tingkat dewa ini. Oke, maksud gue adalah dia itu sesekolahan, sekelas, seekskul, dan tinggal dikomplek yang sama kaya gue. Sial kuadrat emang hidup gue ini.

Hari-hari gue selalu dipenuhi dengan ejekan makhluk itu. Seolah ngejek gue itu adalah makanan yang membuat dia bisa bertahan hidup sampai sekarang.

Oh ayolah, mata minus itu bukan lagi hal yang langka dizaman gadget yang udah jadi kebutuhan primer. Maksud gue mata minus buat orang yang gak doyan baca itu gak aneh karena emang guru mana yang bilang kalo faktor penyebab mata minus cuma karena doyan baca buku? Dan ya ya, meski gue udah jelasin dari mulai pake cara paling halus sampai urat berasa mau putus pun cowok yang satu ini gak pernah ngerti, atau dia emang gak mau ngerti.

"Minggir bisa kali, ngalangin jalan aja, orang mau lewat nih. Punya mata gak sih?" Makhluk nyebelin satu itu mulai beraksi saat gue sedang berjalan menuju ke ruang kesenian. Dia berjalan sampai didepan tubuh gue. Matanya berlagak mengamati, bahkan keningnya ia ikut kerutkan untuk mendukung ekspresinya yang so serius itu. Terasa tak cukup, ia condongkan tubuhnya ke arah muka cantik nan unyu kepunyaan siapa lagi kalo bukan gue. Bisa dirasakan bahwa posisi kami sangatlah dekat.

"Ternyata gue salah ya Mon," ia kembali berucap dengan nada sesal dan serius pangkat sepuluh. Serius, dia memang terlihat serius, serius untuk membuat...

"Mata lo ada empat gitu masa gue bisa-bisanya nanya lo punya mata atau ngga," lanjutnya dengan senyum miring tercetak jelas diwajahnya.

Ya, dia memang serius membuat gue kesal.

Tanpa berkomentar apa-apa gue langsung menyingkirkan tubuhnya dihadapan badan semampai gue sampai ia terseok bak daun yang terkena angin. Bhaks, gue becanda, dia cuma bergeser sedikit ditempat semula karena you know kekuatan cowok emang lebih unggul dibanding cewek, kecuali kekuatan menahan perasaan, kalo itu cewek yang paling unggul.

"Sialan, Monika lu mata empat mau kemana?!"

Terdengar teriakan Raka yang samar-samar karena gue langsung lari menjauhi makhluk itu. Yaelah, tuh bocah pake nanya segala padahal udah tahu jawaban pastinya ke ruang kesenian. Udah gue bilang kan dia itu musuh seekskul gue?

Sesampai diruang kesenian gue langsung bergabung bersama tim paduan suara yang kalo diliat sih lagi pemanasan suara, Yah mending pemanasan suaralah ya daripada tadi apa pula pemanasan hati bersama Raka, eh hati?

Pukul 17.00 gue beserta eksul padsu dan musik kolaborasi dinyatakan putus, eh selesai kegiatannya. Ya, maklumlah jadwal ekskul memang sudah dibatasi tidak boleh lebih dari pukul 5 sore.

Dengan grasak-grusuk gue mencari tas yang tertindih oleh tas-tas lainnya anggota tim padsu. Gue liat Raka sedang merapikan alat musik yang ia pakai tadi sambil cekikikan karena melihat gue kesusahan mengambil tas yang tertindih tas-tas ukuran jumbo nan berat milik anak MIA yang terkenal rajin itu. Bhaks, padahal gue juga anak MIA tapi tas minimalis banget.

Gue keluar ruang kesenian sambil mengamati langit yang ternyata awan sedang berkonspirasi membentuk gumpalan-gumpalan awan hitam. Apa sih, ko gue gak bakat banget jadi anak MIA jelasin awan yang mau hujan aja ribet. Eh sorry, ternyata gue punya pembelaan. Penjelasan gue ribet bukan berarti gue gak ngerti dan gak pantes jadi anak MIA, ini disebabkan karena gue bukan anak bahasa. Wahahaha.

Oke cukup, gue harus bergegas karena kalo sampai hujan rindu berat pada bumi maka repotlah gue gak bisa pulang.

Dengan berlari sekencang kuda hamil, gue terus berdoa semoga hujan gak turun sebelum gue nyampe rumah. Tuhan itu baik, gue tahu itu.

Sampai didepan gerbang sekolah gue dengan hati-hati nyebrang jalan. Fyi, kalo arah rumah gue emang berbeda dari kebanyak siswa disekolah.

Sepatu terus gue mainkan sambil mulut terus berkomat-kamit baca mantra, doa maksudnya. Oh, celakalah kalo hujan. Selain tak ada angkutan umum, maka aku akan kehujanan dan berakhir demam.

Gue kebanyakan nunduk karena emang melihat gerak sepatu yang gue mainkan. Hingga saat gue melihat ke arah pintu gerbang sekolah yang dengan tentunya tanpa gue sadari sebelumnya Raka sedang berdiri bersiap Menyebrang jalan dengan senyum terukir dibibirnya. Sungguh, itu bukan jenis senyum ejekan seperti biasa. Atau bahkan senyum sinis yang selalu ia tunjukkan ketika ia sebal, sungguh bukan itu.

Yang gue lihat Raka tengah mengukir senyum manis yang amat legit sampai dapat membuat gue diabetes. Oh, cengo yang pasti.

Dan ketika pada akhirnya dia sampai didepan gue,

"Lu ga takut laler masuk mon? Gue tau gue emang ganteng ko,"

Ngek, aslinya gue gak jadi terpesona! Dia, makhluk menyebalkan bernama Raka memang akan tetap jadi musuh abadi gue!

***

Story of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang