"Hah? Kenapa bisa tiba-tiba bicara begitu?" Tanya Nova panik. Ia mulai gentar dengan tatapan Euphy yang makin lama makin menakutkan.
"Tidak tiba-tiba. Sejak awal aku sudah memikirkannya, dan menurutku ini jalan keluar paling baik untukku." Sahut Euphy.
Nova sudah hendak membuka mulut, tetapi ia terkejut karena tiba-tiba telapak tangan Euphy menutup mulutnya. "Apapun yang kamu katakan sekarang takkan mengubah keputusanku."
Mereka terdiam. Nova tidak berani bersuara karena takut akan memperburuk keadaan, sedang Euphy juga tidak berniat berbicara lagi.
Bel berbunyi menyadarkan keduanya dari pikiran masing-masing. "Kalau tidak ada apa-apa lagi, aku balik ke kelas."
Nova bahkan tak dapat mengeluarkan suara untuk membalas, apalagi menahan Euphy pergi. Ia benar-benar tak tahu bagaimana ia harus bertindak sekarang.
Begitu Euphy kembali, Beth langsung menghampirinya. "Kau bertemu Nova?"
"Barusan. Kenapa?" Balas Euphy.
Beth tertegun. Ia juga menyadari perubahan raut Euphy. "Ah, tidak. Bukan apa-apa."
Beth menatap Euphy yang duduk di tempat duduknya, mengambil buku Sejarah, pelajaran berikutnya, dan memasang earphone di telinga yang ditutupi rambutnya dengan sangat rapi.
Kau gagal, Nova. Bisik Beth dalam hati sambil kembali ke tempat duduknya. Wajah itu persis ketika aku gagal membujuknya lima tahun lalu. Melihat ekspresi itu lagi benar-benar membuatku kecewa.
* * *
"Aku dengar tujuanmu tampil di pentas ini." Ujar Ray di akhir latihan mereka.
Euphy tak bergeming dari posisinya. "Lalu?"
"Aku tidak keberatan dengan keputusanmu, toh itu juga bukan urusanku. Tapi kalau kau mulai tidak serius dengan penampilan kita, itu jadi urusanku." Sahut Ray.
"Tenang saja. Aku tidak berniat menjelekkan penampilan ini. Kalau ini akan jadi salam perpisahanku, aku pasti akan lakukan yang terbaik. Begitu juga jika ini seperti pintu masukku." Euphy tersenyum.
"Jadi kau benar-benar akan mengucapkan selamat tinggal?" Tanya Ray.
"Kalau pada piano aku tak tahu. Tapi kalau pada Nova, itu hanya bercanda." Balas Euphy santai.
"Bercanda?"
"Tidak mungkin aku sungguh-sungguh akan putus hubungan pada orang yang berjasa membuatku bermain lagi, hal yang bahkan tidak bisa dilakukan Beth dan ko Tyler, walaupun masih sementara saja." Ujar Euphy.
"Kau melihatnya seperti itu?" Balas Ray terkejut.
"Setidaknya. Memang kenapa?" Euphy menatap Ray heran.
"Eh? Tidak. Aku hanya... kupikir ia hanya sebatas teman biasa bagimu." Ray jadi gelagapan membalas sikap santai Euphy.
"Memang cuma teman." Secepat Euphy mengatakan hal itu, 'teman', secepat itu juga ia merasakan hatinya seperti tertusuk-tusuk dan diremukkan batu-batu besar.
Ray tidak mengatakan apa-apa lagi dan membereskan biolanya. Sebelum keluar ia berhenti dan menoleh, menatap Euphy sejenak dan mengulang, "Cuma teman." sambil tersenyum.
Euphy tak berkata apapun untuk membantah, maupun mengiyakan. Ia sendiri ragu akan kata hatinya. Dia cuma teman. Apa benar begitu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Hearts' Resonance
Teen FictionBagai bumi dan langit, seperti Kutub Utara dan Selatan, laksana Merkurius dan Neptunus. Begitulah hubungan Euphonia dan Valent. Hanya karena Valent meminta Euphonia bermain piano dalam pentas kelas, gadis itu jadi membencinya dan bahkan untuk menyeb...