Mata Riana menyapu seluruh bandara. Empat tahun dia tidak pernah pulang sama sekali, biasanya hanya bunda atau ayahnya serta sudara-saudaranya yang mengunjunginya. Hari ini ia pulang untuk hari penting keluarga barunya.
“Hai sist,” Rian melambaikan tangannya dari dalam mobil yang dipakainya. Riana menghampiri Rian dan langsung masuk ke mobil, duduk di samping kursi kemudi.
“Hanya itu yang lo bawa?” Rian heran melihat kembarannya hanya membawa satu ransel.
“Gue kan rencananya gak lama di sini.”
“Dari dulu lo yang mendesak gue supaya mau menerima pernikahan ayah dan bunda. Dan sekarang saat udah gue turuti, lo gak akan menetap di sini?”
“Gue gak mau berantem Rian.”
Setelah lulus kuliah setahun lalu, Riana memutuskan menetap di luar negeri dan bekerja di sana. Meskipun awalnya tidak disetujui, terutama oleh Rian, tapi akhirnya dia tetap menetap di Amerika. Berbeda dengan Rian yang lebih memilih untuk tinggal di Indonesia meskipun banyak pekerjaan di England yang lebih menjanjikan.Rian hanya menghela napas pasrah menghadapi Riana. Sudah sering mereka memperdebatkan masalah ini.
“Baiklah. Kita langsung ke butik Faye.” Riana hanya mengangguk kecil sebagai persetujuan.
Selama perjalanan, Riana memandang keluar, semuanya masih sama seperti dulu saat dia pergi, tidak ada yang berubah. Mobil Rian berhenti di depan butik milik Faye, seperti yang Rian bilang tadi.
“Masuk sana. Gue sudah bilang Faye lo datang hari ini. Gue harus pergi dulu.”
Setelah Riana turun, mobil Rian pergi meninggalkan butik. Riana melangkah masuk ke dalam. Saat membuka pintu, suara dentingan bel terdengar. Dari dalam, terlihat Faye yang setengah terkejut menghampiri Riana.
“Widih, sekarang udah mau pulang ke Indonesia nih?” sindir Faye begitu sudah di dekat Riana dan memeluknya.
“Jangan nyindir, Faye.” Riana melepaskan pelukan Faye dan menatap Faye dari atas ke bawah. Faye tidak pernah berubah dari dulu, dia tetap cantik, semakin cantik malah, ditambah dengan style fashionnya yang bagus.
“Salah sendiri mirip Bang Toyib yang gak pulang-pulang,” Faye semakin gencar menggoda Riana yang terlihat cemberut. Meskipun Faye tahu kalau Riana tidak suka kalau ada yang mengungkit masalah kepulangannya ke Indonesia.
“Udah gak usah cemberut. Ayo cobain baju buat pernikahan orang tua lo dulu.” Faye menarik tangan Riana untuk melihat gaun yang sudah ia buat untuk acara pernikahan orang tua Rian dan Riana.
Riana memandang gaun dengan aksen batik yang masih terpasang di manekin. Gaun yang bagus. Riana mengagumi mahakarya yang sudah dibuat Faye untuknya.
“Bagus,” komentar Riana singkat.
“Bagus? Hanya itu?” Faye menatap Riana dengan mata membelalak. Faye menghembuskan napas kuat, “Ya udah ayo cepetan cobain.” Faye melepaskan gaun yang akan dicoba Riana dari manekin.
Riana masuk ke dalam ruang ganti diikuti Faye untuk menyesuaikan ukuran gaunnya dengan tubuh Riana. Saat sedang menyesuaikan gaunnya dengan tubuh Riana, lonceng yang berada tepat di atas pintu masuk berdenting, diikuti suara seorang laki-laki.
“Faye, mana baju yang buat gue?”
Faye membuang napas kasar mendengar suara laki-laki itu. “Udah gue ukur kok, Na. Lo lepas dulu deh, gue mau keluar sebentar.”
Faye keluar menemui laki-laki yang tidak tahu malu berteriak di dalam butiknya. “Gak usah teriak bisa gak sih, Luke?”
“Gue buru-buru.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rian(a) [COMPLETED]
Novela JuvenilSetelah membaca apa isinya, aku langsung membuangnya ke tempat sampah dekat loker. "Pembalasan baru dimulai." Ya kira-kira begitulah tulisan yang tertulis di kertas yang baru saja kubuang. Entah siapa yang tidak pernah bosan meletakkannya di dalam l...