chapter 11

893 93 0
                                    

Previous Chapter

Pertahananku pun runtuh dan mendekatinya. Aku jatuh berlutut dan menyentuh lengannya. Lengan kekar yang biasanya memelukku. Lengan kekar yang selalu melindungiku. Lengan kekar tempatku bersandar. Dan hal yang paling menohok batinku adalah bahwa pria itu menangis.

Seorang Kim Jongin menangis karena Jung Soojung.

"Soojung.... Seandainya saja kau mendengarkan penjelasanku dulu kemarin"

Pemuda itu mendongak. Matanya yang biasanya menatapku dengan penuh kehangatan kini berubah menjadi penuh luka. Mungkin aku memang wanita jahat dan terlalu egois untuk mendengarkan penjelasan pemuda itu. Namun satu hal yang paling ku benci adalah kebohongan dan ironisnya Jongin tahu hal itu. And he's breaking it

"Ayo aku bantu kau kembali ke ranjangmu"

Aku mencengkeram lengannya dan membantunya berdiri. Tangan kami bersentuhan dan aku munafik jika tidak merasakan desiran halus di nadiku.

Tangan Jongin menahanku. Ia menggenggamnya erat.

"Please, stay" katanya lirih.

Aku berusaha melepaskan genggamannya. Namun Ia cukup kuat untuk menahanku dan akhirnya aku memilih untuk membiarkannya. Brengsek. Dalam sakit pun Ia masih hapal persis kelemahanku. Jika aku sedang marah, Jongin dengan mudahnya meluluhkannya hanya dengan menggenggam tanganku.

"Kau pasti punya banyak pertanyaan kan Jung? Ask me anything. Aku akan mengatakan yang sejujur-jujurnya. Tapi sebagai gantinya you have to grant me a wish."

Sebenarnya aku sudah tidak peduli dengan apapun yang berkaitan dengan Jongin, namun entah kenapa perkataan itu membuatku penasaran.

"Deal. Tapi jika permintaanmu adalah untuk kembali lagi bersamamu, Im sorry I can't"

Ekspresi terluka tersirat di wajahnya. Namun Ia tetap mengangguk dan tersenyum lemah. Aku menarik napas sebelum menanyakan hal-hal yang menggangguku beberapa hari ini.

"Am I a bet?" kataku sembari menggigit bibir bawahku. Aku menolak kontak mata dengannya sehingga aku hanya menatap lurus selimut putih yang menutupi tubuhnya.

Jongin mengeratkan genggamannya dan memposisikan tubuhnya ke posisi yang lebih nyaman "Yes, you are"

Deg

Entah kenapa rasanya aku menyesal melakukan ini. Ingin aku berlari sejauh mungkin dari pemuda itu. Munafik jika aku berkata aku baik-baik saja. Namun aku harus tetap bertahan, karena ini memang yang aku inginkan. Mengetahui kebenaran.

Aku menarik nafas sebelum mengajukan pertanyaan kedua "Siapa saja yang terlibat di dalam taruhan itu?"

Jongin terdiam dan menatap langit-langit kamarnya. "Aku, Kris, Baekhyun, Chanyeol dan Sehun"

Sehun juga?

"Sehun juga" Jongin memandangku membuatku terkesiap seakan Ia dapat membaca pikiranku. Buru-buru aku memutus kontak mata dari nya. Mataku panas dan nyaris saja air mata ku keluar jika saja Ia tidak melanjutkan penjelasannya.

"Sehun lah seseorang yang membuatku sadar bahwa semua ini salah. Dan sebenarnya saat pesta di rumah Suho dulu aku ingin mengatakan yang sejujurnya kepadamu. Namun entah kenapa aku mengurungkan niatku."

"Kalau saja saat itu aku tidak mendengar pembicaraan kalian, kau tidak akan mengatakan yang sejujurnya kepadaku?! Begitu?!!" nada suraku meninggi. Perasaanku campur aduk dan aku merutuki diriku sendiri yang setuju untuk mengetahui kebenaran.

"Tidak Jung. Dengarkan aku dulu. Aku memang salah karena menyembunyikan semua ini. Aku terlalu takut untuk menyakitimu Jung. Aku—"

"Do you love me Jongin?" pemuda itu terdiam dan menatapku. Terlihat sedikit kaget saat mendengar pertanyaan yang aku lontarkan tiba-tiba.

"A...aku...."

"See. Benarkan apa yang aku rasa selama ini. Kau saja tidak bisa menjawab pertanyaanku yang sangat sederhana itu. Jadi benar aku hanyalah bahan taruhan bagimu." Aku sudah tidak tahan mendengar penjelasan Jongin. Aku bangkit berdiri, mengambil tasku dan langsung membanting pintu. Tidak peduli Jongin meneriaki namaku berkali-kali. Saat aku menuruni anak tangga dan mendengar pintu dibanting. Dan aku yakin itu pasti Jongin yang mengejarku. Buru-buru aku berjalan tergesa-gesa dan melihat Sehun yang berada di dapur.

"Soojung kau mau sup ayam? Ini aku buat—"

"Soojung!! Tunggu aku, please dengarkan penjelasanku dulu"

Aku sudah menutupnya Jongin. Kesalahanmu sudah tidak bisa termaafkan. Saat lift sudah berada di lantai dasar aku merogoh tasku dan mengeluarkan handphoneku. Segera aku memencet tombol cepat 2, Myungsoo.

Shit tidak ada jawaban batinku. Dan aku baru sadar saat melirik jam yang melingkar di tanganku. Pukul tiga pagi for godness sake. Aku melirik penunjuk lift yang berjalan perlahan kebawah, dan sudah kuduga itu pasti Jongin yang mengejarku. Buru-buru aku langsung keluar dari lobby apartemen.

Memang dewi fortuna sedang tidak memihak kepadaku, diluar hujan cukup deras. Dan bodohnya aku meninggalkan mobilku di golden bar tadi karena aku ikut mobil Sehun saat membawa Jongin kembali ke apartemennya. Shit Jung Soojung kau sangat pintar.

Aku memutuskan untuk berlari keluar atau lebih tepatnya berjalan cepat untuk mencari taksi yang semoga saja masih ada dan supirnya cukup waras untuk membawa ku kembali ke rumah dengan selamat. Tetes hujan membasahi piyamaku dan entah apakah hujan sangat membenciku hujan pun semakin deras membasahi Seoul seiring langkahku yang beradu dengan paving jalanan yang basah.

Akhirnya aku menemukan sebuah halte bus dan tanpa pikir panjang aku berteduh disana. Tapi sialnya karena atap halte yang berlubang sehingga menyebabkan air hujan yang masuk. Tiba-tiba hujan berhenti di sekelilingku, dan ketika aku mendongak mataku mendapati sebuah payung berwarna merah berada di atasku, memayungiku. Aku menoleh dan menemukan sebuah dada bidang yang begitu familiar. Milik siapa lagi kalau bukan Jongin.

"Kau boleh marah padaku, tapi setidaknya pedulikan tubuhmu Jung. Demi tuhan, seorang gadis cantik sepertimu berlarian dibawah hujan dan kau tau ini jam berapa? Jam tiga, setida—"

"STOP MEMPERDULIKANKU KIM JONGIN!!!" seruku keras pada pemuda di hadapanku. Aku sudah tidak tahan lagi, ku lontarkan semua kekesalanku selama ini. Tanpa kusadari mataku berkaca-kaca.

"Stop.... Stop berusaha melindungiku...stop berusaha peduli padaku kalau...kalau pada akhirnya kau hanya akan melukai perasaanku Kim" aku mengelap air mataku. Suaraku bergetar, napasku memburu saking emosinya. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah taksi yang mendekat dan menyetopnya. Jongin hanya terdiam dan terus memandangi taksi hijau itu perlahan menjauh dari pandangannya.

Sesampainya di rumah, aku langsung membenamkanwajahku ke bantal. Apakah tadi aku keterlaluan mengkonfrontasi Jongin? Yangtersisa kini hanya perasaan bersalah. Jongin berniat baik meminjamiku payungdan aku malah memarahinya. Aku merasa tidak enak sudah membentak-bentaknya.Tapi jika tidak seperti itu Jongin akan selalu menarik ulur perasaanku. .

InsecurityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang