Frezey's POV
Malam begitu sunyi, dan tak seorangpun yang terlihat di sekitar sini. Apa yang dilakukan anggota VAMP di tempat seperti ini?
"Siapa kau? Apa maumu?" tanyanya paksa.
"Lep- Lepaskan.. Ak- Aku.." jawabku terbata-bata.
"Apa kau bodoh? Kau hampir melewati perbatasan aman bagi para vampire.." bentak pria itu padaku, "Kau membahayakan nyawamu.."
"Kumohon, kami hanya tersesat." jawab Carent dari jauh, "Kami masih anak-anak, kami bersekolah di VHS, tolong biarkan kami pergi."
Pria ini hanya melirik Carent, sementara Carent hanya diam mematung, agaknya dia pun bingung harus berbuat apa,"Kalian berdua cepatlah pergi, dan berjanjilah kalian tidak akan pernah dekat-dekat ke perbatasan lagi.."
Carent mengangguk ketakutan, "Kami berjanji, lepaskan temanku."
Pria itu mengendorkan tangannya, seketika itu juga aku merasa seluruh tubuhku lega sekali, seakan aliran air yang disumbat mendapatkan kembali kebebasannya. Aku terbatuk-batuk. Aneh, mengingat aku tak pernah batuk-batuk.
"Terima kasih.." kata Carent pada pria itu.
Dan dengan kecepatan maksimal, ia menghilang di tengah rimbunnya hutan. Carent melihatku dan berkata, "Kau tidak apa-apa?"
"Tidak," jawabku sambil memegang leherku, "Tadi itu VAMP, ya?"
Carent melihat leherkuku, lalu berseru,"Ya ampun Frezey, kau lihat itu?"
Aku menunduk, namun tak melihat apa-apa, "Melihat apa?"
"Lehermu lebam?" kata Carent tak percaya
"Itu mustahil," sangkalku padanya, "Aku ini kan vampire"
"Coba kulihat.." Carent mengeluarkan ponselnya lalu mengaktifkan senter, hal aneh yang dilakukan vampire. Untuk apa vampire butuh senter?
"Aku harus memastikannya," katanya seakan dia masih bisa mendengar pikiranku, "Cahaya bulan tidak seterang lampu senterku, kan?"
Aku tidak berkata apa-apa selain mendongakkan kepalaku, memudahkan Carent untuk memeriksanya. Ia mengarahkan senter itu, tapi sepertinya ia tidak menemukan apa-apa.
"Kenapa tidak ada? Aku yakin tadi ada lebam disekitar sini" katanya sambil terus memperhatikan leherku.
"Kau ini ada-ada saja, aku vampire.. Mana mungkin aku dapat mengalami lebam?" responku sambil menertawai leluconnya.
Carent sepertinya masih belum puas, dia kelihatan tak yakin pada bukti yang dia temukan. Tapi, memang tak ada bekas lebam, jadi dia hanya memandangku seolah aku ini aneh, lalu mematikan ponselnya.
"Ayo kita pergi saja!"
***
Dia hampir menemukanku, dia melihatku tadi. Aku ini bodoh sekali! Bagaimana bisa aku membiarkannya melihatku?! Andai saja pria sialan itu tidak datang tepat waktu, barangkali dia akan menemukanku.
***
Mom's POV
Aku ingat benar bagaimana kelahirannya, kulitnya yang lembut, matanya yang berbinar, sentuhannya yang begitu rapuh membuatku ingin mengambilnya, membungkusnya dengan sesuatu agar tak ada satupun yang dapat menyakitinya. Melihatnya menyadari takdir didepannya membuat hatiku teriris, dia berhak memilih hidupnya sendiri, tapi.. tapi..
"Em.." panggil Andrew. Aku sedikit tersentak. Tapi tetap memunggunginya, memandang pekatnya malam dari sisi jendela kamarku
"Hmm?" responku pendek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vampire High School
VampireSaat takdir memaksamu menjadi sesuatu yang lain. Antara cinta, keluarga dan masa depan.