No copas
Darkreaders galulus aamiin.
.Enjoy
.
.Gadis itu mengerjapkan matanya berkali-kali, berusaha menyesuaikan penglihatannya dengan silau lampu yang terasa begitu menusuk matanya. Ia menoleh dan mendapati lelaki itu tengah menduduk lesu. Aleta merubah posisinya yang tadinya tiduran menjadi duduk. Ia melirik sekilas ke arah meja, disana ada belanjaan-belanjaannya yang tadi.
"Baal?" pria itu mendongakan kepalanya. Matanya berbinar menatap Aleta. Ia segera memeluk gadis itu erat. Menangis tersedu-sedu. Tangisan lelaki itu sungguh membuat Aleta heran. Suara lelaki itu terdengar menyakitkan. Aleta mengusap punggung lelaki itu bermaksud menenangkan. Hal itu membuat Iqbaal semakin memeluknya erat.
"Jangan tinggalin gue" ucap Iqbaal dengan suara serak. Mendengar suar pilu dari lelaki itu, Aleta segera membalas pelukan lelaki itu tak kalah erat. Seperti sama-sama tak mau kehilangan.
"Gak akan"
.
."Gue cinta sama lo" ucap Iqbaal membuat Aleta yang tengah melahap sebuah kebab menjadi tersedak.
"Maksud lo?" celetuk Aleta kaget.
"Jawab aja. Gak salah kan kalo gue naro hati buat lo?" jawab Iqbaal membuat Aleta tanpa sengaja menjatuhkan makanannya.
"Salah sih enggak. Lo serius?"
"Gue bener-bener berharap kita bisa lebih dari ini"
Aleta menatap Iqbaal tak percaya.
"Gue gak tau" Aleta berniat bangkit dan pergi ke kamarnya.
Namun.
"Gue bercanda" ucap Iqbaal dengan santai, lalu tertawa.
"Muka lo jelek banget lagi panik gitu. Mana mungkin gue suka sama lo cebol""Gak lucu!"
Brakk
Aleta menutup pintu kamarnya kasar. Iqbaal tersenyum miri0s melihatnya.
"Tolol. Gak seharusnya gue bilang kayak gitu kalo nyatanya gue bakal ninggalin dia. Jangan benci sama gue, waktu gue tinggal ngitung hari" batin Iqbaal.
.
.Aleta menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba gadis itu menangis. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia menyalakan musik pop barat dengan volume sangat besar. Aleta berharap Iqbaal tak mendengar tangis tololnya itu.
Entah apa yang salah. Apa salah jika Iqbaal bercanda seperti itu? Bukankah mereka hanya sahabat? Apa iya yang Aleta harapkan adalah lelaki itu benar mencintainya? Aleta menggeleng lemah.
.
.Plakk
Perdebatan kian memanas seiring perlakuan Elrand yang makin membuatnya geram. Giska menatap Elrand dengan tatapan membunuh.
"Lo ulangin lagi permintaan lo barusan" ucap Giska menantang.
"Gis! Jangan egoislah! Lo aja udah ambil jurusan baru spesialis pernafasan. Gue? Gue juga udah lulus setahun lebih dulu dari lo, tapi apa gue harus terus-menerus diem seolah gue makan, dan lainnya ada yang nanggung? Lo bilang gue harus nikahin Aleta, tapi gue gak boleh kerja?" ujar Elrand tak kalah menantang.
"Lo gak kerja aja lo jarang disini, apalagi kerja? Lagian kenapa harus di Swedia sih? Indonesia masih ngasih lo peluang usaha kok, lo nya aja yang gak ada usaha!" bentak Giska semakin kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forty Days
FanfictionGadis itu terbangun saat telinganya mendengar sayup-sayup suara, yang ia ketahui adalah sebuah do'a. Semua terjadi semudah itu. Seolah-olah menyadarkan bahwa apa yang ada pada tubuhnya saat ini adalah apa yang telah terjadi dalam empat puluh hari d...