Bab 1

94 7 5
                                    

~Pernah mendengar pepatah yang mengatakan 'tidak ada yang tidak mustahil di dunia ini'?~

MENURUT semua makhluk di muka bumi ini, tidak ada kata 'Mustahil' dalam kamusnya. Tetapi, berbeda dengan mereka, Gwen tidak menyetujui bahwa tidak ada kata 'Mustahil' di dunia ini dan menganggap keberadaan tentang kemustahilan mutlak ada. Jika saja terdapat mesin pengembali waktu, ia pasti akan menghilangkan kata 'mustahil' itu. Gwen sangat ingin sekali kembali pada saat ia masih menginjak kelas 3 SD dan mengulang semuanya dari titik awal. Ia tidak perlu membuat teman seumurannya terbaring di rumah sakit karena dirinya, tidak perlu dengan mudah memercayai seseorang yang nyatanya mengingkari janjinya, dan juga tidak perlu mengikuti sistem belajar di rumah, yaitu Homeschooling. Dirinya takut. Takut masa depannya tidak akan seperti apa yang ia pikirkan, ia bayangkan, dan ia inginkan.

Gwen sangat ingin menjadi seperti gadis-gadis sebayanya yang mayoritasnya selalu berbelanja bersama di pusat perbelanjaan. Tidak seperti dirinya sendiri yang hanya mengurung diri di kamar secara terus-menerus dan hanya ditemani oleh setumpuk novel yang tertata rapi di atas nakas belajar. Jujur saja, jika dahulu ia tak melakukan kesalahan yang berakibat fatal itu, ia berani bertaruh bahwa ia telah menjadi salah satu dari gadis-gadis itu. Namun, apadaya jika ia tidak mau menginjak kaki dari rumah-dengan alasan takut akan kesalahan berujung trauma itu akan terulang kembali untuk yang kedua kalinya, satu-satunya hal yang membuatnya lebih memilih untuk menjadi gadis lugu dan anti-sosial. Melihat tingkah putri dan adiknya, kedua orangtua Gwen serta kakaknya hanya bisa menghela napas pasrah meratap nasib Gwen yang mungkin saja tidak akan pernah bisa kembali seperti Gwen yang ceria lagi.

Bertepatan saat seseorang muncul di ambang pintu, Gwen menghentikkan aktivitas membaca Novel nya dan berpaling ke arah Camilo-kakak lelakinya, yang telah bermandi keringat akibat lomba futsal beberapa menit yang lalu telah selesai. Camilo, kakak lelaki yang ia punya satu-satunya adalah lelaki futsal yang sangat pandai bergaul, dan tentunya sangat berbeda dari Gwen.

Camilo mengembangkan senyumannya lebar-lebar, dan berkata sambil terengah-engah, "Kamu tahu, dek? Tim kami menang!" Camilo berlari ke arah Gwen sambil merentangkan tangannya lebar-lebar, berniat untuk memeluk adiknya. Gwen mengacungkan satu tangannya ke depan, mengisyaratkan kakaknya untuk berhenti.

"Kalau begitu, selamat ya, kak. Tapi, jangan peluk Gwen dengan badan yang penuh keringat itu!" Ucapan Gwen sukses membuat Camilo langsung mencibir. Gwen terkekeh geli melihat reaksi yang diberikan oleh kakaknya yang mirip seperti anak kecil walaupun kenyataannya Camilo hanya lebih besar dua tahun dari Gwen.

"Ini hasil jerih payah kakak, lho, dek. Kamu tega banget sama kakak!" gerutu Camilo. Lagi-lagi, Gwen terkekeh geli.

Di tengah kekesalan, Camilo mendapatkan sebuah ide dan tersenyum licik. Gwen yang menyadari perubahan reaksi sang kakak langsung menatap Camilo dengan tatapan horor. Camilo maju selangkah, dua langkah, dan tiga langkah. Membiarkan adiknya semakin menatapnya horor pada setiap langkah kakinya. Camilo masih tetap setia pada senyuman liciknya, dan semakin terpampang jelas pada wajahnya.

"Kakak akan menghukum adek yang manis ini. Jangan salahin kakak, kamu yang mulai duluan," ucap Camilo sambil menepuk kepala Gwen tiga kali, lalu terkekeh pelan menatap Gwen yang benar-benar menatapnya horor. Tangan Camilo mulai meraih pinggang Gwen, dan mulai menggelitiknya sampai-sampai Gwen tertawa terbahak-bahak tanpa suara, sambil terengah-engah.

"Kak Milo! Berhenti, kak!" serunya memohon dengan tawa yang masih tersembur mulus pada mulutnya. Camilo tersenyum penuh kemenangan menatap sang adik yang sama sekali terlihat tidak berdaya. Namun, dalam hatinya, terbesit rasa sedih, ia ingin sekali saja Gwen tertawa lepas tanpa perlu menggelitiknya. Ingin sekali kehidupan adiknya lebih berwarna, bukan hanya warna hitam, putih, ataupun abu-abu saja. Kakak mana yang rela adiknya tidak dapat tertawa lepas seperti tadi? Camilo, dirinya tidak bisa melakukan apa-apa untuk adiknya, ia hanya bisa memohon kepada Tuhan untuk mengabulkan permohonannya sekali saja.

Behavior ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang