Maybe You

235 1 0
                                    

♧Fania♣

'Fania, maafkan aku. Aku tidak bisa bersama kamu lagi. Aku akan memilih dia. Ternyata selama ini aku tidak dapat melupakan dia...'

Aku hanya terdiam saat Desta mengatakan hal itu di telepon. Airmataku pun lambat laun menetes, hangat membasahi pipiku.

'Aku tidak baik untuk kamu, Fania.' lanjut Desta.

'Tapi bagaimana dengan komitmen kita? Dan bagaimana dengan semua janji dan harapan yang katakan' kata Fania sambil terisak.

'Aku tahu, Aku telah bersalah telah mengatakan itu semua. Tapi yang aku katakan itu adalah tulus dan jujur. Aku menyayangimu.'

Jika kau menyayangiku, mengapa kau meninggalkanku.

'Satu hal yang harus aku ingat, kamu adalah wanita paling baik, paling tulus, dan paling perhatian yang pernah aku kenal. Tidak akan ada wanita lain yang seperti itu'

Sakit rasanya, saat dia mengatakan hal itu. Airmataku pun semakin turun dengan derasnya.

Mengapa mimpi itu terus menghantui ku? Aku terbangun dari tidurku dengan berkeringat dingin. Dan mataku sembab karena menangis. Ternyata aku benar-benar menangis dalam mimpiku.

Kejadian itu memang baru seminggu lalu terjadi.

○●○●○

♧author♣

Fania dengan gontai berjalan menuju kamar mandi yang berada dalam kamarnya. Saat bangun tadi, dia mendapati wajahnya terlihat kusut akibat mimpi itu.

'Luar biasa, mimpi itu benar-benar membuat diriku terpengaruh' ujarnya dalam hati, saat memandang wajahnya di cermin.

Dari lantai bawah, Ibu sudah memanggilnya untuk sarapan. Fania merasa malas sekali untuk sarapan bersama keluarganya. Apalagi dengan wajahnya yang kusut seperti ini. Kalau tidak Ayah yang kepo, berarti Ibu. Dan tidak ketinggalan adiknya yang super bawel.

Saat Fania turun dan melihat di meja makan telah duduk Ayah dan Dimas. Walaupun Dimas itu lelaki, tapi mulutnya super bawel seperti perempuan.

"Pagi, Yah." sapa Fania.

"Pagi, Fania." jawab Ayah tanpa menoleh pada Fania, karena sedang asik membaca koran.

Itulah kebiasaan Ayah Fania. Sebagai seorang GM Dept. Keuangan di salah satu bank swasta, Ayah selalu memantau info tentang perekonomian Indonesia.

Fania lahir dari pasangan Ilyas Subrata dan Dessi Suganda.

Ibu Dessi dahulunya bekerja di sebuah perusahaan konstruksi, sebelum menikah dengan Pak Ilyas. Setelah menikah beliau hanya menjadi ibu rumah tangga. Walaupun dia tidak pernah berhenti menyalurkan hobinya mendesain pakaian.

"Yah, lihat wajahnya kak Fania. Seperti orang kekurangan gizi." mulailah Dimas berceloteh.

"Eh, iya. Fania, kamu kenapa?" tanya Ibu yang sudah ada di meja makan, menyadari ucapan Dimas.

'Dasar, Dimas. Mulutmu ember sekali.' kata Fania membatin sambil melirik padanya.

"Aku nggak apa-apa kok, Bu." sanggah Fania.

"Tapi kak Fania seperti habis menangis, Bu." kata Dimas lagi.

'apa? Anak ini benar-benar minta dijitak'

"Kamu habis menangis, Fania?" kali ini ayah yang bicara.

"Tidak, Yah. Itu hanya bisa-bisanya Dimas saja."

"Benar?"

"Iya, Ayah. Aku hanya kecapekan saja, karena semalam pulang terlalu larut" jelas Fania.

"Lain kali kau harus memperhatikan kesehatanmu, Fania."

"Iya, Yah"

"Oh iya, bagaimana kabar laki-laki yang kau katakan sedang dekat denganmu itu?"

'Deg'

Tiba-tiba Ayahnya menanyakan Desta.

○●○●○

Maybe YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang