Suara bel sekolah telah berbunyi dan keempat sahabatku, yaitu Emma Junddie, Zoey Axerfall, Carave Jellette dan Evanna Landviss sudah berada bersamaku. Pelajaran Sejarah pun telah berlangsung selama 18 menit. Yang aku lakukan memanglah duduk manis di kursi, tetapi kuakui lebih memerhatikan gerakan jarum detik yang berputar di jam tanganku.
Penjelasan Mr Daewound akan materi yang disampaikannya cukup rumit sehingga membuat kepalaku pusing tujuh keliling, ditambah ia memakai terlalu banyak gerakan tangan. Mataku perlahan-lahan ingin menutup dengan sendirinya seperti ada lem perekat teraplikasikan di bawah kelopak mataku. Berbagai cara kulakukan untuk menghindar dari godaan tertidur di atas meja. Sungguh aku sudah tak dapat menahan rasa kantuk ini lagi. Maka, kutegakkan kembali posisi tubuhku dan kuangkat tanganku tinggi-tinggi. Mr Daewound langsung menaruh perhatiannya kepadaku.
"Ada apakah yang ingin Anda sampaikan?"
"Maaf, Mr Daewound. Saya mau izin ke kamar kecil sebentar."
"Keperluan Anda untuk?"
"Mencuci wajah. Saya merasa sangat mengantuk dalam pelajaran ini," aku berkata sejujur-jujurnya.
Mr Daewound terlihat tersinggung dengan ucapanku itu. Ia menatapku dengan wajah tertekuk. Seluruh pandangan murid tertuju padanya saat itu juga. Aku menunggu sejenak untuk responnya, tetapi hanyalah reaksi diam yang kudapatkan darinya.
"May I, Sir? It really takes a long time for you to answer," lantas aku berdiri dari kursi.
"Alright, you may, Ms Salenda! Take your time well to breathe some fresh air so that you may not have to go to the toilet for the second time later," Mr Daewound akhirnya memberikanku izin walau nada ucapan dan gambaran wajahnya tampak begitu sinis. Ucapannya pun menyindir.
"You absolutely don't have to worry, Sir, if I ever need to ask more of your permission," aku menundukkan kepalaku sebagai tanda bahwa aku masih menghormatinya dengan menunjukkan manner seorang Inggris.
Namun, ketika aku hendak melangkah keluar dari kelas, langkah kaki seseorang terhenti tepat di depanku. Wajahku tertunduk ke bawah. Dari model dan corak sepatu yang dipakai orang itu, aku dapat menduga bahwa dia adalah seorang laki-laki. Secara perlahan-lahan, barulah kuangkat wajahku untuk mengetahui siapakah orang yang berhadapan denganku ini di saat yang bersamaan orang ini mulai bersuara.
"Girl, watch out! We nearly bump into each other. Tell me, it was just an act to get into my arms, wasn't it?"
Oh my gosh, itu cowok yang tadi! O shit!
Napasku tertahan seakan-akan molekul oksigen begitu susah untuk dihirup.
Aku sama sekali tidak mempunyai niat seperti yang telah dia asumsikan!
Man! That was what he's thinking of me? Gue bukan cewek yang senang mencari atau memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, apalagi jikalau tujuannya untuk mengejar anak baru yang didapati tampan! I was not trying to flirt with him obviously...
"Excuse me?" aku mempertanyakan kembali maksudnya itu.
Ia mengeluarkan aura ketampanannya dari caranya hanya mengangkat sebelah alis. Walau harus kuakui, itu sedikit berhasil membuatku terpesona kepadanya.
"I did NOT flirt with you! If I were you, I would not be too confident," balasku, "Can't you see, you're blocking my way! Don't stand up there like an idiot!" aku memberikannya tatapan dingin.
"Easy, gurl! I'm a-"
Mr Daewound menegurku dari dalam kelas. Ia pasti menyadari keberadaan cowok ini dikarenakan pertengkaran kecil kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknowingly Beloved Unbeloveds / UBU (TBS fanfic) [REWRITE]
FanfictionOld Title: '(Senior) High School Season of This Age (SHSSOTA)' Yes, this is a rewrite and a come-back! Mengisahkan cerita seorang gadis remaja yang duduk di bangku SMA di UK tentang keanehan mimpinya. Apakah itu merupakan sebuah petunjuk atau bukan...