one day

475 24 4
                                    

Shori menempatkan segala hal yang terjadi hari ini dalam memorinya secara berurutan, teruntai rapi dari sapaan pertama sinar mentari sampai senja jingga menjemput lalu pergi. Benar-benar, ya. Ia melengkung bibir; kian lama kian merekah, kemudian tertawa.

Biar saja, tidak ada orang lain di sana selain dirinya dan Sou, kok. Eh?

Pelan-pelan Shori membuka matanya yang otomatis mengatup seiring tawa. Sou melempar senyum lebar hingga deretan giginya terlihat jelas; tipikal sekali. Pun, beserta arah tatapan tak lepas darinya-barangkali, atau Shori saja yang merasa?

Tapi, tidak salah, kok.

Di sela-sela tawanya yang semakin reda, Shori balas memandang, namun sampai kali ini pun senyum itu tidak juga luntur terarah padanya. "Kenapa tersenyum begitu melihatku?"

"Eh?" Sou tetap tidak mau melenyapkan lengkungan pada bibirnya. Ia hanya ingin tersenyum, terlebih ketika tawa Shori menggaung di udara senja itu. "Aku tidak tahu," katanya, sebelum menengadahkan kepala entah menatap apa, "ah, kira-kira kenapa, ya?"

Shori mengerjap. Bahkan tatkala Sou beranjak dari posisi duduknya, berdiri membelakangi, mulai berjalan pelan dan menciptakan jarak, Shori yakin bahwa lengkungan bibir Sou belum hilang; tapi ia sendiri tak kunjung menemukan jawaban.

(—padahal jawabannya sederhana. Ya, 'kan, Sou?)

.
.
.

—one day, end.
"Kenapa tersenyum begitu melihatku?"
("Aku hanya senang melihat tawa Shori.")

SlicesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang