Berjuang Demi Kebersamaan

40 2 2
                                    

Untuk apa berselisih jika itu memalukan?, Lucy menunjuk mata burung gagak marah di depannya, "lihatlah apa yang kamu lakukan!", "Aku harus mengingatkanmu kembali panggil aku buaya, berikan aku kesempatan meluruskan jembatanku, tapi aku juga butuh rayuan dan nadimu", "Ingat aku pesan kepadamu 3 tahun lalu di ranjangmu yang sudah lapuk sekarang, redupkan itu atau kamu akan tunduk pada usia". Dulunya Lucy adalah obat yang sejangkaunya memiliki Marco. Lucy tak tinggal diam jika masalah darah apalagi masalah tentramnya hidup, bisa saja dia berbelok kearah yang lain dari Marco, namun dengan sadar itu sulit baginya. Mereka sebelumnya dapat dikatakan berbeda, tapi sekarang mereka berinsting kuat tentang pertarungan menang kalah, sayang sekali halnya mereka berbeda saat keseharian, Lucy lebih senang berjemur dibawah sinar matahari ketimbang berkeliling seperti Marco lakukan. Mereka bisa bersama jika siang hingga sore hari, biasanya Lucy dan Marco menuju bukit untuk melihat banyak rusa yang makan rumput, tak jarang mereka juga mencoba untuk mendekati rusa-rusa itu, apabila gagal Lucy dan Marco juga sering ke pinggiran lahan untuk mengacaukan para Zebra dari gerombolan.

Kuku terkikis, kaki menangis, "Oh Tuhan!, perihnya aku ini", Lucy semestinya bergumam seperti itu bukan mengais beku selama dua tahun. Inilah yang disebut sebagai darah, kesana kemari sesuai jari tangan, "Sudahlah Marco, aku ini bisa melihat telingamu, ingat kita menyentuh rumput, tanah dan kerikil, diamlah kuhargai nafsumu". Bahagianya delapan kaki menengok angin bumi, Lucy gemetar lega rasanya saat itu jadi kenyataan, "ini 4 kaki untukmu Marco, yang lainnya biar aku yang jilat", Lucy bersikap tenang agar delapan kaki itu tetap satu padan, namun dia pikir apa dia tetap bersentuhan saat lelap sedangkan ratusan kaki mirip dengannya selalu berkeliling. Perasaan hari ini kemarau, tapi Lucy rasa ini akan ada cucuran darah, bagaimana tidak Marco miliknya terlihat tak sadar merapatkan dagunya ke kerikil hitam, "jangan persulit dirimu, katakan jika itu sulit kau tarik" kata Lucy sambil perutnya geli digores empat kaki. "Lepaskan aku, lepaskan hidung dan matamu! Aku tak mau dipantaumu!", "dasar Marco nakal apa kamu tak bisa lihat apa yang dia isyaratkan, bisa-bisanya ada nutrisi susu disana" kata Lucy yang menganga. Kembali pada delapan kaki petarung, mereka masih belum bisa menguatkan lutut tapi itu sangat cepat berlalu hanya dalam dua hari, "satu masalahku cuma hal dasar, apa dengan yang lainnya bisa jadi dasar juga?" Kata Lucy gigit lidah. Lucy bimbang bagaimana cara agar mereka dapat hidung sendiri, itulah masalah yang menengah. Sering Marco mengajak mereka bermain petak umpet, mereka berlarian membawa udara darah, kadang Marco sulit jika mereka bermain di pelataran yang salah apalagi di rumput yang masih hijau, mereka mudah dibedakan dari itu akan bisa mati cobalah cari tempat yang rumputnya serupa denganmu agar Marco bisa aman jika mati itu tidak akan terjadi tapi bagaimana jika itu terjadi sungguh Marco lupa diri akan perjuangannya tentang pantauan darah terselimuti corak lembek merah, Marco juga tidak ingin memanjakan Lucy kembali dengan hal ini sudah empat tahun selama hidupnya. Sunguh pilihan yang sulit bukan bagi Marco, Marco geleng-geleng kepala pikirkan biarlah mereka coba hal baru mungkin mereka mencoba menemukan pangkal ujung hidung mereka, Marco masih saja lupa diri bagaimana bisa mereka berjaya sedangkan pangkal hidung saja sulit dibuat, Marco tahu pangkal hidung mereka sudah lama ada sebelum mereka temukan lutut sendiri namun tentu dan pasti itu belum cukup puas. Ujungnya itu sungguh luar biasa sulit karena Marco pikir itulah yang mampu luluskan mereka dari pemotong rumput dan peminum air, "Marco sadarlah, aku didekatmu mencoba manaikimu karena aku sudah punya hidung" kata empat kaki yang lebih besar, "belum, tidak kamu belum dapat itu melainkan aku masih disini pantaumu gemeteran" Marco berkata menganga.

Empat kaki itu lupa jika empat kaki lainnya kesakitan, dia tidak boleh berjauhan lantas peraturan kata itu dari guling ranjangnya, Lucy. Hampir saja empat kaki lainnya itu menangis akibat masih lahan rumput hijau yang salah, Marco melupakan empat kaki disebelahnya mendesak lari pincang letih ke rumput yang salah itu karena ini masih pagi, Marco berisyarat ada sederajatnya dirumput yang benar sambil merapatkan dagunya ke kerikil hitam yang lebih lembut. Marco bergugam hari ini akan menjelma menjengkelkan bila seterusnya tidak tidur siang dengan nyenyak, "Oh delapan kakiku kalian itu darah hari ini, biarlah kita bubar menghentakkan hari ini" gugam Marco berbalik kesana kemari. Tentu saja tiba-tiba lupa Lucy dan ingat Lucy kembali, "pantau ke kiri Lucy berjalan keranjang kalian" kata Marco, indahnya Lucy sore itu bagaimana tidak dadanya dan sekitarnya membesar gempal, tidak biasanya Lucy seperti itu aneh rasanya di ilusi Marco ini membuatnya iri tahu diri. Marco rasa sudah cukup untuk hari ini, sudah ada yang bisa dijadikan bekal untuk berpisah nantinya. Hari berlanjut masih di kemarau yang sama, Lucy dan Marco tetap ingat terhadap tugas mereka yaitu mencari sesuatu yang dapat membuat dada Lucy dan sekitarnya membuncit. Marco ingin membantu Lucy tapi itu hal yang konyol sebab mereka punya delapan kakinya, semestinya lebih baik bila Marco mengajak berkeliling delapan kaki itu. Apa yang harus dilakukan Marco hari ini merupakan tanggung jawab besar, matanya tertuju pada lahan luas dekat pohon tua besar kekurangan daun, disana Marco putuskan untuk bermain bersama delapan kakinya, pilihan yang bagus karena disana kadang ada Zebra yang bersantai. Si delapan kaki bertingkah lagi saat tiba disana, mereka mencoba sembunyi di rumput yang Marco isyaratkan, namun mereka hanya sekedar bersembunyi seharusnya tetap ada pantauan ke depan. Sesekali mereka mengejar burung yang mendarat di tanah, itu sebagai permainan si delapan kaki, jika dapat maka burung itu bisa jadi kebutuhan mereka untuk hidup. Kembali mengingat bahwa mereka juga butuh lari yang cepat dibarengi lompatan yang tinggi, suatu saat itu akan jadi kekuatan alami sendiri dari si delapan kaki. Insting mereka kini mulai benar tertuju pada ujung hidung, si delapan kaki berjalan berdasarkan hidungnya yang sedikit sudah peka, melangkah menjauh sekarang lebih mudah.

Sore telah tiba, Marco berbalik ke arah kiri berharap Lucy muncul sudah beristirahat diranjang sana dan menyimpan nutrisi untuk si delapan kaki seperti sebelumnya. Berbalik berdiri memanggil menyuruh berhenti tingkah bermain untuk kembali. Tidak sadar ternyata ada sesuatu yang besar sama seperti Marco memantau, "siapa disana!" Gumam Marco sambil tersenyum lebar marah, Marco membiarkan itu mungkin juga bermain seperti dirinya. Sore itu terasa letih karena lapar, Marco memperhatikan jauh darinya ada yang sedang makan namun ada juga yang gelisah masih mencari, serentak Marco mendeteksi daerah sekitar agar si delapan kaki tetap aman. Mereka berjalan kembali mendekat ke Lucy yang menunggu, insting Marco tiba-tiba panas, serentak apa yang Marco takutkan datang dengan gesit menghampiri, bahaya itu menyentuh salah satu dari si delapan kaki untuk dibawa pergi, Marco lepas letih langsung melompati bahaya itu. Marco menganggap bahaya itu seperti sebagai buaya yang sangat susah melepaskan sasarannya. Marco sangat marah dan terus melompati buaya berbahaya itu sampai mereka akhirnya berada dalam pertarungan, gigitan yang kuat hampir menyentuh Marco, dia menyerang dengan kaki yang penuh silet, tidak ada yang ingin menyerah dalam pertarungan sengit itu, sesekali Marco mendorong si delapan kaki kebawah batu berlubang agar tetap nyaman, namun hal itu membuat Marco terkena serangan dari si buaya. Wajah Marco memerah akibat dari air dibawah kulit, Marco bisa saja melakukan hal yang lebih dari itu kepada si buaya tapi selalu terjanggal. Biarlah pertarungan terjadi dengan posisi berdiri jika tidak maka akan ada salah satu yang kalah, Marco senantiasa menghempaskan serangan yang berhasil tapi dia kalah banding dari awal dimulainya, mereka sama-sama memerah dan semakin marah, Marco sadar dirinya lebih sedikit kecil dari si buaya, tentu saja hal itu bisa menghabisinya jika terus-terusan ditekan. Leher yang menjadi sasaran, mereka berlomba menjangkau leher untuk membuktikan yang lebih kuasa, leher Marco di gigit si buaya, dia kesakitan lantaran sakit dan diatas tindihan, mereka melakukan perlawanan berbeda, Marco ingin berdiri sedangkan si buaya ingin menekan menindih. Marco sudah bersusah payah namun sepertinya akan gagal, dia sudah tidak sanggup lagi karena gigitan kuat di lehernya. Lucy dari jauh melihat ada yang aneh, ternyata dia belum tahu disana ada pertarungan, Lucy berlari kecil mendekat, Lucy memandang sinis ternyata Marco miliknya sedang dalam bahaya. Lucy berlari dengan cepat dan memasang persiapan untuk melompat, Lucy datang dengan gesit melompati bahaya yang dia anggap buaya itu, tapi itu tak diraihnya, si buaya melepas gigitannya dari leher Marco dan berlari menghindar agak jauh. Lucy kaget melihat Marco terkapar di tanah, Lucy tak bisa menahan rasa harunya, dia menjilati Marco sambil berisyarat pada si delapan kaki untuk keluar dari persembunyian. Nyawa Marco tak bisa diselamatkan, Marco penuh dengan luka sobek diwajah dan dileher, Lucy sangat sedih dan menyesali karena melewati saat kejadian itu padahal dia bisa membantu. Lucy dan si delapan kaki kini merasa kehilangan, mereka meninggalkan Marco tetap tinggal ditanah itu karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mereka berjalan kembali keranjang tanpa Marco, biarlah Marco menjadi santapan bagi singa-singa lainnya yang kelaparan.

Realita Kehidupan LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang