Bored

368 6 0
                                    

Steffi.

Aku menutup buku itu. Entah mengapa sekarang aku tertarik dengan buku kusam yang dulu pernah kujumpai sewaktu aku sma dulu. "Bosan" judul buku itu sama seperti perasaan yang kurasakan sekarang. Bosan dengan nara. Bosan pacaran yang hanya berkomunikasi lewat sms. Kadang aku suka cemburu dengan pasangan pasangan lain yang bisa setiap saat bertemu. Bisa tertawa bersama, bisa mengacak rambut sang kekasihnya, bisa nonton berdua. Sementara aku.. Aku seperti tidak punya pacar. Tapi bedanya kalau orang single bisa mencari pacar, sementara aku harus tetap setia dengan nara. "Hai steff" fio datang membuyarkan lamunanku. "Eh fio hai" aku segera menyembunyikan buku itu dengan lenganku. "Lo disini aja? Gak ke ruang guru?" Fio menaikan alisnya. Hari ini aku dan beberapa temanku sedang mengunjungi sekolah kita. Sekalian bersilahturahmi dengan guru gurunya. "Lo udah?" Aku memutar balik pertanyaannya. "Udah tadi sama anya" fio menunduk. Anya. Aku benci nama itu disebut oleh fio. Anyalah yang membuat aku pernah bertengkar dengan fio. Aku juga sempat bercekcok mulut dengannya. "Oh" kataku dingin. Fio pasti tahu bahwa aku benci dengan nama itu. "Baca apaan sih? Kayaknya menarik banget?" Fio merebut buku yang sudah kututup dengan lenganku itu. "Bosan" fio mengangguk. "Jadi lo bosen sama nara?" Fio langsung menarik kesimpulan sendiri. Aku menarik nafas panjang. "Enggak bukunya lucu aja" aku merebut kembali buku itu dan mengembalikannya ke rak buku. "Gue keruang guru dulu ya fi" aku melambaikan tangan kearah fio dan berjalan keluar.

Fio

Gue berjalan menyusuri koridor. Dulu gue sering banget lomba lari kekelas sama steffi. Emang sih terdengarnya konyol. Anak sma kelas 2 masih bermain lari larian. Tapi gue suka permainan itu. Karena setiap gue kalah pasti steffi tertawa lepas. Dan tertawanya steffi adalah kebahagiaan tersendiri bagi gue. Kaki gue berhenti didepan kelas 11 ipa 2 kelas gue dan steffi dulu. Kelas dimana gue dan steffi bercanda ria,bermain bersama dan tertawa bersama. "Fio" Tibatiba ada yang memanggil gue. Gue menoleh. Anya. "Apa?" Jawab gue dingin. Gue emang terkenal dingin sama orang yang gue gak terlalu kenal atau gue benci. "Apa kabar?" Anya ber basa-basi. "Baik" gue memasukkan tangan ke saku celana gue. Anya adalah mantan pacar gue yang pertama dan terakhir. Kenapa? Karena gue udah kapok dengan pacaran. Kenapa? Karena kalau gue pacaran otomatis waktu gue hanya buat sang pacar. Sementara gue.. Gue mau waktu gue hanya buat steffi. "Udah punya pacar?" Nada anya bertanya seperti meledek gue. "Belom" kata gue singkat. Gue ingin segera pergi dari sini. "Lo mau sampe kapan sih ngarepin steffi? Sampe kapan pun steffi gak akan pernah sadar kalo lo suka sama dia. Mending lo cepet tembak steffi keburu steffi jatuh ditangan yang salah" gue gak ngerti apa yang anya maksud. "Anya, denger ya gue gak suka sama steffi. Gue cuma sayang sama dia dan gue janji akan selalu ngelindungi steffi. Karena steffi udah gue anggep ade gue sendiri" suara gue meninggi. "Fi mau sampe kapan lo bohongin perasaan lo terus? Lo itu cinta sama steffi. Fio, Cepet kejar dia" kata anya sambil melenggok pergi. Gue melongo. Sepertinya yang dikatakan anya benar. Gue jatuh cinta dengan steffi.

Steffi.

Aku mengaduk hot chocolate yang sudah dingin. Tatapanku kosong. Kemarin aku sudah meminjam buku kusam itu. Aku juga sudah membacanya sampai habis. Dan kisahnya ternyata hampir sama dengan kehidupan ku sekarang. Pacaran jarak jauh. Tapi kalau akhir cerita di buku itu, pasangan yang jarah jauh itu memutuskan mengakhiri hubungannya sementara aku... Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan..

"Bengong aja steff" tiba tiba fio sudah ada didepanku. Kapan ia datangnya? "Eh fio, engga kok" aku tersenyum datar. "Steff lo kenapa sih?" Fio menatapku dengan tatapan cemas. "Enggak fi gue gapapa kok" aku menunduk. Berusaha menghindari tatapannya. "Steff lo kalo ada apa apa cerita ke gue aja ya. Gue selalu disini kok buat lo" kata fio sambil menggenggam tanganku. Mata kita bertemu. Aku bisa merasakan hangatnya tatapan fio. Aku seolah terhipnotis dengan tatapannya. Seperti ada perasaan yang menggebu dihatiku. Tetapi aku tidak tahu perasaan apa itu. Aku segera membuang perasaan aneh itu dan tersenyum tulus ke arah fio. "Makasih fio"

***

Fio.

Gue meletakkan laptop gue dimeja. Gue mencari posisi yang pas untuk ngerjain tugas kampus. Gue sekarang berada di kafe deket sekolah. Gue mau ngerjain beberapa tugas yang mulai numpuk. Akhir akhir ini gue sering menelantarkan tugas tugas gue. Makanya sekarang gue mau ngerjain semua itu. Steffi tadi katanya mau bantuin. Tapi sekarang belum dateng juga. "Fio?" Kata seseorang sambil meneliti gue. Gue mendongak. Ray. Ngapain sih orang seperti dia ganggu urusan gue? Dengan malas gue memberikan duduk. "Ngapain lo disini?" Kata ray sambil mengangkat tangan untuk memesan minuman. "Ngerjain tugas" kata gue singkat. Tapi sebenarnya ada yang mau gue tanyain juga sama ray. "Ray gue mau nanya dong" kata gue. "Tanya apa?" Ray sepertinya penasaran. "Lo suka sama steffi?" Gue langsung mengeluarkan pertanyaan tanpa basa basi terlebih dahulu. Ray sepertinya kaget gue tanyakan begitu. "Iya. Emang kenapa?" Ray berkata mantap. "Lo tau gak kalau dia udah punya pacar?" Gue berkata gemas. "Belom. Kalo udah pasti bukan lo kan?" Kata ray dengan nada meledek. Emosi gue naik gue ingin segera menghantam wajahnya itu. Gue mengepalkan tangan. "Canda kali fi. Santai" ray seperti meremehkan gue. Gue mengatur nafas gue yang mulai naik turun gara gara dia. "Steffi pacarnya nara. Mereka ldr. Nara di amerika" gue menjelaskan sambil menahan emosi. "Kalau gue rebut steffi dari nara nara itu emang kenapa? Masalah buat lo?" Ray seperti mencari ribut. Gue segera bangkit dan mencengkam kerah bajunya dan meninju wajahnya. Tepat satu tonjokan menghantam kearah wajahnya. Ray jatuh tersungkur. Seluruh mata pengunjung kafe melihat kearah kami. Gue gak peduli. Gue tetap mau memberi ray pelajaran. Ray bangun perlahan dan mengambil ancang ancang untuk meninju gue. "Stop" tiba tiba steffi datang sambil berlari. "Apa apaan sih ray? Fi?" Kata steffi sambil melototi kami secara bergantian. Gue gak peduli. Emosi telah menguasai diri gue. Gue langsung menghantam wajah ray untuk yang kedua kali. Tapi sayang steffi menutupinya. Sehingga tonjokan gue mengenai wajah steffi. Steffi jatuh tersungkur. Steffi meringis. Gue segera menghampirinya. "Steff maaf" gue membantu dia bangkit. Steffi sepertinya marah dengan gue. Dia bangkit sendiri dan berjalan pincang ke arah pintu keluar. Ray menyusulnya. Gue sangat merasa bersalah. Semua ini karena ray. Gue benci dia.

DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang