Seberkas cahaya masuk dari luar jendela yang tertutup tirai itu, membangunkan gadis manis itu dari mimpi indahnya. Gadis yang lahir pada tanggal 15 Januari1998 itu telah menginjak usia delapan belas tahun.
Bulan ini ia memang sedang padat-padatnya menjalani tugasnya sebagai pelajar kelas dua belas. Seperti Try out, Ujian Sekolah, Ujian Praktek, dan masih banyak lagi. Setelah itu semua, ia akan menghadapi UN pelajar tingkat Sekolah Menengah Atas tahun ini dalam kurun waktu tiga hari.
Tapi siapa sangka, dengan kepadatan nya itu, ia selalu menyempatkan diri ke suatu tempat ternama di pusat Kota Jakarta ini. Panti Asuhan Kasih ialah tempat yang selalu ia kunjungi, hanya sekedar untuk mere-fresh otaknya yang penat akan banyaknya tugas.
Gadis ini sangat labil akan soal percintaan. Ia telah menjadi seorang pengagum rahasia cowok popular di Sekolah nya, atau bisa disebut juga teman sebangkunya saat ini. Dan akan selalu seperti itu, menjadi penggemar rahasia-nya.
Garuda Prata. Cowok yang selama ini hinggap di pikiran dan hati gadis ini, Bianda Shelomita atau sapaan akrabnya Ita.
"TAAA!!" ucap seseorang.
"Brisik to the moon deh. Ada apa sahabatku yang cantik ini?" tanya Ita.
"Garda, Ta. Garda," ucap Ina membuat Ita penasaran.
"Kenapa sama dia, Na?" tanya Ita semakin penasaran.
"Tadi di kantin dia ngomongin lo, serius deh. Tapi, gue nggak ngedenger kelanjutannya."
"Nggak mau tau deh, dia pasti ngejelek-jelekin gue," ucap Ita pasrah. Cowok yang selama ini ia taksir selalu merendahkan dirinya akibat kejadian tahun lalu. Dirinya dan Garda di ceng-in oleh teman-teman sekelasnya.
"Lo pikirannya gitu mulu, ah nggak seru. Balik yok?" ajak Ina.
Ita hanya membalasnya dengan anggukan kepala. Ita berjalan kaki dari sekolah menuju rumahnya, sebenarnya jarak sekolah dengan rumahnya sangatlah jauh. Tetapi, ia selalu memaksakan diri, karena ingin mampir dulu ke sebuah tempat, dimana ia bisa bersantai.
Padang rumput hijau itu terbentang luas, ditemani kursi taman berwarna putih kecoklatan yang artinya sudah menua dan kusam. Danau buatan yang berukuran sedang itu terbentang di tengah taman tersebut. Tempat yang indah bukan? Setiap harinya jika sempat, Ia akan selalu ke tempat ini.
Ia mengeluarkan buku berbentuk bintang dari dalam tas sekolahnya. Setiap hari, ia membawa buku bintang itu dalam tas biru dongkernya itu. Pulpen warna biru pun sudah ia pegang di tangan kiri nya, ia kidal. Seperti kata orang, kidal itu pintar, cerdas, atau apalah itu orang suka menyebutnya begitu.
Tapi, Ita selalu merasa kurang. Dirinya belum pintar, ia selalu menggali lebih dalam ilmu yang belum ia ketahui. Itu lah Ita, semangat yang pantang menyerah dalam segala hal kesulitan ataupun kemudahan.
Ia mulai menuliskan sebuah kalimat yang entah untuk siapa kalimat itu tertuju.
"Shine like the stars, Sharp like the knife. Indah tapi menyakitkan."
Untuk Garuda Prata.
Ita tersenyum ketika melihat tulisan tangannya itu di buku kesayangannya. Setelah selesai dengan apa yang ia lakukan di taman, akhirnya ia pulang.
Seperti biasa, berjalan ke dapur untuk melihat ada apa di balik tudung saji makanan.
'Tempe. Telor. Gue suka.' batin Ita.
Ia langsung berlari ke kamar untuk mengganti seragam menjadi pakaian santai. Kaos bergambar bintang itu berwarna abu-abu, dengan menggunakan celana hitam selututnya membuat ia terlihat sangat rupawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stars • Oneshoot
Short Story"Sosok angkuh tak tersentuh. Itulah dia yang selalu menjadi bintang bersinar yang hadir di setiap malamku. Indah memang, namun sulit tuk ku gapai. Melihatnya tanpa mampu menyentuhnya. Mengenalnya tanpa mampu menyapanya. Itulah aku sang pengagumnya...