10 : Ungkapan Perasaan

1.2K 287 23
                                    

16 Maret 2016
13.02PM

~

Halo, Diary.

Hahahahahahaha.

Entah kenapa aku ingin tertawa keras-keras. Menertawakan betapa naifnya seorang Anindita S.

Kenapa?

Simpel saja, seorang Resta Adya sepertinya sudah berhasil mendoktrinku dengan ceramah-ceramahnya yang tadinya kuanggap angin lalu.

Tetapi sayangnya, di dalam hati kecilku, aku mengakui semua perkataan Resta.

Perkataan bahwa aku sebenarnya menyukai Darin.

Entahlah, aku juga tidak tahu dari mana ia tahu tentang kejadian pada saat sleepover di rumah Darin.

Dia juga tidak ingin aku tahu dari mana dia tahu.

Aku jadi khawatir kalau dia sebenarnya seorang cenayang.

Karna Resta, aku jadi perlahan mengakui kalau aku mulai jatuh pada pesona Darin. Sialan.

Aku jadi terdengar sangat labil dan tidak dapat memegang omonganku sendiri. Padahal, awalnya aku bertekad untuk tidak pernah menyukai seseorang yang sangat populer.

Karena aku tahu, dia tidak akan pernah melirikku. Sial. Double Sial.

Yah, apa yang bisa diharapkan dari seorang gadis pendiam yang anti sosial?

Salam.

Seseorang yang suka menjilat ludahnya sendiri.

~

"Nin, lo ada waktu ga sepulang sekolah?" Tangan Anin yang baru saja akan menyuap nasi goreng, terhenti.

Di salah satu meja yang akhir-akhir ini sering Anin tempati, hanya ada Anin dan Resta yang duduk di sana.

Lira beralasan harus menemui guru untuk mengisi kekosongan nilai. Laras tidak masuk, mungkin sakit. Alvin entah kemana batang hidungnya. Sedangkan Darin ... Anin tidak mau membahas dia untuk saat ini.

"Ada, emang kenapa?" tanya Anin santai.

Resta terlihat menimbang-nimbang tetapi lalu berujar,

"Gue mau ngomong sesuatu, nanti aja," ujar Resta.

Anin menaikan alisnya, "Kenapa nggak sekarang aja?"

Mata Resta mengedar ke sekeliling kantin seolah berkata disini-terlalu-ramai. Anin hanya ber-oh ria dan melanjutkan makannya yang tertunda. Tidak sadar kalau Resta memerhatikan serta berbagai pikiran yang tidak akan pernah Anin tahu berkecamuk dalam benaknya.

~

"Jadi ..."

Saat ini, Anin dan Resta berada di kafe yang terletak beberapa ratus meter dari sekolah mereka. Di depan mereka, sudah ada dua gelas cappucinno yang masih menguarkan kabut putih.

"Lo suka sama Darin 'kan?" Tangan Anin yang hendak meraih gelas cappucinno terhenti. Digantikan dengan tatapan tidak suka pada Resta yang menunggu jawabannya.

"Apaan sih, yakali gue suka sama Darin." Sebisa mungkin, Anin bersikap seolah biasa saja. Seolah mereka tidak sedang membicarakan sesuatu yang ... apa ya?

Menyangkut perasaan?

Tetapi, yang terbayang di benak Anin langsung adalah iris hazel milik Darin.

Resta memutar bola matanya, sudah mengira jawaban Anin.

"Keliatan kali, Nin, gue nggak buta," ujar Resta kelewat santai.

Anin mematung dan menunduk. Entah apa yang ada di pikirannya.

"Terus ... kalo gue suka sama dia, lo bakal ngasih tau ke dia?" tanya Anin pelan.

Resta menggertakan giginya tanpa sadar tetapi lalu menjawab dengan nada sekasual mungkin.

"Engga lah, gue cuma mau tau aja sih, hahaha." Resta tertawa sumbang. Menyadari kalau Anin tidak ikut tertawa, tangan Resta terangkat, ingin menyentuh gadis itu.

"Gue ... salah ya suka sama dia?"

Tangan Resta berhenti di udara lalu perlahan turun. Anin masih belum mengangkat wajahnya.

"Enggak, nggak ada yang salah dengan suka sama seseorang, kalo lo suka sama Lira atau Laras, baru salah, hehehe." Anin sedikit terkekeh pelan dan akhirnya mau mengangkat wajahnya.

Resta tersenyum tipis saat menyadari Anin sudah mau tertawa. Tatapan Anin terlihat kosong tetapi lalu terganti dengan ekspresi seolah mendapat ide.

"Kalo gitu, lo bisa bantuin gue supaya sama Darin dong?"

~

Diary of an Unseen One [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang