Kulayangkan pandang keluar jendela, kedua mata beningku menangkap sosok lelaki dengan perawakan tubuh kurus, rambut ikal seleher, dan dada bertato yang entah apa gambarnya, nanti akan kuberi tahu saat aku sudah besar kawan. Lelaki bertato itu, aku sangat menyayanginya, dia ayahku, dan wanita polos bergaun ungu motif bunga-bunga yang sedang duduk tak jauh dari tempatku itu, dia lah ibuku. Inilah kami, keluarga kecil yang sederhana.
Hari-hariku sangat menyenangkan kawan, bukan saja karena aku adalah seorang gadis kecil berusia empat tahun yang setiap harinya adalah bermain atau tidak harus bersalah atas kenakalan yang kubuat, aku senang hidup dalam rumah reot ini yang sering bocor sana-sini saat hujan, aku senang hidup dengan kambing dan ayam yang kadang dikandangkan dalam rumah, aku senang makan masakan yang di masak dari tungku, aku senang berlarian dalam rumahku yang tidak berkeramik, aku senang bermain dengan tante yang lebih akrab ku panggil mbak, yang saat bermain aku selalu mengalah, di bully, dan dapat makanan atau mainan bahkan baju sisa dan bekas, aku senang main di kebun, aku senang punya orang tua yang menyayangiku, meskipun mereka sering bertengkar. Aku bahagia hidup di antara mereka, dan aku berusia empat tahun, aku tidak mengerti apa-apa selain bermain, tertawa dan menangis karena hal-hal sepele.
Dan dibalik jendela ini, kumulai ceritaku kawan, tentang lelaki bertato, wanita lugu, orang tua angkat, kakek yang berusia hampir seabad, nenekku yang masih muda, kebun samping rumah, om-om gundul, patung gajah mada, sasana purwa, pepohonan, suara burung di belakang rumah, kambing-kambing ternak, sapi yang buang kotoran sembarangan, kawan-kawanku yang tukang nangis, hujan di atas bumi kandungku, pembully-an, pro dan kontra, kenakalan, kesuksesan, harta dan derita, drama, airmata juga tawa. Aku masih kecil, tapi ceritaku tengah ditulis kawan, jika kalian ingin mengetahuinya, baiklah, mari duduk disampingku, aku akan mulai bercerita.