That's Why I Did - 2

153 48 10
                                    

That's Why I Did - 2

Setelah pertemuan Prim tadi siang dengan Jonathan, malam ini papa akan beritahu mengenai Prim dan Gale yang akan ditempatkan dimana. Belum hilang rasanya kejadian tadi siang dipikirannya yang membuat tubuh Prim lemas, malam ini mendengar berita itu serta-merta membuatnya tampak akan menjadi gila.

Bagaimana mungkin ada tradisi bodoh ini dalam keluarganya? Argh!!!

Prim harus menemui seseorang, setidaknya ada yang bersamanya saat ini. Dia melangkahkan kaki menuju lorong kamar Gale. Prim tidak tau apa yang ada di dalam pikirannya saat ini, dia hanya tidak ingin sendiri.

Prim mengetuk pintu kamar Gale. Hening, apa Gale sedang berada di luar rumah? Pikir Prim. Ah tidak, dia mungkin hanya tertidur.

"Gale," panggil Prim. Tetap tidak ada sahutan dari dalam kamar Gale. Dia mencoba sekali lagi, "Gale,"

Usaha Prim sepertinya percuma, dia membalikkan badan dan kembali menuju kamarnya. Prim tertunduk, sampai akhirnya sebelum meninggalkan ujung lorong kamar Gale, dia melihat sepasang kaki manusia di depannya.

Prim mengangkat kepalanya dan mendapati Gale yang sedang memperhatikannya dengan tangan kiri yang dimasukkan dalam saku celana dan tangan kanan membawa plastik berisi makanan. Cafe Rain.

"Dasar, Prim." Celetuk Gale dan berjalan ke arah kamar. Prim mengikuti langkah Gale dari belakang. Tidak masalah jika diabaikan, Prim hanya ingin ada orang bersamanya saat ini.

Gale membuka pintu kamarnya dan membiarkan Prim masuk. Sama sekali tidak ada pertanyaan seperti biasanya, Gale membiarkan Prim masuk kamarnya. Gale yang aneh, ini mungkin saja terjadi mengingat pikirannya mungkin sama kacaunya dengan Prim.

Prim seolah tak tertarik dengan apa yang Gale lakukan atau yang Gale pikirkan. Dia memilih duduk di sofa hitam Gale yang berada di tengah ruangan ini. Mengambil remote televisi dan menekan power on. Seenggaknya suara tv ini sedikit bantu, pfftt.

Gale yang sedang menaruh plastik makanannya menyadari kalau Prim seperti menghindar darinya sesekali melirik Prim. Gale beranjak dari tempatnya dan berjalan ke arah meja samping kanan, mengeluarkan sebuah earphone.

"Abang udah kasih tau Kak Via?"

Tiba-tiba pertanyaan itu muncul di kepala Prim, dia menengok ke arah Gale yang sekarang sedang bersandar di tempat tidurnya. Gale sedang memakai earphone dan memejamkan matanya. Prim mengerucutkan bibirnya, mana denger ini anak.

"Udah. Tadi abang udah bilang ke Via." Jawab Gale tanpa membuka mata. Via, Sivia Teresa Nugraha. Pacar Gale selama lebih tiga tahun ini. Wanita yang cantik dan anggun dengan rambut hitam tergerai melebihi bahu, mempunyai mata yang bulat dan pipi yang tembam-yang mungkin akan jadi kakak ipar Prim.

"Aku juga udah cerita sama Jonathan." meski Prim yakin Gale tak berminat ingin tau tapi dia ingin saja Gale mengetahuinya.

Udah tau. Ucap Gale dalam hati.

"Terus gimana kata Kak Via?" tanya Prim lagi.

"Yaa gitu. Nangis, tapi baik-baik aja." Gale menjawab masih dengan mata tertutup.

Oh ayolah, apa Gale sebegitu tidak tertarik berbicara denganku. Pikir hati Primrose.

Gale melihat dari sudut matanya Primrose beranjak meninggalkan kamarnya dengan wajah tampak muram. Tidak terlalu memusingkan hal itu, Gale kembali memejamkan matanya dan menikmati alunan lagu yang dikeluarkan melalui perantara erphone.

That's Why I DidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang