Lita pov
Just another new place
I should make the new me, the better one
Itsn't pencitraan
I just wanna be better
Truly
Dont wanna be hated like yesterday anymoreKantor baru, yep kantor pusat niiih.
Kerjaan baru, bukan QC, bukan marketing tapi QA yes! QA!
Kontrak kerja baru, iya dong pastinya gaji dan fasilitas juga baru.
Tempat tinggal baru, iya sekarang bapak ibu nemenin aku terus. Katanya gak bagus anak perawan tinggal sendirian di kota orang. Nanti kalo sudah nikah baru mereka pulang kampung halaman. Ih dikata aku sedih apa, malah bersyukur kali jadi ada temennya.Well, di kerjaan baru ini aku tidak lagi bekerja dalam lab, masih ada kaitannya sih, tapi cuma ngadepin komputer, data-data, konklusi, sistem, dll. Ga secapek berdiri dan bolak balik di lab, tapi lebih pusing actually.
Dengan iming-iming gaji yang lebih gede, dan masih baru ini jadi ya masih semangat aja. Banyak hal baru yang bisa dipelajari.
Tempat tinggal baru juga mengajak jalan-jalan menikmati gaji baru menelusuri tempat refreshing baru bareng bapak ibu, oh senangnya.
Tapi inilah hidup
Ada pertemuan ada perpisahan
Ada keluar ada masuk
Ada bahagia ada dukaMap hijau. Insiden report. 2 kali dalam seminggu. Seperti yang dulu. Seketika semua yang sudah kurubah, kuperbaiki, oleh map hijau ini ditarik kembali ke masa lalu, masa lebih dari 2 tahun yang lalu bahkan mungkin hampir tiga tahun. Manajerku pun heran. Hampir setiap akan ke kantor aku ketakutan, aku khawatir harus membawa map hijau berisi IR lagi.
Tapi kalau yang ini aku mengakui segala kesalahanku. Untung manajerku yang sekarang baik sekali. Sangat berbeda dengan manajerku yang dulu yang galaknya setengah mati. Manajerku kali ini selalu menyambutku dengan senyum walaupun aku membawa map hijau itu.
"Wah, kenapa lagi ini Lit?"
Aku hanya bisa menunduk menahan tangis.
"Sini duduk dulu duduk dulu..."
Aku duduk di kursi di hadapannya.
"Maaf sekali Pak. Saya...saya hanya bisa ngaku salah Pak, saya ga fokus."
Pak Anjar membuka dan membaca isi map. Tak ada raut marah di wajahnya. Aku jadi semakin merasa bersalah.
"Saya mau minta ijin cuti Pak."
"Cuti?"
"Iya Pak. Semoga dengan begitu saya bisa fokus kembali."
"Sampai kapan? Nanti disini kurang orang gimana?"
"...."
"Ada masalah apa kamu?"
"Bapak saya....sakit keras Pak. Jujur saya agak kelelahan."
Pak Anjar manggut-manggut.
"Oke, seminggu saja ya?"
Aku tersenyum, dan menyalaminya.
"Saya janji Pak, akan terus berusaha ga kirim map hijau lagi ke meja Bapak. Terimakasih banyak Pak."
Cuti yang kuminta itu, sepertinya tak harus kuminta dari pak Anjar, dia akan memberikannya hari ini. Karena , esok paginya, ayah menghembuskan nafas terakhir. Sekejap aku linglung karena sangat terkejut. Tak menyangka, ayah yang selama ini sangat jarang sakit, sekali sakit harus langsung pergi untuk selamanya.
Kulihat ibu berteriak-teriak dalam cengkeraman beberapa perawat yang tadi mencoba menyelamatkan ayah dari masa kritis. Ia terus berusaha membangunkan ayah dengan segala cara yang ia tahu, menampar, menepuk-nepuk, menegakkan ayah. Tapi ayah tak mau mebuka matanya lagi. Dadanya kempis.
Aku? Aku daritadi terjongkok di pojok ruangan, menahan kaget, sedih, dan malu. Selasar bangsal sangat gaduh dan banyak mata menonton.
Aku masih tak percaya ini nyata. Sampai seorang perawat mengajakku mengurus administrasi.
"Tapi ayah saya belum sembuh sus?"
Suster itu tersenyum, ikut jongkok lagi mengelus lenganku
"Ayah mbak, sekarang sudah tidak kesakitan lagi. Cobaan Tuhan buat ayah sudah selesai. Beliau mungkin sedang melihat mbak entah darimana, jadi mbak harus kuat biar ayah mbak nggak ikut sedih."Tiba-tiba aku merasa kehilangan seluruh tulangku, tak mampu lagi menahan kepalaku dan air mataku. Aku menangis tersedu-sedu di bahu suster. Agak lama. Tangisku mulai mereda. Suster itu masih membelai-belai kepalaku.
"Mbak, mari melakukan yang terbaik untuk badan ayah yang terakhir kalinya ya? "
Aku mengangguk. Berdiri sambil mengusap air mata. Kulihat ibu tak sadarkan diri di pangkuan suster lain. Aku berjalan pasti menuju kasir dan menyelesaikan seluruh administrasi. Aku tak sempat memberi ayah menantu, apalagi cucu. Namun setidaknya aku akan memperlakukan jasad dinginnya dengan baik, sebaik ia membesarkan aku.
Sorry for being so looooooooongggg. Gimana gimana part ini? Leave your vomment yah!
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Married!!
General FictionLita harus menikahi atasannya yang terkenal galak. Tak ada rasa cinta dari keduanya. Keadaan yang menyatukan mereka.