Aku tidak tahu, berapa lama aku tertidur, yang pasti saat terbangun, aku tak merasa kesulitan lagi untuk bergerak. Bahkan, aku tak lagi merasa pusing dan mual yang kurasakan beberapa jam yang lalu.
Aku terbangun di taman penuh rumput hijau yang tidak benar-benar hijau. Maksudku, warnanya pudar, tidak hijau, tidak juga putih. Juga terdapat beberapa pohon kecil yang mungkin baru tumbuh selama beberapa tahun. Warna daun pohon-pohon itu sama dengan warna rumput yang mengelilingiku, hijau pudar, dan ini aneh.
Tersadar dari lingkungan sekitar, aku baru teringat akan tujuanku kesini. Aku menolehkan kepalaku ke segala arah. Namun tak kutemukan tanda-tanda keberadaan Ami dan Niar.
Kemana mereka? Apakah keadaan mereka baik-baik saja? Kemana aku harus mencari mereka?
Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan dikepalaku, yang tentu aku tak tahu jawabannya.
Aku berada di tempat asing yang bahkan aku tak tahu aku berada di tahun berapa, di negara apa, dikota apa. Dan sekarang, apa yang harus kulakukan?
Huh semua ini benar-benar membuatku bingung. Akhirnya, aku hanya berjalan tanpa arah mengelilingi taman ini, bingung harus melakukan apa.
Cuaca dilangit cerah, namun udaranya sangat dingin. Kaos panjangku ini, bahkan tidak menghangatkan badanku sama sekali.
Aku meniupkan kedua tanganku yang kutangkupkan, berharap bisa mengusir hawa dingin yang menyerangku. Rambutku terurai berantakan dan aku tak berniat sama sekali untuk merapikannya. Setidaknya, tidak untuk sekarang.
Aku mendengar suara gemerisik air. Siapa yang mau berenang dengan cuaca sedingin ini? Bahkan, hewan saja tidak akan mau.
Samar-samar aku mendengar suara orang berteriak minta tolong, aku menoleh ke segala arah, namun tak ada siapa-siapa di sekitar sini.
Mungkin, aku hanya salah pendengaran, pikirku. Aku hendak kembali melangkah, namun aku mendengar suara itu lagi. Tak mungkin aku salah mendengar dua kali bukan? Aku menajamkan pendengaranku, aku mendengar suara itu, dan kini diiringi oleh suara gemerisik air.
Aku berlari mengikuti suara yang semakin lama, semakin terdengar jelas. Aku semakin cepat berlari, saat aku menemukan sebuah Danau.
Ditengah Danau itu, terdapat perempuan yang berusaha tidak tenggelam, sembari berteriak meminta pertolongan.
Kini, aku berada di pinggir danau. Tanpa berpikir dua kali, aku melompat ke dalam danau, aku berenang sekuat tenaga menuju perempuan malang itu.
Gerakan perempuan itu melambat, dan akhirnya tenggelam ke dalam air. Aku menghirup udara, lalu menyelam dan berusaha melihat di dalam air.
Walau mataku tak dapat melihat dengan jelas, tapi aku masih bisa melihat siluet tubuh seseorang. Segera aku menariknya ke atas permukaan air.
Aku membawa perempuan itu menuju pingir Danau. Dia tak sadarkan diri, mungkin kehabisan nafas. aku memeriksa nafasnya dengan meletakkan jari telunjukku di depan lubang hidungnya.
Hah, dia masih bernafas, karena aku merasakan nafasnya berhembus pelan dijariku. Perempuan ini cukup cantik. Kulitnya putih langsat, dengan alis tipis, dan hidung mancung.
Mungkin, umurnya sekitar dua puluh tahunan. Ia mengenakan gaun putih gading panjang sampai mata kakinya yang mengkerut karena basah.
ia juga mengenakan anting kecil dan cantik berbentuk lingkaran, dengan ukiran pedang ditengahnya. Sepertinya terbuat dari emas putih. Anting ini sungguh cantik.
Tanpa sadar aku memegang anting kecil yang menggantung di kedua telingaku. Anting berbentuk persegi lima, dengan burung elang bermata putih ditengahnya.
Anting ini terbuat dari emas murni, sebagai hadiah ulang tahunku dari orangtuaku tahun lalu.
Orangtua? Ah, aku jadi merindukan mereka. Apakah mereka mencariku?. Apa yang kuharapkan, aku bahkan belum menginjak satu hari disini. Mereka tak mungkin mencariku.
Dingin sekali, angin berhembus kencang kearahku, membuat tubuhku menggigil kedinginan, karena aku bajuku basah akibat aksi pahlawanku.Apa yang harus kulakukan dengan perempuan ini? aku tak mengetahui dimana rumahnya, bahkan aku tak mengenalnya.
Angin kembali berhembus kearahku, kali ini berhembus pelan seakan ingin membekukanku. Seluruh tubuhku bergetar tak kuasa menahan dingin yang menusuk tulang.
Aku melirik kearah perempuan yang terbaring tenang di sampingku. Raut wajahnya tenang tapi tampak sangat rapuh. Nah, sekarang apa yang bisa kulakukan? aku benar-benar bingung.
pohon-pohon disekitarku meringkuk seakan merasakan kedinginan yang sama denganku, rumput-rumput bergoyang tak tentu arah, seakan merasakan kebingungan yang sama denganku. Ah, mereka seperti tahu keadaan hatiku. Dan untuk kedua kalinya aku berkata, ini aneh.
aku mendengar langkah kaki teratur, yang menghentakkan tanah. Dari suaranya, mungkin pemilik kaki itu ada lebih dari tiga orang.
Ah, syukurlah ada orang, aku bisa meminta pertolongan mereka mengenai perempuan yang ada disampingku juga dengan diriku.
Aku berdiri untuk melihat mereka. Mereka berjalan satu persatu kearahku, semuanya laki-laki, jumlahnya lima orang. Mereka berpakaian layaknya seorang militer, dengan sepatu, rompi dan topi mereka yang bagiku sangat keren.
Mereka melirik kearah perempuan yang kuselamatkan tadi dengan wajah terkejut lalu menoleh cepat kearahku. Wajah mereka menunjukkan tanda marah juga kesal.
Hei, apa yang salah denganku?
Salah satu dari mereka menggendong perempuan itu dengan lembut dan terlihat penuh hormat.
Tiba-tiba dua orang dari mereka, mencengkram tanganku dan menyeretku dengan sangat kasar. Sedangkan dua lainnya, mengikuti dibelakang.
"Hei, lepaskan aku!!! Mengapa kalian menyeretku!!" aku berteriak sembari mencoba melepaskan tanganku dari cengkraman mereka. Namun, bahkan mereka tak mengubrisku sama sekali.
Aku tak mempunyai kesalahan apapun, bahkan aku baru beberapa jam berada disini. Tapi kenapa mereka terlihat sangat marah dan kesal kepadaku??
Belum cukupkah masalah yang kuhadapi ini?? Atau ini bahkan baru permulaan?
Ah, aku sudah sangat lelah, kebingungan, kedinginan, diseret pula.
Aku pasrah, pasrah menghadapi apa yang akan kuhadapi kedepannya. Jika ada Ami dan Niar disini, pasti mereka memarahiku karena aku pasrah disaat seperti ini. Ah mereka, aku sangat membutuhkan mereka disini, menyelamatkanku dari lima orang gila, yang marah tidak jelas padaku.
Petir menggelegar di langit, seperti hatiku yang menggelegar di dada. Karena aku sangat lelah, lelah pada kehidupanku yang malang ini.
Lelah pada keberuntungan, yang tidak pernah mau berpihak kepadaku...
***
Hai! Aku muncul lagi. Haduh aku lama benget ya, ngepostnya.
Minggu-minggu ini lagi sibuk ngerjain tugas dari guru-guru yang sangat tidak pengertian.
Kenapa anting? Katena kalau kalung udah mainstream.
Yaudah, vote and commentnya ya, kalau mau.
Makasih dan selamat malam Indonesia...
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANGE THE FUTURE
Science FictionThealra, seorang siswi berusia delapan belas tahun yang selain cantik, ia juga cerdas,ramah, dan sopan. Tak seperti gadis lainnya yang sangat menyukai hal yang berbau perempuan diusianya yang sangat belia, Thea malah sangat menyukai hal yang berbau...