Terpisah!

180 3 0
                                    

“Mbak Nissa, besok mau ikut ke Ragunan?” Tanya Tante Winda, adik ibuku. 

Sebagai anak umur lima tahun yang masih polos, aku biasa bertanya dulu dengan ibuku.“Boleh gak bu?” Tanyaku ke ibu yang saat ini ada di sebelahku.

“Nissa mau ikut?” Tanya ibuku sambil tersenyum penuh sayang. Aku suka senyuman itu. Senyuman yang menenangkan hati.

“Mau” Jawabku jujur.

“Yaudah… boleh” Kata ibu dengan senyum yang semakin lebar. 

“Horeee…!!!” Aku melompat kegirangan. Aku sangat suka jalan-jalan, apalagi ke kebun binatang.

Keesokan harinya, sinar matahari bersinar dengan cerah. Wajah dan perasaanku pun ikut ceria. Tante Winda, Om Heri dan anak mereka yang bernama Nofik sudah siap untuk pergi. Aku berpamitan dengan ibu karena ibu tidak ikut ke Ragunan sedangkan ayahku pergi ke kantor. Nofik adalah adik sepupu yang paling dekat denganku. Umurnya pun hanya beda satu tahun dengan ku. Rumah kami bersebelahan, jadi aku dan dia sering bermain bersama. 

Di kebun binatang, aku melihat banyak sekali binatang. Mulai dari gajah, ular sampai berbagai jenis burung. Bahkan aku dan Nofik memberi makan salah satu gajah di kebun binatang itu dengan pisang. Belalai gajah itu dengan sendirinya mendekati tanganku yang sedang memegang pisang. Karena takut menyentuh belalai gajah, aku melempar pisang itu sejauh mungkin. Sayangnya gajah itu tidak bisa menangkap pisang yang aku lempar. Akhirnya pisang itu jatuh tidak jauh dari si gajah. Kemudian gajah itu mengambil dan memakan pisang yang ku lempar tadi dengan lahap.

Sekitar jam empat sore, Tante Winda dan Om Heri mengajakku dan Nofik untuk pulang. Sebelum pulang, kami dibelikan sebuah bola raksasa bergambar Dora The Explorer yang besarnya hampir dua kali tubuh kami. Aku mendapatkan yang warna merah muda sedangkan Nofik yang berwarna biru. Tante Winda dan Om Heri berjalan duluan menuju tempat parkir disusul oleh Nofik dan aku di barisan belakang. Sebenarnya aku agak kewalahan membawa bola raksasa itu, tapi rasa senang ku mendapat bola baru dan jalan-jalan hari itu telah menutupinya. Aku terus berjalan dan berjalan, melewati beberapa mobil yang sedang parkir di sebelah kiriku. Setelah berjalan cukup lama, aku melihat kearah kiri, tidak terlihat deretan mobil yang sedang parkir seperti yang sebelumnya. Aku menurunkan bola merah muda ku sebentar dan melihat ke sekeliling. Nofik, Om Heri dan Tante Winda sudah tidak ada. Aku bingung. Aku terus mencari dan mencari. Berjalan terus entah mau kemana. Tanpa sadar air mata sudah membasahi wajahku. Tangisanku semakin kencang. Mereka tidak ada di mana-mana. Seseorang berbaju seragam satpam mendekatiku yang sedang menangis.

“Adek kenapa nangis?” Tanya satpam itu ramah.

“Aku nyari Tante Winda sama Om Heri tapi gak ketemu” Jawabku sambil terus menangis.

Mungkin karena satpam itu bingung siapa Tante Winda dan Om Heri, ia menemaniku berdiri di tempat itu sambil berbicara dengan orang lain menggunakan walkie talkie yang tergantung di kantung bajunya. Aku tidak mendengar apa yang mereka bicarakan. Aku terus menangis dan menangis. Yang aku pikirkan saat itu adalah apakah aku bisa pulang?

“Mbak Nissa!!” Dari kejauhan seseorang memanggil namaku. Aku menoleh ke sumber suara. Wajahku yang sudah sangat jelek karena menangis menjadi sedikit ceria karena orang yang memanggilku itu ternyata Tante Winda. Tante Winda memelukku dengan erat.

“Anaknya bu?” Tanya satpan tadi.

“Bukan pak. Keponakan saya.” Tante Winda melihat ku “Mbak Nissa gak papa?”

“Enggak papa” Jawabku seadanya. Aku terlalu senang karena akhirnya aku bisa pulang ke rumah dan bertemu kedua orang tuaku.

“Tadi saya nemuin dia lagi nangis sambil megang bola bu, jadi saya deketin aja. Katanya dia kepisah sama ibu, jadi saya temenin disini” Jelas pak satpam. Sebenarnya aku bingung kenapa pak satpam menjelaskan semua masalahnya sejelas itu. Apa mungkin karena takut dikira penculik? Tapi dia kan memakai seragam satpam!

“Iya pak. Terimakasih banyak ya pak” Tante Winda mengajakku kembali ke mobil-nya. Di sana juga ada Om Heri dan Nofik dengan bola birunya.

Aku sudah terlalu lelah hari ini. Aku menyandarkan kepalaku di kaca mobil, melihat betapa ramai-nya tempat parkir Ragunan. Langit senja yang berwarna oranye menjadi hal yang kulihat terakhir kali sebelum akhirnya aku tertidur pulas. –END-

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

#ABC (Author BiCara)

Aku sedang dihadapi dengan sebuah diema! Dilema yang benar-benar tidak penting dan tidak penting juga untuk dibaca. Tapi, terserah kalo tetap mau baca atau enggak. Ini.. ehm.. mungkin bisa dibilang sebuah pengakuan. Aku sudah lama tidak menulis cerita, tapi aku pingin banget nge-post sesuatu di wattpad. Tapi hal yang bisa dipost di wattpad ini cuma cerita dan puisi!! Jadi, aku kerahin semua folder-folder cerita yang kupunya (kayak banyak aja sih-_-) di laptop dan di flashdisk buat nyari cerita-cerita terpendam yang bisa di post! Dan akhirnya ketemu!! And, this is it... My real experience. Cerita ini udah dilihat sama guru bahasa Indonesiaku buat nilai tugas bikin cerpen pengalaman pribadi.

Jadi, tolong dikomentarin yaa... Apalagi kalo ada yang punya kisah menarik di Ragunan atau pernah bahkan 'sering' ngilang dari orang dewasa wkwkwk silahkan sharing :D Maaf kalo ceritanya kependekan, banyak typo, banyak kata-kata yang kurang dimengerti dan banyak hal yang kurang berkenan. Namanya juga manusia, sering salah :)

Dari Author

Terpisah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang