Roger membukakan pintu penumpang untuk Sheana ketika mereka sudah sampai di kedai Lotus. Sedari tadi dalam perjalanan Sheana dan Danial saling bungkam entah kenapa.
"Terimakasih sekali lagi atas tumpangan mu." Ujar Sheana.
Danial mengangguk sambil tersenyum, "semoga hari mu menyenangkan dan sampai jumpa." Ujar Danial.
Sheana tersenyum tulus lalu turun dari mobil Danial, "Terimakasih." Ujar Sheana pada Roger dan Roger mengangguk lalu menutup mobil penumpang.
Tak lama mobil Danial pergi menjauh. Sheana kemudian memasuki kedai tempatnya bekerja.
"Sheana kau sudah datang?" Tanya Bethany yang sedang mengelapi meja.
"Iya. Apakah aku terlambat?" Tanya Sheana.
"Hampir saja karena masih ada sepuluh menit sebelum jam masuk." Jelas Bethany.
Sheana menghela napas lega, "baiklah, aku mengganti pakain ku dahulu." Sheana pun berlari ke ruangan loker karyawan.
Ia memakai apron berwarna coklat milik kedai itu. Di ambilnya cairan pembersih meja dan waslap untuk membantu Bethany membersihkan meja. Seperti biasa, sampai malam nanti Sheana akan berkutat dengan pekerjaannya yang melelahkan.
***
Kenan berdiam diri melamun pada jam makan siang sambil menatap jalan kota New York yang ramai dari ruangan kerjanya. Ia mencoba mengartikan dirinya sendiri.
Mungkin orang lain melihat Kenan adalah pria yang sempurna, namun jauh dari lubuk hatinya ia menyimpan sebuah ketakutan, ketakutan akan mencintai, yaitu mencintai seorang wanita. Kejadian pahit itu membuat Kenan tak percaya akan cinta. Ia hanya percaya pada cinta ayahnya saja yang begitu tulus dan tanpa batas.
Kenan sudah berusaha menyimpan rasa takutnya itu, namun ayahnya membuat ia mengingat rasa takut itu lagi karena membawa Keira di hadapannya. Entah dengan Keira ataupun dengan wanita lain, yang jelas untuk saat ini ia belum siap untuk mencintai dan berkomitmen pada suatu hubungan.
Tok...tok..
"Sir, saat ini jam makan siang, apa anda tidak ingin makan siang?" Tanya Jena sambil berdiri di ambang pintu. Wanita itu merapikan rambutnya berharap Kenan tertarik padanya.
Kenan membalikan kursinya lalu menemui wanita yang memakai rok sangat pendek dan riasan yang sangat tebal. Sekali lagi Kenan menghebuskan napasnya, lagi-lagi Jena...
"Tidak." Jawab Kenan skiptis lalu memutar kursinya kembali menghadap ke jendala besar.
Jena melongos ketika mendengar jawaban Kenan itu. Ia menelan ludahnya dengan susah payah. Tidakkah ia cukup cantik dan menarik? Tanyanya dalam hati.
Kenan dapat tahu jika Jena masih berdiri di ambang pintu, "kau bisa pergi Jena." Ujar Kenan dengan malas. Dengan segenap rasa malunya itu Jena meninggalkan ruang kerja Kenan.
***
Keesokan paginya Keira berlatih muay thai dengan pelatih yang mendatangi rumahnya. Ini sudah menjadi rutinitas Keira setiap minggunya.
"Okay, fokuskan serangan mu! Go!" Ujar Pietter pelatih muattai Keira.
Keira langsung menendang dan memukul sasaran yang berada di tangan pelatih itu dengan sekuat tenaga. Keira sudah lama menekuni olahraga bela diri ini, jadi kemampuannya tidak bisa diragukan lagi. Meski kelihatannya gadis itu sangat feminim namun ia memiliki segudang aktivitas olahraga.
Dalam seminggu ia bisa berlatih muay thai, phylates, dan pada akhir pekan musim semi biasanya Keira olahraga berkuda di perkebunan keluarganya.
"Keluarkan seluruh power mu!" Ujar pelatih itu untuk memompa semangat Keira.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Equino
Random-sequel of 'Mon Amour'- kau datang bagai hujan dikala kemarau kau sirami tanah tandus tak bertuan... kau datang bagai sinar di kegelapan mengusir seonggok bayangan yang menakutkan... kau datang dan mengingatkan jika masih ada hati yang ku kira suda...