BAB 1

95 6 0
                                    

Suara Adzan isya akhirnya mengisi kekosongan di antara mereka, Rafa segera mengubah posisi tidurnya menjadi duduk.

"Aku mau shalat isya dulu."
Helena menganguk mengerti pada Rafa.

Rafa bergegas pergi mengambil air wudhu, sedangkan Helena pergi duduk di Balkon Apartemen menunggu Rafa yang sedang bersujud kepada Tuhannya. Persahabatan ini sudah berlangsung selama 4 tahun sejak mereka SMP. Sekarang mereka duduk di bangku SMA, namun ada rasa yang berbeda yang di miliki Helena sejak satu tahun lalu, rasa yang membuat pikirannya tak henti memikirkan itu siang dan malam, rasa yang bisa menghancurkan persahabatan mereka yang sudah berjalan 4 tahun.

"Oh Tuhan kenapa rasa ini ada?"gerutunya.

"Rasa apa, Hel?" Sahut Rafa yang muncul dari balik pintu. Melihat itu Helena terkaget.

"Ya Tuhan, lo tuh ya suka banget ngagetin gue." seru Helena sambil mengerucutkan bibirnya.

"Ya maaf. By the way rasa apaan si, Hel?" Cibir Rafa lagi.

"A-a-anu enggak, itu rasa pare tuh kenapa harus ada pait. Huft. " Jawab Helena asal.

"Oalah ya harus ada dong. Kaya hidup aja ada manis ada pait kan? Kalau manis mulu eneg nanti. Hahaha." jawab Rafa dengan candaan.

"Iya ya. Hahahaha. Bener tuh kata lo. Kok gue gak kepikiran ya?" jawab Helena dan langsung tertawa bersama.

"Lagian lo ada-ada aja sih. Dasar sipit." Ledek Rafa lagi.

"Et rese lo, belo. Oh iya, sudah malem nih. Gue balik ya." Seru Helena dan langsung masuk untuk mengambil tasnya lalu keluar kamar.

"Gue anterin. Soalnya sudah malam. Tunggu bentar." Seru Rafa yang langsung mengambil kunci mobil dan langsung mengejar Helena.

Helena terus berjalan keluar tanpa memperdulikan Rafa. Ia Sengaja berjalan cepat agar Rafa tak mengetahui apa yang sedang direncanakannya.

"1..2..3.. Dooor. " Teriak Helena mengagetkan Rafa.

"Hahahahahaha. Enggak kena. Salah orang nih yee. " Jawab Rafa penuh tawa.

Helena diam dan memasang wajah khasnya ketika sedang kesal. Bibirnya ia manyunkan ke depan dan mendengus kesal. Rafa yang sudah tau kebiasaan Helena pun langsung mencubit pipinya dengan cepat dan pergi menuju mobil yang ia parkirkan tepat di samping pos satpam di area basement apartemennya.

"Kyaaaa. Rafaa.... " Berlari mengejar Rafa.

Rafa sendiri, dalam langkahnya menuju tempat di mana mobilnya terparkir, tertawa penuh kemenangan hingga tak terasa dirinya telah sampai di depan salah satu pintu mobil.

"Heh, Raf, awas lo ya!" Helena mengurangi intensitas kecepatan langkahnya. Gadis itu sepertinya tampak kelelahan. Selama melangkah mendekat ke mobil sahabatnya itu, dia membuka lebar kedua kelopak matanya dan menggerakkan kedua tangannya ke atas perut, bersedekap. "Gue pites, baru tau rasa, lo!"

Mendengar hal itu, sebelum Rafa masuk ke mobil bagian kemudinya, dia menyempatkan diri untuk menjulurkan lidah dan mengubah air mukanya menjadi konyol ke arah Helena. Berniat untuk mengejek.

Alih-alih merasa kesal, Helena justru mendengus geli seraya memutar kedua bola matanya malas. Sesampainya dia masuk ke mobil dan duduk tepat di samping Rafa, gadis itu membuka suara selaras tangannya mulai tergerak untuk menarik sabuk pengaman, "Lo ya, Raf, makin tua bukannya makin berwibawa, malah justru makin engga jelas."

Rafa menghidupkan mesin mobil, memasukkan gigi, melepas rem, lalu menekan pedal gasnya. Mobilnya pun dengan perlahan-lahan mulai merayap keluar dari basement apartment. "Oh, ceritanya seorang Helena Anastasya mau ngajarin Muhammad Rafa Andrian, nih?"

Unspoken FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang