Entah bagaimana ada beberapa objek yang datang...
Menciptakan garis melengkung setengah lingkaran...
Garis vertikal di bawahnya dan berakhir dengan tanda titik...
Kemudian sesuatu berporos begitu saja...
"Bagaimana olimpiadenya?" dia tiba-tiba saja ada di samping pintu saat aku keluar dari ruang aula.
"Lumayan sulit" sahutku di tengah-tengan keramaian peserta lain yang sibuk lalu lalang di depan pintu. Soalnya memang cukup sulit, pilihan jawabannya pun banyak yang mengecoh, toh deskripsi soalnya juga menggunakan bahasa Inggris.
Aku menepi bersamanya.
"Kenapa kau juga ada disini?" tanyaku karena rasa penasaranku belum terjawab.
Dia menoleh lalu tersenyum.
"Menurutmu apa?" rupanya dia menantangku dengan tebakan.
Aku terkekeh, sewaktu di mobil dia bilang tidak perlu bersama Safrina, dia sendiri sudah cukup untuk perwakilan, itu yang dikatakannya pada saat ia mengobrol dengan pak Zaid beberapa jam yang lalu.
"Aku tidak tau," gumamku.
"Tahun lalu kami memenangkan cerdas cermat, meski hanya peringkat ketiga, tapi hadiahnya tidak langsung di berikan pada saat itu" paraunya, dan kebiasaannya tetap saja terlihat, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Ternyata dia selalu disandingkan dengan Safrina, tidak hanya di sekolah, tapi dalam kompetisi-kompetisi juga, dan tidak menutup kemungkinan yang dikatakan Safrina itu benar, jadi wajar saja dia marah jika ada wanita yang lain yang tanpa sengaja satu meja dengan Alfath ketika di kantin.Aku berdeham.
"Kotak musik itu.." bola mataku menerawang tentang karakteristik benda dengan balerina yang ada di badan pianonya.
Alfath mengangkat sedikit alisnya, mempersilahkanku meneruskan bicara.
"Apakah itu milik Safrina?"
Dia tersenyum lagi, lalu menggeleng.
"Itu milik kekasihku, tapi bukan Safrina. Umur kotak musik itu sudah tua" dia menaikkan pandangan, seperti mengingat-ingat sesuatu, dan wajahnya agak sedikit getir.
"Aku minta maaf sudah menanyakan masalah pribadimu, aku ingin mengembalikannya, tapi kali ini aku lupa membawanya"
"Tidak apa-apa, simpanlah benda itu, kekasihku akan senang jika seseorang menyimpannya."
Aku mengangguk.
"Sepertinya aku harus mencari pak Zaid" aku mengalihkan pembicaraan lalu melangkah darinya.Dia tak bicara apapun setelah itu.
"Naumi?" teriaknya dari belakang. Dia memanggilku, kalau boleh jujur ini adalah pertama kalinya ia sebut itu, menyebut namaku.
Lantas langkahku terhenti dan aku membalikkan badan.
"Ada apa?" aku mempersilahkannya mengatakan sesuatu atau alasan mengapa ia memanggilku.
Dia tiba-tiba saja terlihat kaku, tangannya tidak lagi berada di dalam kantong celana.
Alfath menelan ludah. "Tidak apa-apa."
Hanya itu yang ia katakan dengan wajah dinginnya.
Aku kembali membalikkan badan lalu meninggalkannya, aku ingin menemui pak Zaid, aku ingin membahas soal olimpiade barusan, ada beberapa soal yang memang membuatku kewalahan, dan mungkin pak Zaid dapat memecahkannya.
*****
"Naumi, prestasimu bagus di sekolah, bapak harap kau akan membatalkan rencanamu untuk pindah sekolah itu," gumam pak Zaid sambil menyetir mobilnya, kami sedang dalam perjalanan pulang.
"Maafkan saya pak, sepertinya saya memang harus pindah" aku tertunduk, tertunduk karena terasa berat mengatakan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo love story
FantasyKecelakaan itu membuatku lupa dengannya,dan biru keungu-unguan ini membuatku lelah