Akashi is A

725 42 14
                                    


Tempat terbaik yang akan selalu kau kenang adalah tempat pertama kau dijatuhkan gelenyar aneh pertama kalinya pada lawan jenis. Hal yang serupa kualami beberapa waktu silam.

Ditempat ini aku selalu menyempatkan diri duduk dibawah pohon yang sangat rindang di kebun belakang sebuah yayasan tua di desa kecil tempatku tinggal. Dan ditempat ini, aku menemukan cinta pertamaku, si bocah berkepala merah itu.

Kebun belakang ini dipenuhi rumput-rumput yang menguning dan hanya terdapat satu pohon yang kokoh disana, ya hanya satu.

Tak banyak warga yang sering kesini, mengingat kebun belakang tersebut berbatasan langsung dengan jurang yang terjal lalu pagar pembatas yang mulai rapuh dan beberapa pagarnya pun sudah tak tertancap dengan baik. Mungkin mereka khawatir ketika kesini sedang bernasib sial lalu terjatuh dalam jurang dan menghilang, itu terlalu klise.

Aku tak pernah memandang tempat yang paling spesial untukku ini adalah tempat malapetaka. Aku menyukai ketika melihat matahari terbenam dengan posisi bersender nyaman pada pohon yang jaraknya hanya lima langkah dari rumah, eh jadi kayak dangdut. Maksudku dari pagar pembatas antar jurang dan kebun ini.

Uhh, sayang sekali tempat terindah melihat sunset malah ditakuti. Mereka menganggap tempat terbaik ini bahaya dan juga angker. Selama aku menunggu yang kutunggu kembali, aku selalu duduk didekat jurang dan tak terjadi apapun, aku masih bisa ketempat ini esoknya dengan riang. Begitu pula urusan makhluk halus, selama aku bengong-bengong disini hingga sore aku tak pernah merasa kehadiran mereka apalagi kemungkinan aku kesambet pun tidak tuh. Itu hanya ilusi mereka karna yayasan tua yang hampir lama tak beroperasi dan terbengkalai itu yang membuat kesan angker, tapi menurutku selama niat ku tak mengganggu sih tak apa.

Srak... srak...

Terdengar derap langkah seseorang yang menginjak rumput kering disini. Aku membuka mataku yang terpejam, menolehkan ke asal suara.

"Soyu-chan!!!" Teriak orang itu melambai ke arah ku. Aku membalas lambaian itu dan mengisyaratkan untuk menghampiriku. Ya, dia teman baikku Momoi Satsuki.

Aku bangkit, menepuk rok merah ku yang kotor akibat aku duduk tadi. Momoi menghampiriku dengan napas yang terengah.

"Ada apa? Tumben sekali kau berani kesini." Ujarku pelan.

"Tunggu. Jangan kau tanyakan apapun dulu, aku masih capek."

Aku menurutinya, membiarkan temanku itu mengatur napasnya yang tak beraturan. "Sudah belum?" Aku bertanya memastikannya karna tak mau menunggu lama, lebih tepatnya aku penasaran.

Ada hal apa yang membuat temanku ini rela datang mencariku ke tempat yang dipercayai malapetaka ini?

Momoi mulai tenang, "Aku bingung harus memulainya darimana. Ugh, bahkan aku tak percaya bisa kesini dengan sukarela hanya demi memberitahu mu."

"Langsung intinya deh, cepatlah." Aku benar-benar penasaran.

"Baik, baiklah. Kau sungguh rugi tidak melihat apa yang terjadi di balai desa. Semua warga bersuka cita karna di desa kita akan dibangun yayasan baru yang elit. Dan asal kau tahu, akan banyak murid pindahan dari kota yang akan ikut berpatisipasi disini. Ah dapat kau bayangkan bukan? Betapa tampannya para pemuda kota itu. Uhh aku harus selalu tampil cantik jika pergi sekolah nanti." Ujar Momoi antusias yang amat membara, aku hanya membalasnya dengan malas karna ini tidak begitu penting untukku.

"Soyu-chan, mengapa kau tak ikut bergembira? Semua remaja di desa akan menunjukan emosional mereka sepertiku. Kau ini aneh sekali." Ucapnya lagi ketika aku menunjukan wajah tak tertarik dengan bahasannya. Ternyata Momoi belum terlalu paham terhadap diriku.

Akashi Is ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang