Aku hanyalah manusia biasa. Aku pernah merasakan apa itu cinta. Aku selalu tersenyum miris bila mengingat kejadian itu. Cinta pertama ku, yang membuat aku merasakan getaran di dada, merasakan apa yang belum pernah ku rasakan, orang yang selalu membuat aku tersenyum. Itu dulu.
Sekarang entah dimana dia? Sedang apa? Dengan siapa? Aku tak tau lagi. Aku tak peduli, tapi hatiku tak bisa memungkiri.
Padahal sudah setahun tapi aku tetap tak bisa melupakan dia yang telah meninggalkanku.
"Shela... " Tiba-tiba seseorang menggoyangkan bahuku membuat tersadar dari lamunanku.
"Kenapa far?" kataku menaikan sebelah alis.
Sekarang kami duduk berdampingan berdua dipinggir danau, menatap matahari yang sebentar lagi tenggelam. Affar namanya, dia sahabatku sejak kecil. Dia orang yang hangat dan juga perhatian, dia selalu ada disaat aku membutuhkan.
"Mikirin apa?" tanyanya.
"Pasti lu lagi mikirin Dio lagi." Aku hanya tersenyum pahit sebagai balasannya.
Ada raut tidak suka diwajah Affar, lalu dia memandang ke langit senja yang indah. Affar memang tau cerita cintaku dengan Dio, Affarlah tempat aku mengeluarkan segala uneg-uneg yang ada.
"Lu masih aja mikirin dia?" affar masih tak melepaskan pandangannya.
"Masih suka kepikiran aja." aku menahan sesak didadaku.
"Shel, aku mau ngomong sama kamu" affar tiba-tiba menatapku dengan lekat.
Aku tersenyum geli saat Affar mengganti Lu-Gua menjadi Aku-Kamu, sudah lama sekali aku tak mendengar dia begitu, itu terdengar lucu ditelingaku. "Lu kenapa deh, far?"
"Gua serius." kata affar memutar bola matanya.
"Mau ngomong apa emang?" Aku tersenyum manis menatapnya yang kini sudah kembali memasang wajah serius.
"Shel, lu harus bisa lupain orang bodoh yang udah ninggalin lu, jangan jadi orang bego yang mau aja nungguin satu orang yang bikin lu sakit. Masih banyak yang sayang sama lu, orang yang lebih pantes lu pikirin." mataku terbelalak saat mendengarkan ucapannya, tak biasanya dia berkata seperri itu. Saat aku curhat kepadanya, dia hanya diam mendengarkan.
Aku menarik nafas panjang, "lu tau gua udah berusaha lupain Dio, tapi susah far. "
Affar menyentuh pundakku, menatapku dengan pandangan yang jarang dia tunjukkan, lalu dia berkata, "gua cuma pengen lu lebih ngebuka mata, biar lu ga kehilangan orang yang beneran tulus sayang sama lu."
"Siapa? Azka? Udahlah far, jangan mau disuruh-suruh Azka." Aku menyingkirkan tangannya dari tubuhku. Seorang Affar tidak pernah mengatakan apapun mengenai hubungan orang lain tanpa diminta, pasti ini ulah Azka yang memintanya. Akhir - akhir ini Azka memanglah giat mendekatiku. Beberapa kali aku mencoba membuka diri, tetapi hatiku masih bersama yang lain.
Affar bangun dari tempat duduknya membersihkan celananya yang kotor karena duduk tanpa alas bersamaku. Dia kemudian berdiri beberapa langkah dihadapanku, membuatkan sedikit menegakkan kepala untuk menatapnya. "Gua cuma pengen lu bahagia, shel."
"Makasih ya, far." Hanya itu yang dapat keluar dari mulutku yang dibalasnya dengan anggukkan dan senyum tipis.
"Oh ya, orang yang gua maksud itu bukan Azka." sejenak dia menarik napas "Tapi gua, Shel."
Degg... Affar melangkahkan kakinya, meninggalkan aku sendirian dengan berjuta tanda tanya dibenakku.
***
Hai... Hahaha sebenernya gua gak yakin mau nulis ini terus publikasiin di wattpad.
Ini cerita one shoot pertama gua, gak yakin tapi bismillah. Ini cerita udah lama banget, 2016.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suatu Senja
Teen FictionSenja memang indah, sampai-sampai terkadang aku lupa bahwa terdapat keindahan yang lain. Padahal seharusnya aku sadar, senja adalah sebuah fase pergantian. Fase dimana kita harus berhenti sejenak, dan memulihkan tenaga untuk waktu kedepannya.