Pertama

59 5 3
                                    

Pagi ini, dingin mengusik tidurku. Entah apa yang akan terjadi jikalau aku terlambat bangun, jendela kamarku terbuka lebar. Dengan hembusan angin kencang dan deburan salju yang memasuki kamarku, aku mendengus kesal karena dingin tak tertahankan.

"Hm.. Kurasa sebentar lagi akan ada badai salju. Kalau begitu aku harus cepat."

Kututup dengan segera jendela kamar, aku berlari menyusuri tangga menuju lantai bawah. Seperti biasa, lantai paling bawah selalu hening dan dingin. Perapian mati, kulirik stok kayu bakar yang ada. 'Aduh.. Bodohnya aku, bisa-bisanya aku tak ingat. Mana nanti pasti gk ada waktu buat nyari, sial!' gerutuku dalam hati.

--

Keseharianku sebagai murid di magic school membuatku sulit meluangkan waktu untuk berbelanja ataupun mencari kayu bakar dan sejenisnya. Ya, walau aku tahu bahwa kami tidak diberi batasan akan masuk ke sekolah jam berapa. Tapi sekali kami memasuki garis pemisah kami akan sulit untuk mendapat izin keluar. Bahkan kami seperti dikurung didalamnya.

--

"Hai Rury"

Sapaku pada kudaku satu-satunya dan yang paling mengerti perasaanku daripada siapapun. Dia berbulu putih bersih dengan tapal kaki berwarna hitam pekat, kulihat bulunya seperti putih salju yang sedang turun. Untungnya istal kudaku lumayan besar dan nyaman, sehingga kudaku tidak kedinginan sama sekali.

"Rury, siap untuk kesekolah?"

Tanyaku padanya sambil memberikan rumput hijau segar yang sudah kukumpulkan sebelum musim dingin melanda. Dia mengangguk seakan berkata 'iya aku mau'. Aku tersenyum, dengan segera aku menyiapkan segalanya. Tidak lupa mantel coklat kehitaman yang panjang dan cukup tebal menyelimuti seluruh tubuhku. Aku menaiki Rury, dan kami ber-2 mulai menerobos hujan salju pagi itu.

--

"Hai Lona, Apa kabarmu?"

Sapaan Mizoe atau Mister Zoe membuat konsentrasiku pada jalanan buyar, untung aku masih bisa mengendalikan Rury. Ya, Mizoe adalah salah satu guru yang sangat akrab denganku, dia paling membenci juga kata Mizoe yang menurutnya memiliki arti mie.

"Ah, iya Mizoe. Semua baik-baik saja."

Jawabku diselingi senyuman kedinginan. Mizoe tertawa kecil melihatku tersenyum kedinginan,

"Hahaha, Lona. Kau tak pernah berubah. Begitu pula sapaan 'mizoe'"

Tawa Mizoe setelah berkata begitu berhasil membuat wajahku menjadi merah. Aku tau maksudnya, dia sudah mengenalku sejak kecil. Sejak aku masih dikandungan juga dia tahu, dia adalah sahabat ayah dan ibuku. Dia sering sekali bermain denganku dan.. Ya aku tidak mau mengungkit lagi.

--

Rury sudah kumasukkan kedalam istal sekolah. Aku mulai memasuki gedung tempatku untuk belajar, kebetulan aku sedang ada pelajaran ramuan. Aku mendengus saat melewati hujan salju yang lebat, membuatku terasa beku di sekujur tubuh.

"Lona!!"

Teriakan seseorang yang tidak asing bagiku menggema di lorong sekolah, itu juga membuat beberapa orang tutup telinga karena kerasnya teriakan itu. Aku menoleh, yakin bahwa suara itu memanggil namaku. Benar saja, itu Rena. Sahabatku sejak pertama masuk ke sekolah ini.

"What's going on?"

Tanyaku padanya. Dia mengangkat satu alisnya, aku tau maksudnya.

Negeri Antara WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang