Awan gelap tutupi bumi pertiwi lagi, sepertinya akan turun hujan. Beberapa minggu ini, hujan selalu turun bahkan hampir setiap hari hujan menjatuhkan diri ke bumi, mungkin hujan lupa akan rasa sakitnya terjatuh.
Sesekali terlihat kilatan di langit kemudian di sambut oleh bunyi petir.Gadis itu mendorong sepeda berwarna hitam miliknya dari garasi. Ia hendak keluar rumah.
Ia menengadah ke langit, lalu tersenyum kecut.
Gadis itu menaiki sepedanya, dan mulai mengayuh pedal sepeda."Adley..." Teriak seorang wanita paruh baya dari dalam rumah, teriakan wanita itu membuatnya menghentikan mengayuh sepeda.
"Ya?" Jawabnya dengan berteriak pula.
Wanita paruh baya itu mengoyak tirai dan mengeluarkan sebagian tubuhnya dari jendela untuk melihat Adley "Ini mendung Adley, hujan akan segera turun. Kamu mau kemana lagi?"
Adley tersenyum "Mm.. Adley mau ke rumah Deryn kok Bunda. Disana Deryn dan Meyta sudah menunggu ku Bun. Ada yang harus kami bicarakan. Aku harus pergi sekarang. Dah" Jelas gadis itu cepat, tanpa membiarkan wanita paru baya itu menyela penjelasannya. Ia takut wanita itu menahannya untuk pergi.
Adley kembali mengayuh sepedanya keluar dari halaman rumah.Wanita itu mendecak "Hati-hati Adley, jangan pulang larut Ley" Teriak wanita itu sekeras mungkin.
Adley tersenyum "Baiklah Bunda" Jawabnya setengah berteriak.
-----Gadis itu mendayuh sepedanya cepat, Ia ingin segera sampai di rumah Deryn .
Sebenarnya rumah Adley dan Deryn tak begitu jauh, hanya dipisah oleh satu komplek rumah saja. Ia hanya akan melewati 2 persimpangan dan 2 gang kecil.Ia tahu bahwa Deryn dan Meyta sudah menunggunya. Karena sejak setengah jam lalu handphonenya sudah dipenuhi oleh panggilan tidak terjawab dan message dari Deryn dan Meyta. Dan sejujurnya Ia juga tak ingin tubuh nya di sentuh oleh hujan.
-----15:35 wib, Adley mendarat indah tepat di rumah Deryn. Ia mendorong sepedanya di beranda rumah Deryn. Hanya butuh 2 menit untuk sampai ke rumah sahabatnya itu.
Dan benar saja, Deryn dan Meyta sudah menunggunya sejak tadi.Deryn menggeleng "Apa bensin sepedamu habis Ley?"
"Aku..." Kata Adley terbata, Ia sedang mencari alasan yang tepat.
"Atau kamu lupa rumah Deryn? GPS mu error ya Ley?" Tambah Meyta.
Adley mengaruk kepalanya yang sebenarnya tidak terasa gatal "Aku..."
Deryn dan Meyta duduk mengapit Adley, mereka menatap Adley dengan mata penuh selidik sehingga membuat Adley semakin sulit mencari alasan.
"Hyiattty...." Teriak Deryn dan Meyta bersamaan dan mulai menggelitik Adley. Spontan Adley berteriak kuat. Ia tak tahan jika Ia di gelitik.
"Kamu keterlaluan Adley, kami sudah menunggumu sejak setengah jam yang lalu" Kata Deryn sambil menggelitik Adley.
"Ak...uuu.. Mintaa... Ma....af...
Ryn...." Teriak Adley"Kami menolak maaf mu..." Kini Meyta yang berbicara.
"Sungguh... Ak...uuu... Min...ta... Ma...af... Meyyy... Am..pun" Kata Adley terbata-bata. Ia mulai kehilangan oksigen.
Deryn dan Meyta saling bertatapan, lalu tersenyum puas.
Sedang Adley memperbaiki posisi duduknya lalu mulai mengatur nafasnya.
"Kalian ini tega sekali ya" Suaranya terdengar serak akibat banyak berteriak.Meyta menyipitkan matanya "Kami atau kamu Ley? Kami sudah menunggu mu sejak tadi, harusnya kam.."
Dengan cepat Adley menutup mulut Meyta dengan tangannya "Baiklah, aku minta maaf. Aku tertidur dan aku..."
"Tidak mendengar dering handphone ku" Lanjut Deryn dan Meyta bersamaan.
Adley tersenyum dan merebahkan kedua tangannya dan merangkul kedua sahabatnya "Ah, kalian sangat mengenalku ya, aku mencintai kalian"
Deryn mengernyit "Bukan, itu hanya karena kamu selalu memakai alasan yang sama"
Mereka saling betatapan dan tertawa bersama.
-----19:45 WIB, kini hujan benar-benar turun, bahkan deras. Berulang kali Adrey menyibak tirai jendela kamar Deryn untuk melihat hujan. Harusnya Ia sudah berada dirumahnya saat ini.
Deryn yang sedang tiduran diranjang memperhatikan tingkah Adrey. Ia mengerti kegelisahan sahabatnya itu.
"Kamu mau aku antar Ley? Aku ada payung" Tanya DerynAdrey menggeleng "Aku akan menunggu hujan reda"
Meyta juga tiduran di samping Deryn namun Ia tengah sibuk menatap smartphone nya.
Kini Deryn mengalihkan pandangannya pada Meyta "Kamu pulang jam berapa Mey?""Sebentar lagi Ryn, Bimo masih dijalan" Jawab Meyta tanpa mengalihkan pandangannya dari smartphonenya.
Adrey dan Deryn saling berpandangan.
Deryn mengerutkan keningnya bertanya pada Adley sedang Adley hanya mengerakkan bahunya ke atas pertanda Ia tidak tahu."Astaga.." Teriak Meyta, Ia menutup mulutnya. Ia keceplosan. Meyta menatap kedua sahabatnya yang kini menanti penjelasan darinya.
"Bimo itu..mmm.."Deryn kini memperbaiki posisinya "Kamu pacar baru lagi Mey?" Tanya Deryn tak ingin menunggu penjelasan Meyta terlalu lama.
Meyta menggeleng cepat.
"Terus apa Mey? Calon pacar kamu? Kamu itukan baru putus dari Sam dua hari lalu "
Meyta menggigit bibir bawahnya. Ia mencari kata yang tepat untuk membuat kedua sahabatnya ini mengerti.
"Kami hanya berteman, ya sejauh ini hanya berteman" Jelas Meyta meyakinkan. Ia tersenyum kecut. "Aku tak akan menerima dia tanpa ijin dari kalian" Lanjut Meyta. Ia mengangkat tangannya keudara , menempel jari telunjuk dan jempolnya.
"Kami hanya tak ingin kamu disebut wanita murahan Mey. Percayalah, ini demi kebaikanmu. Jangan berpacaran sampai akhir bulan ini" Kata Adley mengingatkan.
Deryn tersenyum lalu menggangguk setuju.
Meyta tersenyum kecut, Ia tak yakin dapat melakukan itu "Baiklah" Jawab Meyta akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are The Only Exception
RandomAdley hanya tahu bahwa Edgar adalah sepupu Deryn. Dan pertemuan pertama mereka dimulai ketika Deryn mengenalkan Edgar padanya. Namun, sejak Edgar pergi jauh darinya, tanpa alasan yang pasti Adley bersedia menunggu lelaki itu. Adley tak pernah merasa...