Chapter 14 - Consolation

5.8K 554 89
                                    

Anna POV

Aku menelpon Sassy dan memintanya menjemputku malam itu. Dia datang 30 menit kemudian dengan kecepatan super. Aku masuk ke mobilnya, lalu menangis. Ya, aku menangisi bedebah itu tapi untuk terakhir kalinya. Sassy diam saja, dia sangat mengerti diriku. Dia hanya memberiku tissue sesekali.

Dia tidak langsung menuju rumahku. Kami pergi ke Bukit Bintang. Dari tempat itu, kita bisa melihat pemandangan dan landscape kota Jogja dari atas. Lampu-lampu kota Jogja terlihat seperti bintang yang yang bertebaran dari situ. Sassy pun mencari tempat yang sepi dan memarkir mobilnya. Dia tahu aku tidak terlalu suka keramaian.

Setelah aku tenang dan berhenti menangis, akupun bicara padanya.

"Reno punya wanita simpanan", aku berkata lirih.

"I'm sorry to hear that Anna, that asshole doesn't deserve you! Now let's forget anything about him, you understand? No need me to kick his butt and cut his balls, right?", Sassy mencoba menghiburku.

"Hahaha, engga perlu bego, and makasih elo selalu ada setiap saat", aku akhirnya tersenyum dan memeluknya.

"No prob, we care each other allright. Gitu donk, loe cute kalo tersenyum, tapi gue lebih cute, ups, hahaha", Sassy membual dan tertawa sendiri.

"Eh, gimana kalo kita hang out di tempat Jomes", katanya melepas pelukanku.

"Oh yeahh, let's go, call him first"

Kami lalu segera menuju ke tempat Jomes. Dia sahabat kami dari SMA, nama sebenarnya adalah Joko. Tapi dia ini omes, otak mesum. Jadilah namanya Jomes a.k.a Joko Mesum. Lol.

Tapi gitu-gitu dia adalah seorang DJ Indie, plus bartender salah satu club di Jogja. Rumahnya adalah basecamp kami untuk clubbing dan minum-minum saat stress. Koleksi bir nya bejibun. So, we don't need to go to clubbing house, rumah Jomes lebih seru and private.

Sassy menelpon Jomes terlebih dahulu. Bisa di bilang Sassy sangat cocok lah dengan Jomes. Mereka berdua ratu dan raja mesum SMA kami. Setelah beberapa dering, Jomes mengangkat telponnya. Lalu kami loudspeaker biar bisa mendengar suaranya yang bisa bikin cewek klepek-klepek. Seksi abis.

"Oi banci, di mane lu? Di rumah apa mangkal?", Sassy bertanya sambil tertawa.

"Woy Nyi Pelet, masi dendam aje lu ama eyke gara-gara eyke colekin, haha. Iya di rumah, ke sini aja, eyke kangen nih ma kalian, sama Annie kan lu?"

Aku sontak tertawa mengingat kejadian di SMA. Sassy sering di tepuk pantatnya sama si Jomes dan pipiku di cubitin sewaktu tersenyum. Katanya dia gemes sama kami berdua. Kami bertiga sangat akrab dan sering hang out bareng walau beda kelas dan berlanjut sampai sekarang.

"Iya ama gue dia Jom, kami ke situ yah, 15 menitan", aku menjawabnya.

"Cuss gyh, eyke dandan dulu tapi. Eh bentar... lip balm mahal eyke ilang cyin, kampret", Jomes terdengar seperti mencari sesuatu di kamarnya. Dia ini agak metroseksual dan dia gay juga.

"Dihh, ntar gue pinjemin, elu siapin snack plus ramuan mutakhir lu sono, kita mau nge fly nih, see ya bences", Sassy berkata.

"See you ladies, emuuachh", Jomes menutup telponnya.

Kami berdua segera menuju ke rumahnya. Rumahnya seperti studio musik, dan kedap suara. Soalnya sewaktu berlatih nge-DJ, musiknya menggema gitu. Takut tetangga ikut ajeb-ajeb kalau tidak kedap suara. Hihi.

Roses and Butterflies (On Editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang