#1 Jamilah dan Toko

68 7 1
                                    


Barangkali hari ini adalah hari terburuk di hidup Jamilah, tapi bisa juga tidak. Bagaimana pun, suatu hari ia mesti menghadapi mati. Masalahnya, Jamilah belum siap. Ia menanggung satu balita di rumah dan satu ibu berusia senja. Kematiannya akan menjadi tajuk besar, sumbangan akan mengalir deras. Sebab ia akan mati tertembak dalam toko, sepertinya, dalam beberapa menit ke depan.

Mulanya Jamilah tidak menduga penembaknya adalah perempuan 'hamil' juga pelanggan terakhir di toko. Perempuan itu tiba di tengah hujan deras, tampak kuyu dan lelah dan memohon kalau ia boleh meminta minuman. Tanpa curiga Jamilah menyodorkan satu botol air mineral milik toko dan sebungkus roti isi. Pikirnya perempuan ini akan enyah, namun di balik perutnya yang menggembung besar dan berat, sebuah revolver siap memuntahkan pelor.

"Aku mau tempat ini tutup," kata si perempuan, "kamu harus tahu betapa menyulitkannya persaingan akhir-akhir ini."

Jamilah sempat membatin kalau perempuan ini salah sasaran, ia bukan siapa-siapa di sini. Gajinya delapan ratus ribu, sesekali bergantian dengan pemilik toko sungguhan di akhir minggu. Pemilik justru menghabiskan waktu lebih banyak di luar, sampai dua minggu yang lalu sebuah toko berjaringan resmi dibuka di dekat toko mereka. Ia ingat nyonya pemilik toko tersenyum agak pahit sewaktu pembukaan toko saingan mereka diikuti dentum dangdut koplo selama enam jam.

"Milah, kamu ada pikiran buat berhenti dari sini, nggak?" Jamilah kepalang kaget. Mana mau ia berhenti dari sini. "Nggak apa-apa kalau memang kamu mau berhenti. Bu Tarno yang jualan sembako aja udah mulai mikir apa baiknya dia tutup saja. Toko itu bikin nggak laku."

Jamilah yang cuma tamatan SMP langsung paham. Memang orang-orang langsung beramai-ramai datang ke toko baru. Warna hijaunya makin semarak di malam hari. Remaja-remaja mampir untuk sekadar membeli minum dan snack. Di minggu pertama toko tersebut buka, penjualan mereka benar-benar memburuk. "Paling nggak dagangan kita basinya lama, Bu," ujar Jamilah. Ia berniat menenangkan walau terdengar konyol.

Toko itu sudah buka dua minggu dan toko tempat Jamilah bekerja bukannya tambah membaik. Pada kesempatan-kesempatan tertentu beberapa orang mampir, katanya barang ini itu keburu habis karena banyak yang membeli. Katanya toko tempatnya bekerja punya stok tepung segitiga lebih baru daripada toko baru. Pelanggan memilih dan memilah, dan Jamilah senang ada mereka-mereka yang kembali, sampai malam ini ketika pucuk revolver mengarah ke dada.

Perempuan 'hamil' kembali angkat bicara, "persaingan kadang-kadang bikin orang kelihatan brengseknya." Sejurus ia berhenti. Ada selintas pikiran ganjil yang tiba-tiba menggerakkan insting dan rupa-rupanya, ini menjadi alasan segaris senyum timpang mendadak muncul. "Aku lupa sesuatu. Kenapa kamu masih di sini? Kamu tahu kan delapan ratus ribu nggak bakal cukup buat ngisi perut tiga orang?"

Tengkuk Jamilah berdesir. Ia mematung lama, lama sekali, betul-betul lama sampai perempuan 'hamil' tersebut menanggalkan senyum jelek, menurunkan revolver, lalu meninggalkannya di situ seraya berujar, "aku tahu, teruskan. Itu membuat kami senang."

Jam berdentang keras merujuk pukul sembilan dan kesadaran Jamilah mulai merangkak naik. Ia mengambil roti, susu, deterjen, makanan instan, sabun, dan obat-obatan. Semuanya dilesakkan paksa pada tas plastik besar. Jamilah sudah terbiasa melakukan ini sejak bulan keduanya; nyonya pemilik tak akan tahu berapa banyak barang yang sudah ia sembunyikan. Benar kata perempuan hamil tadi, delapan ratus ribu memang tidak cukup, maka ia memilih untuk mengutil dalam jumlah sedikit.

Jamilah mematikan semua lampu. Besok atau beberapa ia tak akan kembali lagi ke sini. Baru kali ini ia merasa agak sedih karena nyonya pemilik begitu baik dan naïf. Tas besar tergantung di samping badan dan ia siap untuk pergi lagi. Terakhir, sebelum ia sungguh-sungguh meninggalkan toko tanpa terkunci, Jamilah memakai topi merah muda, satu-satunya milik sendiri dan bukan hasil mengutil di suatu tempat. Tersanjung. Ha!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kamu, Dia, MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang