(Tanaya PoV)
Lagi, lagi, dan lagi tugas. Kelompok terus. Dan kelompok di buat secara bebas dan dengan santai Agham dan Mario memilih gue untuk sekelompok dengan mereka. Dan alhasil, tugas selalu di kerjakan di rumah gue yang selalu tidak ada orang di rumah saat siang kecuali bi Minah.
Hari ini lagi-lagi gue yang ketumpuan jadi tuan rumah. Saat sudah sampai di rumah, gue langsung ke kamar dan mandi untuk menyegarkan pikiran gue. Setelah itu, gue segera turun ke bawah menemui 2 laki-laki yang saat ini tengah asik bermain PS. Ya, gue memang sengaja menawarkannya daripada mereka bosan menunggu gue yang sedang mandi. Saat gue di bawah.
"eh, mau makan gak?" tanya gue saat mereka sedang asik bermain PS.
"gak usah makasih." Ucap Agham.
"kalo gak ngerepotin sih gapapa Nay. Hehe" jawab Mario dengan tatapan berharap diberikan makanan.
"yaudah bentar ya." Ucap gue lalu berjalan menuju dapur. Tak lama kemudian, gue dan bi Minah datang dengan membawa nampan yang berisi makanan.
"makasih, Bi." Ucap gue kepada bi Minah.
"iya sama-sama, Non. Oh iya Non, tadi bu Jihan telefon, katanya non Kirana gak bisa ke sini, mau anter pesenan sama den Nizar." Ucap bi Minah.
"oh gitu. Yaudah. Eh iya, ada pesen lagi gak dari ibu?"
"iya, tadi bu Jihan bilang katanya kalau den Abi hari ini pulang, di suruh ke rumah bu JIhan. Tapi bibi gak tau non ada apa." Ucap bi Minah.
"yaudah bi nanti saya telfon bang Abi. Makasih ya bi." Ucap gue kepada bi Minah kemudian meninggalkan kami di ruang tengah. Setealah bi Minah meninggalkan kami, gue mengambil HP dan chat dengan bang Abi.
Tanaya_raga : bang, td bi minah blg, kl abang pulang, di suruh ke rumah ibu.
AbiRG : ada apaan? Abang nnt sore plg ke rmh. Naik pswt jam 4. Tlg blg mang Ujang jmpt abang di bandara.
Tanaya_raga : dunno.. oke siap bos! Take care ya! ({})
AbiRG : thank u sista ({})
Setelah itu, kami bertiga pun makan. Seusai makan, kami mengerjakan tugas yang sebagian besar sudah di kerjakan oleh Agham. Beruntunglah gue sekelompok dengan cowo otak encer. Di tengah-tengah pengerjaan tugas, Agham meminta izin untuk ke kamar mandi. Saat itu pula, Mario mengajak gue berbincang.
"Nay.." panggil Mario dengan nada tak seperti biasa.
"ada apa Yo?" jawab gue sambil memperhatikan buku yang sedang gue baca.
"gue mau ngomong sesuatu sama lo. Boleh gak?"
"ada apa? Bilang aja." Jawab gue dengan santai lalu menutup buku dan memperhatikannya dengan saksama.
"gue sebenernya gak yakin, tapi gue rasa daripada ngeganjel terus di hati dan pikiran gue, lebih baik gue bilang sama lo. Nay, gue suka sama lo sejak kita dipasangin buat permainan saat MOS. Perasaan itu semakin lama semakin bertambah. Dan gue ga bisa nahan diri gue buat bilang, kalo gue sayang sama lo." Ucaoan Mariio berhasil membuat gue bungkam.
"ta—tapi Yo.." ucapan gue terbata-bata.
"gapapa bilang aja. Gue udah siap sama jawaban lo."
"maaf ya Yo, gue ga bisa balas perasaan lo. Gue tau lo tulus sama gue, tapi, yang ada di hati gue bukan lo. Gue minta maaf banget ya. Lo gak marah kan sama gue?" ucapa gue berhasil menusuk perasaannya. Dan juga tak sedetik pun gue melihat ke hadapannya. Gue tau saat ini gue sudah berhasil membuat perasaannya hancur berkeping-keping.
"engga kok, gue gak marah. Gue tahu yang ada di benak lo itu Agham kan?" ucapan Mario kali ini membuat gue diam seribu bahasa.
"eh? Emm.. bu—bukan kok. Bukan Agham." Gue menjawab dengan panic karena takut menyakiti perasaannya.
"gapapa Nay, jujur aja. Gue gak akan marah kok sama lo. Lo suka sama Agham kan?" tanyanya untuk meyakinkan jawaban yang gue ungkapkan.
Alhasil, hanya anggukan kecil dengan perasaan bersalah yang gue berikan. Gue gak berani menatap matanya sedikit pun karena gue yakin perasaannya sudah hancur. Setelah itu, gue memberanikan diri untuk mengatakan "maaf banget ya Yo. Bukan maksud gue mau nyakitin perasaan lo, tapi, itu perasaan gue yang sebenarnya. Kita tetep bisa temenan kan?"
"iya gak apa-apa kok. Tenang aja! You're still my best friend." Jawabnya dengan senyuman termanis. Gue melihat tampangnya dengan sedikit perasaan bersalah. Bersalah karena tidak bisa memberikan jawaban terbaik yang harusnya gue berikan.
"eh iya, gue cuma nanya aja sih. Tapi semoga lo ga ke singgung dengan pertanyaan gue" ucap Mario membuat gue bingung.
"apaan?"
"kalau misalkan Agham nembak Kirana, dan ternyata perasaannya di bales sama Kirana, sikap lo gimana?"
"yaudah mau gimanalagi. Gue ga akan ngejauhin Kirana. Gue bakalan ngedukung apapun itukondisinya. Walaupun sebenrnya hati gue bakalan hancur. Tapi, buat sohib gue,apapun gue lakuin." Ucap gue dengan sangat yakin.
well, sebagai permintaan maaf gue karena beberapa waktu lalu ga update cerita, gue kasih kalian sampe bagian enam belas. so, keep read my story! love yaa guys! :*
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesan Terakhir
Roman pour AdolescentsKirana, sahabat terbaik Tanaya harus mendapat cobaan-yang cukup- berat. Segala cara ia lakukan demi sahabatnya tersebut tanpa kenal kata menyerah. Akan tetapi, takdir berkata lain. Keadaan kini berbalik kepada Tanaya. Apa yang harus diperbuat Tanaya...