7

51 7 0
                                    

Masih dengan senyum kemenangan di wajahnya, Denia menatap ke arah Vano, dan Vano juga menatapnya, dengan tatapan bingung?

Denia mengambil bola yang telah berhenti di dekat tiang ring, lalu berjalan ke arah Vano. Laki-laki itu masih terdiam dengan tatap kosong. Denia melambaikan tangan putih kurusnya.

Vano tersadar dari lamunanya, "E-eh? Kenapa De?" tanya Vano,

"Lo lupa kita lagi tanding?" Denia berkacak pinggang.

"Eh iya ya? Yaudah ayok lanjut,"

Vano mengambil bola yang Denia pegang, bermaksud melanjutkan permainan mereka tadi, namun..

Krinng!!

"Shit!" umpat Vano kesal, Denia juga kesal ingin rasanya mencincang orang yang membunyikan bel.

Diikuti dengan sorakan para siswa yang tadi menonton pertandingan. Mereka berangsur bubar,

"Kita lanjutin lain waktu," Denia lalu memasang kacamatanya kembali lalu melangkah pergi meninggalkan Vano yang masih berada di lapangan.

•••

"Aaaa!!" Bintang, sahabat seperjuangan Vano, menutup telinganya.

"Lo kenapa? Udah mulai gila?" tanya Bintang yang lalu melepaskan telapak tangannya yang tadi tertempel di telinga nya.

"Gue bingung sumpah sama Denia," Bintang mengernyit, ikut bingung.

"Denia yang mana? Nerd cantik yang tadi lawan lo?" tanya Bintang lagi. Vano mengangguk.

"Emang kenapa dia?"

"Dia terlalu banyak menyimpan rahasia Bin," Vano menenggelamkan mukanya di lengannya yang telah menempel dimeja kantin.

"Rahasia? Rahasia gimana?" Bintang ikut menempelkan lengannya dimeja.

"Lo liatkan perubahan dia pas lepas kacamata sama ganti gaya rambut?" Vano mengangkat kepalanya, diikuti Bintang yang lalu mengangguk.

"Gue pernah liat dia di Cafe deket taman, penampilannya beda banget, ga pake kacamata, ga dijepang, jauh beda kaya biasanya, gue kira itu Denia, terus gue mikir, ga mungkin Denia kaya gitu, apalagi gue liat dia sama cowok ganteng, gantengnya tuh cowo ngalahin ganteng lo," Bintang meninju lengan Vano pelan.

"Gue gantengnya kaya Shawn Mendes gini, ga ada yang ngalahin gue." ucap Bintang seraya merapikan seragamnya, gaya 'songong' khas Bintang.

"Semerdeka lo ajalah Bin, lanjut. Gue liat cewe yang du Cafe itu senyum, manisssss banget. Dan tadi pas Denia senyum di lapangan, gue perhatiin senyumnya mirip banget, persis kaya senyum cewe yang di Cafe. Dan disana gue yakin kalo cewe yang gue liat di Cafe itu bener Denia." jelas Vano panjang lebar.

"Trus?"

"Ya artinya Denia udah nyembunyiin sosok bidadarinya dibalik kostum nerd nya itu. Dan kenapa dia harus ngerahasiaiin itu? Jangan-jangan dia punya lebih banyak rahasia lagi," Vano menunduk lesu, menatap sepatunya yang tidak menarik sama sekali. Bintang yang melihatnya mengernyit bingung, sejak kapan sahabatnya ini menjadi seorang yang ya, melankolis plus alay menye-menye.

"Trus kenapa lo mesti sedih? Hubungannya sama lo apa?"

Vano memutar matanya, "Makanya, jadi sahabat tu yang bener, jangan sibuk pacaran mulut sama Nanda,"

Bintang nyengir kuda, "Lo juga makanya jadi orang tuh jangan playboy banget, perasaan kemaren-kemaren lo normal-normal aja, tetep playboy cap mobil sedan, kenapa lo sekarang jadi penasaran banget sama Denia?"

"Au ah! Susah ngomong sama lo!" Vano lalu pergi meninggalkan Bintang yang masih duduk dengan muka kesalnya.

•••

"Denger-denger ada anak baru loh! Ganteng banget!"

"Seriusan?!"

"Iyaa, tapi masih ganteng aa' Vano kok."

"Namanya siapa?"

"Kalo gak salah Griel, iya bener, Griel."

Percakapan beberapa siswi di koridor terdengar oleh Denia. Ia tak tertarik dengan topik semacam itu, apalagi topiknya lelaki, dalam fikiran Denia, semua lelaki itu sama, sama-sama bejat. Termasuk ayahnya yang membuat ibunya meninggal dan menelantarkan Denia begitu saja, lebih memilih bersama jalang selingkuhannya.

Denia masuk ke kelasnya 11IPA2, semua mata memandang ke arah Denia akibat aksi tandingnya tadi bersama Vano. Tepat di meja samping Denia, terdapat Vano yang tak melepaskan pandangannya dari Denia, sama dengan seisi kelas.

Kenapa tuh anak? Ngeliat gue biasa aja kali.

Tak lama setelah Denia masuk, Bu Hanifah, guru Bahasa Indonesia sekaligus wali kelas 11IPA2 masuk, namun wanita paruh baya itu tak sendiri, ia masuk diikuti seorang siswa. Siswa itu sedikit menunduk, membuat Denia tak bisa melihat wajahnya.

Mungkin orang yang namanya Griel-Griel itu.

"Baiklah anak-anak, ibu bawa murid baru, silahkan perkenalkan dirimu?" siswa itu mendongak, membuat seluruh siswi berdecak kagum dengan pandangan memuja.

Berlainan dengan Denia, napasnya seakan tercekat, jantungnya berdetak lebih cepat, nadinya seakan berhenti berdetak.

Orang itu, orang yang membuat penderitaannya semakin sempurna, orang yang membuat semua harapannya sirna.

Dia kembali.

•••

Hayooo! Siapa si Greil itu?
Gue juga ga tau._. Gadeng! Masa gue yang buat, gue juga yang ga tau :v disini gue dobel update!

Penasaran? Tetep ikutin cerita Denia, jangan lupa Vote dan Komen! Hargain gue yang udah capek-capek nulis, dan setelah ini, gue ga bakal update sampe kalian ngehargain kerja keras gue dengan cara ngevote, gue gak maksa, paling cerita ini gue berentiin.

Tertanda,
Luke Hemmings Future Wife <3

DeniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang