5. Aku Selalu Ada

215 60 21
                                    

-Jacob POV-

Cinta itu apa sih?

Menurutku, cinta itu..

"AMBIGU."

Mempunyai lebih dari 1 makna. Kenapa? Karena cinta itu terkadang manis, terkadang pahit, terkadang penuh dengan tawa, dan terkadang penuh dengan tanda tanya.

Cinta perdanaku jatuh tepat ke dalam sebuah hati yang begitu gemerlap. Namun tahukan kalian? Gemerlap cahaya itu hanyalah sebuah sampul dari sebuah ruangan kosong. Penuh dengan kegelapan, kesunyian, tangisan, bahkan penuh jeritan. Aku merasakannya, aku bisa merasakannya.

Khadijah..

Wanita yang ku tunggu selama 10 tahun kini kembali hadir dalam hidupku. Aku tidak tahu engkau adalah sosok yang sama atau bukan. Aku tidak tahu engkau adalah sosok reinkarnasi atau bukan. Aku tidak tahu, dan aku tidak mau tahu tentang hal itu. Yang aku tahu hatiku telah tertaut padamu, Khadijah. Tapi entah mengapa semua berubah setelah aku ingin menyatakan perasaan ini padamu. Kini kau selalu menghindari ku. Apa salahku? Apakah engkau tidak mencintai ku Khadijah? Tapi mengapa? Selama ini engkau selalu baik padaku, selalu perhatian padaku, dan selalu tersenyum manis di hadapanku, bahkan kau marah bila wanita lain mendekatiku.

Apa karena aku tidak secerdas kakek buyutku? Ah itu alasan yang konyol.

***

Kring kring kriiing!!

"siapa sih yang nelpon? Belum kelar milih casing lagi." Aku berhenti dan mengangkat teleponku.

Dija? Dia udah gak PMS lagi? Syukurlah~

"Halo, Dija? Wah syukur deh kamu gak PMS lagi. Aku khawa.."

"Jacooob! Orangtuaku Jacob! Tolong aku!" Dijah menangis tersedu-sedu tanpa menjelaskan sepatah katapun.

"Halo, Dija? Kamu kenapa?"

"Halo, Dija? Kamu kenapa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tolong aku Jacob!"

"Baiklah, tunggu disana. 15 menit lagi aku ke rumahmu."

Tak menunggu lama, aku tinggalkan counter HP yang ku datangi tadi dan segera pergi ke rumah Dija secepat yang aku bisa.

Dija.. Kamu baik-baik sajakan? Tunggu aku disana.

-Sesampainya dirumah Khadijah-

Selangkah memasuki rumah Dija, aku melihat rumah yang berantakan. Seperti telah digeleda oleh orang-orang jahat. Disana aku melihat ibu dan ayah angkat Dija terbujur kaku di lantai dengan beberapa tusukan di jantung mereka. Dija tak kuasa menahan tangis dan amarahnya. Ia meratapi kedua jasad itu dengan air matanya.

"Apa yang terjadi? Siapa yang berani melakukan ini semua?"

"Omak.. Bapak.. Bangun.." Dija terus membangunkan mereka seakan tak terima akan semua yang terjadi.

"Dija, aku turut berduka atas kepergian mereka. Maafkan aku yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk mu. Aku menyesal." Dukaku meratapi kepergian kedua orangtua Dija.

"Ini bukan salahmu Jacob. Ini salahku. Aku penyebab semua duka ini. Aku tak pantas untuk hidup!" Dijah memukul badannya dan menyesali semua.

Aku berusaha menghalanginya untuk memukul dirinya sendiri.

"Sudahlah Dija, ini bukan salahmu. Takdir yang menentukan ini semua. Aku mohon tenanglah. Ikhlaskan mereka berdua. Apa dengan cara kau menyakiti dirimu sendiri mereka bisa kembali hidup seperti semula?" ku peluk tubuh Dija yang meronta-ronta memukuli dirinya sendiri.

Dija terus menangis dan perlahan bersandar di pundakku.

"Jangan pernah berpikir bahwa engkau sendiri di dunia ini, Dija. Masih ada aku. Panggil aku jika kau membutuhkan sesuatu. Panggil aku jika kau membutuhkan pundak ini untuk bersandar. Aku siap, dan aku akan selalu ada di dekat mu. Aku janji." Perlahan ku usap air mata yang membasahi pipi Dija.

Tak lama, polisi dan ambulance datang menyelidiki dan membawa jasad kedua orangtua Dija. Tak ketinggalan para menteri antar Galaksi hadir untuk memastikan kejadian yang sebenarnya.

"Untuk sementara jangan tinggal di rumah almarhum kedua orangtuamu, Dijah. Itu tidak aman untuk mu. Apakah kau punya tempat tinggal lain selain disini?" Menteri sosial bertanya kepada Dijah yang masih belum sanggup berbicara.

"Maaf saya memotong pembicaraan kalian, Buk. Nama saya Jacob Einstein. Saya teman sekelasnya, dan saya cukup dekat dekat keluarga mereka. Sekarang mungkin Dijah belum sanggup untuk berbicara. Izinkan Dija untuk sementara waktu tinggal di rumah saya."

"Baiklah kalau begitu. Tolong jaga dia baik-baik. Ini bukan pertama kalinya ia kehilangan orang yang dikasihinya. Jika suasana hatinya sudah membaik, kau boleh mengantarnya kesini." Jelas menteri sosial, Khofifah Indar P.

***

Aku pergi membawa Dija ke rumahku. Kedua orangtuaku setuju untuk merawat Dija dari luka hati yang ia alami saat ini. Aku senang kedua orangtua ku menganggap Dija layaknya anak kandung mereka sendiri. Dan aku bahagia Dija berada disini.

"Innalillahi wa innaillahi raji'un. Yang tabah ya nak. Ini adalah cobaan untuk kita semua. Semoga mereka tenang di alam sana. Jangan bersedih, mereka pasti gak suka kalau kamu terus menerus bersedih seperti ini." umi mengelus kepala Dija dan mengantar Dija ke kamar tamu yang sudah dipersiapkan umi untuknya. "Nah, untuk sementara kamu tinggal disini dulu ya. Umi akan suruh Jacob jagain kamu. Jangan sedih, kami semua ada untukmu, Dija." umi tersenyum dan pergi meninggakan Dija.

Hari demi hari berlalu. Sudah 100 hari semenjak kepergian kedua orangtua angkatnya ia tak pernah keluar dari kamarnya. Ia selalu merenung, merenung, dan merenung. Terkadang jika umi tidak membujuknya untuk mandi dan makan ia tak pernah melakukannya. Sesekali aku yang menyuapkan nasi untuknya.

"Dija, tolong jangan lakukan ini padaku. Aku mohon. Aku tak bisa terus menerus melihatmu menderita seperti ini." Ku tatap wajah Dija yang pucat dengan pandangan kosong.

"Untuk apa kau peduli padaku? Aku tak pantas menerima kebaikan darimu. Kau tahukan apa yang telah aku lakukan padamu, Jacob? Tapi mengapa kau masih peduli?" Wajah Dija masih terus menghadap keluar jendela.

"Kau ingin tahu Dija?" Ucapku perlahan.

Angin berhembus memasuki ruangan yang senyap ini. Langit kelabu menahan cahaya matahari, meredupkan ruang ini.

"Kau hanya akan menderita karena ku." Sahut Dija singkat.

Aku berjalan menuju balkon yang berada tepat di depan Dija. "Satu-satunya derita di dalam hidupku hanyalah kesedihanmu. Aku berjanji, aku akan menjaga dan melindungimu. Jangan takut untuk tidak bisa membalas ku, Dija. Aku mencintaimu. Apa adanya dirimu. "

"Walaupun aku seorang Whiteside?" Dija menatapku dalam.

To Be Continued~

Thanks for reading Readers :)
Ayo ikuti terus ceritanya dengan menambahkan cerita ini ke library kamu. Jangan sampai ketinggalan ya~ 😉

06-04-2016

-Sekar Ayunda-

LDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang