Suasana kelas XI-C hari ini tak berbeda dari hari-hari biasa, murid-murid sibuk dengan kegiatan rutin mereka saat tidak ada guru dikelas. Kaum cewek berkumpul dan bergossip seperti biasa, sementara kaum cowok berpencar kesana-sini, menjahili satu sama lain sampai naik-naik meja. Hanya Richie yang duduk diam dibangkunya. Seperti biasa, ia hanya akan duduk manis sambil membaca buku komik dibangkunya saat tak ada guru dikelas.
Rudi yang rutin berdiri didepan pintu kelas, berjaga-jaga jika ada guru yang akan masuk tiba-tiba berlari kedalam kelas. "Hoi semuanya! Bu Sihombing lagi jalan kesini!"
Semua murid panik berlarian kembali ketempat duduk masing-masing, hingga saling menabrak. Maklum, Bu Sihombing atau yang biasa dijuluki Si Bantet oleh anak-anak kelas XI-C adalah guru tergalak satu sekolah. Kemana-mana Bu Sihombing selalu membawa amunisinya, semacam karet bekas ban untuk mengeksekusi murid yang menurutnya melanggar aturan.
Bu sihombing dengan wajah juteknya berjalan memasuki kelas. Kali ini ada yang berbeda, dia tidak sendiri, dibelakangnya ada murid perempuan mengikutinya kedalam kelas dengan wajah takut-takut. Kaum cewek yang melihatnya spontan berbisik-bisik dengan rekan terdekat yang bisa mereka ajak berbisik.
"Eh, Si Bantet bawa siapa tuh? Kayanya anak baru deh." Dinda, salah satu siswi kelas XI-C yang terkenal doyan rumpi berbisik pada teman sebangkunya, Sinta.
"Iya, kayanya anak baru, deh." Jawab Sinta.
Kaum cowok tak berbeda jauh, mereka juga berbisik-bisik membicarakan murid yang dibawa Bu Sihombing.
"Woi, Richie. Liat tuh, Si Bantet bawa cewek cakep, imut pula." Ujar Fadil pada teman sebangkunya, Richie.
Richie hanya menoleh sebentar kemudian kembali fokus pada komiknya yang ia baca diam-diam dibawah meja. "Biasa aja."
"Lu gitu banget, sih. Gua mulai curiga lu Gay."
"Ya nggak, lah. Sembarangan."
"Lagian, segitu banyaknya cewek yang ngejar-ngejar lu, nggak lu tanggepin satupun. Sekarang ada yang cakep banget depan mata juga lu biasa aja."
"Semuanya diam!" semua murid dikejutkan dengan suara keras Bu Sihombing. Tak terkecuali Richie, ia segera menyembunyikan buku komiknya dilaci mejanya. "Anak-anak, hari ini kelas XI-C kedatangan murid baru pindahan dari Surabaya. Ayok, cepat perkenalkan diri kamu." Bu Sihombing berbicara dengan logat bataknya.
Murid baru tersebut berjalan kedepan kelas tepat ditengah-tengah agar terlihat oleh seluruh murid-murid disana. "Hai, nama aku Anita Liona, panggil aja Anita."
"Kok diem pada diem?! Jawab dong temen barunya!" Lagi, suara Bu Sihombing melengking keseluruh penjuru kelas.
"Hai, Anita." Jawab murid-murid dengan nada ketakutan.
"Yaudah sana, kamu duduk sama Hani dibangku nomer dua barisan paling pojok kiri." Pinta Bu Sihombing pada Anita.
"I-i-iya, Bu." Anita berjalan menuju bangku tersebut dan segera duduk diatasnya, bangku yang berada tepat didepan bangku Richie.
"Hai, nama lu Anita? Kenalin gua Hani." Sapa Hani teman sebangkunya sambil menyodorkan tangan kanannya.
"Hai, Hani. Iya, G-gue Anita." Jawab Anita ragu-ragu karena selama ini ia tak pernah menggunakan kata 'Gue'.
"Hoi, Rich. Dia duduk depan lu, tuh. Diliat dari deket lebih cakep ternyata." Bisik Fadil pada Richie.
"Hmmm." Richie hanya berdehem tak terlalu menghiraukan.
~~~~~~
Bel istirahat berbunyi, murid-murid berhamburan keluar kelas, sebagian masih menetap didalam kelas dengan alasan tertentu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot and Cold Richie (revisi)
Teen FictionAda kehangatan yang terselubung dibalik tebalnya bongkahan es. Dia sendirian, dia kesepian, mencoba bertahan dalam diam. Dia rapuh, mencoba sembuh tanpa penawar. Cinta datang, cinta menolong, cintalah sang tabib penyembuh, cintalah penawarnya.