"Nona muda, anda ingin sarapan apa pagi ini?" tanya seorang pelayan bercelemek hitam yang terus menatap sepatunya. Wajahnya sudah berkeriput dan rambutnya didominasi warna putih.
Gadis itu.
Gadis cantik berkulit putih dengan mata indah berwarna cokelat terang. Bulu matanya lentik dan hidungnya yang mancung. Serta bibir tipisnya yang berwarna merah muda alami melengkapi kecantikannya. Bahkan wajahnya yang halus jarang tersentuh make up.
Gadis itu mengalihkan pandangannya pada pelayan tua yang sedari tadi menunggu jawabannya. Ia tersenyum samar.
"Apapun yang kau buat akan kumakan" jawabnya lembut namun tegas.
Sang pelayan mengangguk kemudian berbalik menuju dapur tanpa mengangkat kepalanya.
Gadis itu menghela napas kemudian melanjutkan langkahnya menaiki tangga menuju ke kamarnya.
Sesampainya di ruangan yang luas dengan dominasi warna abu-abu itu, ia melepas jaket yang ia kenakan dan berjalan menuju kamar mandi. Ia membersihkan diri untuk menyegarkan kembali pikirannya. Tadi ia sempat melakukan olahraga rutin setiap pagi di halaman belakang rumahnya.
Cukup dua puluh menit untuk membasuh dirinya dengan air dingin. Ia membuka walk in closet untuk mengambil seragam sekolahnya. Setelah mengenakan seragamnya ia kemudian mematutkan diri di depan kaca. Setelah di rasa rapi, ia lalu menyisir rambut hitamnya dan membiarkannya tergerai. Ia menyemprotkan parfum dan sempurnalah penampilannya.
Gadis itu memakai sneakers hitam kesayangannya dan menggendong tasnya lalu turun ke lantai satu.
"Selamat pagi, Vezenia Caroline" sambut sebuah suara bariton yang berasal dari seorang lelaki berumur sedang menikmati sarapannya.
"Pagi, ayah" balas gadis itu-Vezenia sedikit membungkukkan badannya memberi hormat.
"Duduklah, kita sarapan bersama" ucap lelaki tua yang ia panggil ayah tanpa mengalihkan fokusnya pada makanan di depannya.
Venezia duduk tepat di depan ayahnya.
"Makanlah" ucap ayah Vezenia tanpa melirik Vezenia barang sedikitpun.
Vezenia mulai memakan makanannya dengan tenang. Kini suasana di meja makan sangatlah tenang. Mungkin ketenangan ini lebih bisa disebut dengan keheningan.
"Jangan tinggalkan pekerjaanmu, Vezenia" ucap ayahnya tegas.
"Saya tidak meninggalkan-"
Prang
Lelaki itu sengaja menjatuhkan piringnya. Ia menatap gadis di depannya dengan tatapan yang mengintimidasi. Namun gadis itu tetap tenang.
"Alasan apa lagi yang akan kau berikan Vezenia. Kau satu-satunya penerusku. Penerus dari Caroline Group" lanjutnya penuh dengan penekanan di setiap ucapannya. "Lanjutkan sarapanmu" ucap lelaki tua itu sebelum ia meninggalkan meja makan.
Vezenia masih di sana. Duduk diam sembari mengucapkan satu kata secara berulang, bagai jimat di dalam hatinya.
ibu... ibu... ibu...
---
"Pagi Vezenia!"
"Pagi princess"
"Morning"
"Hai Vezenia Caroline"
Begitu banyak sapaan yang diterima Vezenia pagi ini. Sama seperti biasanya. Namun ia tidak mau dikatakan sebagai orang yang sombong. Sehingga ia membalas sapaan mereka dengan senyum tipis.
"Hei" sapa sebuah suara lembut di sampingnya.
Vezenia langsung mendaratkan pantatnya di kursinya dan mengambil earphone dari saku roknya lalu menyambungkannya dengan handphone miliknya. Ia meletakkan kepalanya di bahu gadis yang duduk di sebelahnya dan mulai mendengarkan musik.
"Lo kena marah lagi sama paman Carol?" tanya gadis di sebelah Vezenia. Ia terlihat sudah biasa dengan keadaan Vezenia.
Vezenia mendengarnya. Ia mengangguk membalas perkataan gadis itu. Gadis itu, Carlissa, sepupunya juga sahabatnya.
"Stay strong, girl" balas Carlissa. Ia merasa tak perlu mencampuri urusan Vezenia. Ia yakin Vezenia bisa menyelesaikannya sendiri.
Vezenia menghela napas kemudian memejamkan matanya.
Tuk tuk
Vezenia terbangun karena suara ketukan di jendela sebelah kirinya. Ia kemudian berbalik melihat ke belakang. Vezenia mengerutkan dahinya ketika melihat wajah asing itu.
"Lo bawa bolpoin gak?" tanya lelaki berwajah manis itu cengengesan.
Vezenia kemudian mengambil bolpoin dari dalam tasnya dan menyerahkannya pada lelaki itu. Lelaki itu tersenyum lalu kembali fokus pada kertas ekskul di depannya.
Vezenia berbalik menatap Carlissa meminta penjelasan.
"Dia anak baru. Namanya Aziel Putra Lesmana" jelas Carlissa. "Keren ya."
Vezenia mencubit lengan Carlissa pelan tanpa mengubah ekspresi datarnya. Ia kembali menyandarkan kepalanya di bahu Carlissa.
Sebenarnya Carlissa cuma bercanda. Ia tau sepupunya itu paling tak mau berurusan dengan laki-laki. Vezenia bukannya acuh pada sekitarnya, malah ia bisa dibilang sensitif. Namun karena jarang berekspresi, apalagi dengan laki-laki membuat Carlissa paham dengan sifat Vezenia. Ia juga tau, sifat Vezenia ini tercipta karena ayah Vezenia.
---
Sorry part 1 nya pendek banget. Gapapa ya kan prolog.
Oh ya aku mau minta maaf soal cerita 'Sky' yang kehapus. Aduh gak sengaja kehapus beberapa bagian. Daripada ceritanya gak nyambung kedepannya ya mending aku hapus semuanya. Hehe
Sekali lagi maaf.
And this story, adalah penggantinya. So, selamat membaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
VEZENIA
Teen FictionVezenia masih di sana. Duduk diam sembari mengucapkan satu kata secara berulang, bagai jimat di dalam hatinya. ibu... ibu... ibu...