Prolog

32.1K 1.5K 20
                                    

Aku melihatnya

Dia tersenyum lembut kepadaku dengan kedua tangan terulur seolah ingin memelukku.

Wajahnya yang tampan, bersinar berseri tertimpa cahaya mentari pagi. Rambutnya yang coklat, terlihat berkilauan keemasan, tampak bergerak seiring hembusan angin lembut yang menerpa kami. Tangan mungilnya meraih jemariku, membawaku menikmati indahnya pemadangan di padang bunga tanpa batas di cakrawala.

Dia adalah bocah tertampan yang pernah aku lihat, senyum tanpa dosa di mulut kecilnya membuatku seketika jatuh cinta. Langkah kecilnya berlari mendekatiku, dan aku berlutut untuk menyambutnya ke dalam dekapanku.

"Mama...mama...mama" Ocehan bocah itu seketika membuat darahku berdesir. Aku memeluk tubuh mungil itu dengan perasaan membuncah, bahagia, pedih, dan tidak percaya.

"Sayang, kamu memanggil apa tadi?" Tanyaku sambil melepaskan tubuh mungilnya yang harum dari pelukanku.

Matanya sewarna madu pekat, mata milik suamiku. Anak itu adalah duplikat dari Edward, hanya saja dalam versi kecil.

"Mama!" Senyum menggemaskan dari pria kecilku membuatku kembali memeluknya.

Aku tidak mampu lagi membendung airmata yang kini mulai menetes di pipiku. Gemuruh rasa haru melanda dadaku hingga terasa sesak. 

"Kenapa mama menangis?"

Aku menggeleng sesaat, manakala lelaki kecilku memberontak dari kungkungan tanganku. Jemari mungilnya menelusuri kedua pipiku, mengusap air yang mengalir di sana dengan gerakan sangat lembut.

"Mama tidak boleh menangis, karena aku tidak akan selalu di samping mama untuk menghibur."

Mata bening itu menatapku dengan segala kesedihan.

"Tapi kenapa sayang?"

"Aku sayang mama."

"Jadi jangan pernah bicara jika kamu tidak bisa bersama mama."

Pria kecilku menggeleng hingga rambutnya bergoyang seirama tiupan angin. 

"Mama, aku harus pergi."

"Jangan tinggalin mama, sayang."

"Papa akan menjaga mama."

Aku makin erat memegang kedua tangan mungilnya, berusaha meraih tubuhnya kembali namun entah mengapa dia seperti begitu cepat terbawa angin. Dia semakin menjauh, melambaikan tangannya kepadaku yang masih saja menangis karena tidak mengerti dengan semua keadaan ini.

"Papa akan menjaga mama, adik akan menggantikanku di samping mama dan papa."

Bisikan itu serupa desau angin, namun serasa makin meremas jantungku.

Anakku telah pergi, dan aku tidak mungkin memilikinya kembali.

Mengapa harus dia, anak sekecil itu yang tidak mengerti apapun.

Mereka telah merenggutnya dariku.


09/04/2016


Hai aku datang dengan membawa cerita baru nih

Maaf ya baru prolog, in shaa allah secepatnya update jika ada yang minat baca cerita ini

jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komentnya ya






Dear, Sasi (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang