15 •||• Agregasi Memori

359 39 8
                                    

¹Choronú : Perhelatan akbar di Athyra, yang merupakan upacara pengangkatan pangeran mahkota secara resmi di hadapan Para Dewa, tanda bahwa putera mahkota sudah siap mengemban tugas sebagai Raja nantinya. Dilaksanakan tepat saat bulan purnama dan pangeran yang siap dinobatkan telah berusia matang. Pertama-tama dilakukan upacara sakral yang dihadiri keluarga kerajaan dan kerabat, lalu dilanjutkan dengan pesta yang dihadiri seluruh rakyat Athyra.

•||•||•||•

Dengan langkah concong, gadis itu melewati koridor istana. Meninggalkan jejak kagum beberapa pasang yang menatapnya. Tapi seolah tak mengetahui dan peduli, gadis itu lanjut melangkah dengan senyum miring. Lantai marmer istana yang berukir itu beradu dengan sepatu kaca mahal miliknya, menimbulkan gemeletuk yang berirama seiring dengan langkahnya.

Saat hampir berada di ujung koridor, iris mata abunya menemukan tiga orang lelaki yang sangat ia kenal. Dengan senyum sumringah yang terbit di bibir tipis sensualnya, gadis itu memekik.

“FHREII PANGERANKU!!”

Gaun merah darah rancangan desainer terbaik kerajaan itu melambai dengan elok kala sang empunya berjalan cepat menuju ketiga lelaki yang sedang memasang ekspresi jengah itu. Terutama Fhreii.

Helaan napas berbarengan terdengar kala gadis itu sudah berada di hadapan mereka. Wajahnya yang senantiasa dilapisi riasan itu terlihat begitu bercahaya, kontras dengan ekspresi ketiga lelaki di hadapannya ini. Dengan bibir melengkung ke bawah, Rava yang bersedekap itu menggerutu.

“Apa dosaku memiliki saudari sepertinya, Tuhan....”

Gadis itu mengerucutkan bibir merahnya ke depan. Lalu dengan manja  mengalungkan lengannya pada lengan Fhreii. Membuat pangeran mahkota itu memutar bola matanya malas dan memasang wajah jengah. “Aku hanya ingin bertemu dengan Fhreii, Rav! Kau protes saja!”

Rava menggeleng-gelengkan kepalanya, sedangkan Aldric yang berada di sebelahnya terkekeh geli. Adik kembar Fhreii itu pun mengalihkan pandangannya menatap gadis itu dari ujung rambut sampai kaki. Aldric bersiul. “Gaun yang indah. Kau cantik. Tapi, untuk apa memakai gaun semewah itu? Apakah Choronú¹ dimajukan ke hari ini, Galiena?”

Embusan napas kasar keluar dari bibir Galiena yang dilapisi gincu merah. Ia menjawab. “Aku ingin meminta pendapat kalian mengenai gaun baruku ini. Apa cocok untuk Choronú nanti?”

Fhreii melepas lengan Galiena yang mengalung manja. Ia menyelidik penampilan adik perempuan Rava itu dari atas sampai bawah lalu berdecak. “Hm, biasa saja.”

Iris abu terang Galiena melebar. Ia lalu memeriksa sanggulan rambut abu terangnya, gaun merah hingga sepatu kacanya. “Apanya yang biasa saja, Fhreii? Semuanya hasil rancangan terbaik di Athyra.”

Rava mendesah lelah. Aldric memasang senyum geli, paham betul akan maksud kakak kembarnya. “Kau dan semua benda yang kau sebut luar biasa itu. Ah, apalah itu, aku tak peduli namanya.” Fhreii memandangi Galiena geli, “semuanya biasa saja. Tak ada bedanya, selalu seperti boneka berjalan bagiku.”

Tawa Fhreii berderai, sedangkan Galiena sudah sibuk menggerutu sembari menghentakkan sepatu kacanya ke lantai. Sebuah kepuasan tersendiri baginya dapat membuat adik dari sepupunya ini kesal, karena ia tidak bisa langsung memarahi gadis genit ini jika ia bergelayutan manja padanya. Tentu Rava akan maju membela adik satu-satunya ini. Fhreii hanya bisa menikmati hiburan yang tersaji. Berharap  lupa sejenak akan masalah-masalah yang terus memberondongnya.

Aldric memandang kakak kembarnya yang sedang tertawa dengan geli, sementara Rava ikut menertawai Galiena.

Rombongan dayang istana melewati koridor yang luas itu. Seakan memiliki radar khusus, mata Aldric langsung memindai rombongan dayang yang memakai seragam merah marun. Mencari-cari sosok yang terus memenuhi pikirannya.

AeritysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang