Bab 17- Kehidupan Baru?

13.3K 914 10
                                    

Manusia pasti pernah melakukan kesalahan.

Tapi, tak sepatutnya kesalahan itu terus dibiarkan hingga menyebabkan luka.

Andira menguap lebar-lebar. Sudah 6 bulan lamanya ia tidak bertemu dengan Angga dan Angkasa. Tidak munafik, tentu saja Andira merindukan keduanya, tapi apalah daya Andira mengingat Angga yang mungkin sudah bahagia bersama dengan Aurora.

Pagi ini, seperti pagi biasanya, Andira akan bangun, membuat sarapan, mandi, kemudian berangkat bekerja. Rutinitas ini seakan menjadi teman Andira dikala kesendiriannya. Andira membuka kulkasnya dan tidak menemukan apa-apa di dalam sana selain beberapa kaleng minuman bersoda dan bir. Bir menjadi sahabat Andira ketika malam tiba dan rasa sepi menyergap.

"Kurasa, nanti sore aku harus pergi belanja." Ucap Andira pada dirinya sendiri.

Setelah siap dengan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk bekerja, Andira melangkahkan kaki keluar dari flat kecilnya menuju sebuah Cafe di mana ia mencari nafkah.

"Lombok memang tidak pernah sepi." Andira lagi-lagi berbicara sendiri. Ya, semenjak ia meninggalkan rumah Angga dan Angkasa, Andira memulai kehidupan barunya di pulau Lombok. Pulau yang tak kalah dari Pulau Bali ini memang menjadi objek wisata yang selalu ramai dikunjungi. Maka dari itu, Cafe di mana dulu Andira bekerja, memutuskan membuka cabang di dekat pantai Senggigi.

Andira masuk ke dalam Cafe melalui pintu khusus karyawan, ia hanyalah seorang waitress di Cafe ini. Pendapatannya tidak seberapa, namun cukup untuk membiayai kehidupannya yang sebatang kara.

"Hari yang berat akan segera dimulai!"

.

.

.

Angga mematut wajahnya di depan cermin. Ia melihat pantulan seorang lelaki dengan wajah kusut dan tak terurus. Terlihat sekali gurat-gurat lelah di sepanjang keningnya. Dalam waktu 6 bulan saja, Angga yang dulu gagah dan tegap menjadi sangat lesu.

Angga tidak menyalahkan siapa-siapa atas perubahan dirinya ini. Dialah yang bersalah atas semuanya. Dialah yang tidak bisa mempertahankan Andira untuk terus berada di sisinya.

Ah, Andira.

Nama itu selalu saja membuat Angga tersenyum dengan tatapan mata yang kosong.

Tidak semua rindu beruntung pada pertemuan,

Sebagian hanya tertahan pada doa.

-CHI via Kumpulan Puisi

Semuanya sudah tidak mungkin lagi. Bukan terlambat, melainkan tidak mungkin lagi. Jika terlambat, Angga masih bisa memperbaiki semuanya. Namun, kini sudah tak mungkin lagi.

Angga memutuskan untuk melupakan semuanya, semua yang pernah indah di hidupnya. Mungkin inilah takdir, roda itu berputar. Angga sudah mengalami masa-masa paling membahagiakan dalam hidupnya, dan inilah saatnya Angga mengalami masa terburuk dalam hidupnya.

Seperti kebiasaannya setiap pagi, Angga akan menghampiri kamar Angkasa dan menghirup aroma yang tersisa, berharap masih ada tawa atau tangisan bayi di sana.

Namun nyatanya, kamar itu selalu kosong.

.

.

.

"Halo calon suamiku. Aku tidak melihat ada sendal wanita itu di sini. Cepat sekali kamu bertindak."

Angga menutup matanya menahan emosi. Aurora selalu saja membuatnya marah, baik dulu maupun sekarang.

"Jangan sembarangan berbicara, Aurora!"

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang