Semuanya gelap, tidak berwarna.
Atau mungkin memang tidak pernah lagi berwarna selama ini?
Hidupnya hampa.
Bahkan ketika ia mengira masih ada harapan untuk melanjutkan hidup, harapannya seakan direnggut.
Dirampas.
Lantas, untuk apa lagi ia hidup?
Hatinya bahkan serasa diremas, ditusuk dengan ribuan jarum.
Perih dan sakit disaat yang bersamaan.
Nafasnya sesak, seakan ada yang mencekik lehermu dalam-dalam hingga kau tak bisa mendapat udara ke paru-parumu.
Dunia baginya terlalu keras untuk dijadikannya tempat berpijak.
Ada satu hal yang menjadi kegiatan wajib Jiyong akhir-akhir ini sepulang kuliah. Pergi ke rumah Ahri sekitar dari jam satu hingga Dokter Lee pulang. Tidak ada yang berani meninggalkan Ahri seorang diri, apalagi dengan keadaan Ahri yang kekurangan. Ditambah lagi penyebab Ahri seperti ini karena tidak ada satu pun orang dirumahnya.
Dokter Lee bahkan tak segan untuk menyewa pembantu sekarang, walau memang pembantu memang tak murah dan uangnya tidak cukup banyak. Namun demi Ahri, Dokter Lee akan melakukan semuanya.
Sampai sekarang pun baik Jiyong, Dokter Lee dan pihak kepolisian yang menangani kasus ini masih berpikir bahwa ini kasus perampokan dan penganiayaan. Tidak ada yang tahu bahwa kebutaan Ahri disebabkan oleh Daybi.
Ahri juga nampaknya tidak ingin membuka mulutnya tentang kebenaran yang sebenarnya. Gadis itu tetap ingin Eonnie-nya bebas, tidak perlu tersandung perkara apapun. Terlihat bodoh memang, namun Ahri hanya tak ingin Eonnie-nya kenapa-kenapa.
Jiyong, pria itu juga nampak berubah. Kalau dulu, mungkin dia nampak tidak tahu aturan dan tidak mementingkan kuliah namun saat ini ia berusaha fokus untuk kuliah. Pria itu mengubah hidupnya mungkin seratus delapan puluh derajat.
Kalau dulu, lulus dengan predikat yang baik bukanlah hal yang penting. Berbeda dengan sekarang. Jiyong harus lulus, bukan demi dirinya namun demi Ahri.
Jiyong harus lulus.
Memang, ia salah satu pewaris tunggal kekayaan kakeknya yang notabene pemilik kampus ternama yang salah satunya ia tempati tapi itu tidak mengubah apapun. Nasib Jiyong, berada dalam tangannya sendiri. Lagipula, Jiyong tak yakin apa keluarganya mampu menerima Ahri, gadis yang ia cinta, yang bukanlah siapa-siapa.
Ia belum berani untuk membawa Ahri ke hadapan keluarga besarnya. Ia takut, gadis itu hanya akan semakin menderita dalam hidupnya karena orangtuanya masih termasuk keluarga yang memilih-milih kerabat berdasarkan status dan kekayaan.
Jiyong hanya tak mau Ahri sakit, entah untuk keberapa kalinya.
Mungkin kalian bertanya-tanya, kenapa selalu Ahri? Bahkan ketika gadis itu tampak tak bisa membalas perasaan Jiyong sebagaimana Jiyong rasakan pada gadis itu, Jiyong berusaha bertahan.
Sekali lagi, Jiyong hanya merasa harus bisa meminjamkan bahunya untuk gadis itu bersandar. Dadanya, untuk gadis itu mencurahkan segala kesedihannya. Jiyong belum mampu melihat gadis itu bersandar pada bahu pria lain apalagi dada pria lain. Untuk membayangkannya saja, Jiyong tak mampu.
Kalau pun memang Ahri tidak bisa membalas perasaannya, Jiyong ikhlas.
Mencintai, bukan berati harus memiliki bukan?
Jiyong memutar pintu rumah Ahri setelah memutar kunci cadangan yang diberikan Dokter Lee sebagai akses Jiyong bisa masuk dan keluar kapan saja tanpa harus repot. Jiyong masuk ke dapur dan mendapati Yu Ahjumma sedang memasak makanan, entah apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLEASE, STAY [ BIGBANG FF]
FanficNO CHILDREN (NC) **info** BEBERAPA PART YANG MENGANDUNG UNSUR 17+ DIPROTECT, HANYA FOLLOWERS YANG BISA MEMBACA. cerita ini pernah di publish sebelumnya dengan judul yang sama. namun terjadi perubahan plot secara besar-besaran, tapi sama sekali tidak...