"Reversi, Ketika Duniaku dan Duniamu Dipertemukan"
Karya: Koga_Abarai
Hari ini aku berada di sampingmu, dengan menggenggam bunga ku serukan namamu, sembari mengingat tawa candamu didalam hati ini
Hari itu aku mandi keringat, dijemur di lapangan yang seluas lapangan basket, sambil bernyanyi lagu kebangsaan sekolah, setelah kegiatan orientasi selesai. Seluruh siswa tampak bersemangat, aku pun tidak kalah semangat dari mereka. Setelah penutupan masa orientasi selesai, kami semua dibolehkan pulang. Akupun langsung bergegas pulang dengan memakai sepeda pixy dengan warna hijau daun yang selalu membuat hati kembali sejuk disaat aku memandangnya.
Disaat aku ingin duduk, ada perempuan yang memanggilku. "Dri!!, tunggu" sahutnya dengan suara yang lantang, "Ya? Kamu siapa?" sahut aku keheranan, karena aku hanya satu – satunya murid dari SMP ku yang berhasil masuk SMA ini, dan akupun tidak punya kenalan satupun disini. " Kita belum kenalan ya?, aku Rina, sebetulnya kita sekelas,dan mungkin karena aku selalu kedapetan duduk dibelakang makanya kamu gak kenal aku.". "Nama saya Adrian, tapi cukup panggil aku Adri aja biar lebih akrab, kamu kenapa tadi manggil saya?" kami berdua berjabat tangan. "Sebetulnya ini bukan masalah penting sih, tapi aku sering lihat kamu pulang ngelewatin rel kereta, jadi... aku kesini mau minta nebeng sama kamu, boleh?". Air mukanya menampakan diri, terlihat kalau dia agak gugup dan malu – malu. "Boleh, berangkat sekarang juga yu? Soalnya aku juga ada keperluan?". "Eh.. Beneran? Makasih ya" akhirnya kita berdua berjalan bersama menyusuri hiruk pikuk dan panasnya asap Jakarta.
Hari pertamaku bersekolah akhirnya tiba, gerombolan manusia datang membanjiri lapangan dan menghilang dibalik kelas mereka masing – masing. Sekolah ini menggunakan system Barcode scanner yang tertera di ID Card setiap murid, mungkin peraturan ini agar tidak ada siswa yang melakukan "Penitipan Absen". Setelah masuk aku mencari tempat duduk dan kebetulan aku bersebelahan dengan Rani, tapi pagi ini dia masih belum datang. Menu pertama hari ini adalah matematika, entah karena aku bosan atau apa disaat pelajaran berlangsung aku selalu memandang pintu ruang kelas, mengharapkan Rani datang.
Waktu istirahat telah tiba, aku langsung menuju kekantin yang berada di depan mushola sekolah, konon katanya, hal yang paling menguntungkan di kantin ini adalah harganya yang terlampau murah alias bisa di hutang. Disaat aku membeli minuman aku di colek seseorang, ketika aku menoleh, ternyata itu Rani. Ia menarik tanganku dan mengajak aku ke tempat duduk di depan ruang guru, kami lalu berbincang banyak disana, dan dia memintaku untuk memberikan nomor Handphoneku, karena katanya dia bakalan sering gak masuk karena urusan keluarga.
Satu semester telah berlalu. Alhamdulillah nilai raportku semuanya diatas KKM, hubunganku dengan Rani pun semakin akrab, dan aku mencoba untuk menyatakan cinta padanya. Akhirnya aku membuat rencana untuk bertemu berdua di taman dekat rumahnya, tetapi dia menyuruhku bertemu di toko kopi dekat rel kereta api, ya mau bagaimana lagi, akhirnya aku menuruti permintaan dia, daripada rencana ini gagal?.
Akhirnya hari yang ditunggu tiba kita bertemu pada jam 18.30 sehabis Maghrib, suasana hari itu hanya ada motor yang berseliweran selang seling dengan jangka waktu 15 detik. Hari itu dia nampak cantik, dengan kaos lengan panjang dengan celana jeans dan tas selempang dengan aroma parfum bunga yang wangi membuatku lebih optimis untuk menyatakan cintaku padanya. Disaat kami saling diam, disaat suara motor terdengar jelas, disaat suara kipas AC saling bersautan, mungkin inilah saat yang tepat. "Ran? Aku mau meminta sesuatu" Aku maju membelah kecanggungan. "Iya?" Sahutnya dengan senyum tipis yang manis. "Kamu mau gak kita buat hubungan kita lebih dari sekedar sahabat?". Disaat aku mengatakan hal itu jantungku berdegup lebih kencang dari keadaan normal. "Maaf, aku gak bisa" Seperti ditonjok pemain tinju pro, dadaku terasa sesak dan tidak bisa berkata apa – apa, Rani terlihat menangis saat berkata maaf dan pergi meninggalkan tanda tanya dalam hati ini.
Jam sudah menunjukkan pukul 20.45 café itu sudah mulai ramai dipadati pengunjung, mungkin ini saatnya aku harus pulang, sahutku dari dalam hati. Aku langsung meraih kunci motor yang berada di saku ku dan beranjak ketempat parkir. Tapi saat aku membuka pintu masuk café ada seseorang yang menegurku, dan mengasihku struk pembayaran. Akhirnya aku sampai dirumah memandangi langit kamar sambil meratapi kejadian yang baru saja aku alami, sambil melihat struk pembelian yang mungkin adalah bekas kenangan terakhir antara aku dan Rani. Ketika aku mengutak – atik struk pembayaran itu, aku melihat barisan tulisan puisi yang tertulis di balik struk pembayaran itu, tidak salah lagi itu tulisan tangan Rani. Disana tertulis:
"Harta karun itu masih tersembunyi
Dibalik sana
Terpendam karam
Dibawah sungai
Berisi harapan kita"
Setelah aku membacanya barulah ada yang tidak beres dari Rani mengapa Ia membuat tulisan ini dan apa maksud dia memberikannya kepadaku? Dan dilanjut dengan ribuan pertanyaan di kepalaku dan terkumpul menjadi satu. Ada apa dengan Rani?Aku lalu mencari informasi dari teman sekelas, tapi mereka tidak tahu siapa itu Rani dan ada juga yang bilang mungkin itu hanya teman halusinasi-mu. Disitu aku hanya berfikir bahwa Rani pergi ke luar daerah dan merahasiakan kepergiannya dariku. Aku lalu mencari namanya di arsip siswa – siswi dari setiap angkatan. Aku pun terperanjat kaget, seakan tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Pada saat membuka arsip angkatan 2010-2011 disitu terpajang foto Rani dengan nama lengkapnya Rani Prawesti. Aku lalu mencari data tentang dirinya dan menemukan alamat rumahnya, setelah bel pulang sekolah bordering aku berencana untuk mengunjungi alamat rumahnya.
Setelah sampai disana aku melihat rumah komplek yang menurutku sangat mewah, aku lalu memarkirkan motor di depan pagar dan memencet bel di rumah itu. Selang 1 menit ada seorang bapak – bapak yang tidak terlalu tua, tinggi, dan rapih keluar. "Maaf pak permisi apa ini betul rumah Rani Prawesti?" Sapaku kepada bapak tua itu, "Kamu siapanya, Rani itu sud,..?". Entah kenapa mulut ini terasa gerah dan tanpa disengaja aku memotong pembicaraan bapak tua itu "Saya kenalannya pak". "Oke kamu boleh masuk". Setelah kita berdua masuk, bapak tua itu menyuruhku duduk di sofa ruang tamu. "Jadi ada perlu apa kamu datang kerumah saya?" Bapak tua itu mengawali pembicaraan. "Perkenalkan pak nama saya Adrian, saya kenalannya Rani sebelumnya bapak siapanya Rani?". "Saya ayahnya, apa yang membawamu kesini?". Aku lalu menyodorkan puisi yang bertuliskan tulisan tangan Rani. Sekitar 15 menit dia melihat tulisan itu, dan kemudian derai air matapun menetes membasahi pipinya, sambil terisak ia berkata. "Nak.... ambil sekop di.... taman, dan ikut saya ke mobil, cepat!".Hampir setengah jam kita berdua berada di dalam mobil dan sampailah ke tempat yang menjadi tujuan ayah Rani, tak kusangka ternyata itu adalah rel kereta api yang sering aku lewati berdua, dan yang lebih membuatku tak percaya bahwa kafe yang tadinya berdiri tepat didepan nya adalah pemakaman umum. "Nak, cepat kamu keruk berbatuan rel kereta yang berada dibawah kaki saya ini." Setelah beberapa menit ku keruk aku menemukan tas, boneka, gantungan kunci, foto, dan semua barang itu aku kenal itu semua milik Rani. Aku lalu memasukkan semua barang - barang Rani kedalam mobil dan kembali ke rumah ayah Rani.
Barulah semuanya diceritakan oleh ayahnya, Rani adalah anak yang manis dan pintar di SMA nya.
Dia selalu riang dan cerewet, tapi ada satu kejadian yang membuatnya depresi besar, kala itu hujan turun, seluruh keluarganya pergi ke acara perkawinan kakak pertamanya. Meninggalkan dirinya di rumah, karena ada tugas yang harus dikerjakan hari itu juga. Disaat perjalanan pulang mobil yang ditumpangi keluarga Rani mengalami kecelakaan. Sopir, istri, dan adiknya meninggal hanya ayahnya yang masih hidup tetapi dalam keadaan kritis. Om Rani langsung buru – buru menelfon Rani dan membicarakan apa yang terjadi. Tidak kuat menahan depresi Rani pergi terburu – buru dan disaat melewati penyeberangan rel kereta api, Rani menerobos palang dan kecelakaan maut pun terjadi, Rani meninggal seketika dan langsung dikuburkan di pemakaman sebelahAku tak kuasa menahan tangis, dengan dibaluti senyuman setelah mendengar ceritamu, Rani impianmu telah tercapai, harta karunmu telah ku gapai, tenanglah, dan tersenyumlah di alam mu.
Setelah aku mendengar semuanya aku pamit dan pulang. Ketika aku bersalaman, aku melihat bayangan Rani disebelah ayahnya sambil mulutnya bergerak pelan mengucap "Terima Kasih".
KAMU SEDANG MEMBACA
Reversi
General FictionCerpen: Lika - liku sebuah cerita tentang dua dimensi, apakah kematian dan kehidupan dapat bersatu?