Two : Grace

27 4 0
                                    

Grace membawa nampan berisi seporsi makanannya. Matanya mengedar pada seluruh sudut kantin sekolah. Mencari bangku kosong yang dapat dia duduki. Lalu matanya berhenti pada meja dekat penjual bakso. Ada sekumpulan anak kelas 11 disana. Dia menarik nafasnya panjang, lalu mengeluarkannya dengan perlahan. Kakinya mulai melangkah, mendekat pada meja yang dia tuju.

"Sorry, gue udah cari bangku yang kosong. Tapi ga ada, gue boleh duduk disini?" Tanya Grace dengan harap-harap cemas.

"Duduk aja, lagian kita udah selesai kok." Jawab anak perempuan yang berambut panjang. Lalu satu persatu dari mereka mengangkat nampannya masing-masing dan pergi meninggalkan Grace yang sudah duduk. Gadis itu langsung memasang earphone pada telinganya.

'Untung kita udah selesai. Lagian, siapa juga yang mau duduk sama dia?' bisik salah satu dari mereka yang masih sangat terdengar jelas di telinga Grace, karena Grace hanya memasang belum menyalakan lagu. Dia tersenyum sinis. Sudah sering diperlakukan seperti itu.

Dia segera menyalakan lagu dengan volume yang cukup keras dan menikmati makanannya. Duduk sendirian, terasa sepi pada keramaian. Itu sudah makanannya sehari-hari, mungkin lebih seperti makanan ringan yang bisa ia santap kapan pun dan dimana pun. Temannya adalah angin. Yang selalu setia mendengarkan semua keluh kesahnya. Walaupun tidak pernah memberi saran atau semacamnya, setidaknya angin akan membuat perasaannya lebih tenang.

Lalu, bagaimana dengan orang tuanya, thor?

Grace langsung tersedak, dia segera meraih segelas jus jeruk dan meminumnya. "Ga usah dijelasin, author. Baca terus ceritanya, biar kalian tau kehidupan seorang Gracia Nagendra kek apa." Jawab Grace dengan nada sarkastik.

Selesai makan, dia langsung menyerahkan wadahnya pada sang penjual makanan. Dengan earphone yang masih terpasang, dia melangkah dengan santai. Sambil sesekali mengalunkan lagu. Dia tau sedang ditatap seperti itu oleh siswa-siswi disepanjang koridor, dia tau banyak bisikan-bisikan tidak jelas yang keluar dari mulut mereka.

Sesampainya dikelas, grace mendapat kabar dari teman sekelasnya jika hari ini pulang cepat. Dikarenakan guru-guru ada rapat ddengan Dinas Pendidikan. Gadis itu menanggapinya dengan senang hati, tapi tidak dengan ekspresi. Dia langsung menyambar tasnya dan pergi. Meninggalkan sekolah dengan kehebohan anak-anak yang senang dipulangkan dengan cepat.

Malas melewati pintu gerbang sekolah yang pasti sudah dipadati oleh anak-anak yang ingin segera pulang. Grace memutuskan untuk melewati pagar belakang sekolah. Dia melemparkan tasnya melewati pagar dan melompatinya.

***

Gadis itu membiarkan angin menerbangkan helai demi helai rambut coklat bergelombangnya. Lalu sesekali tersenyum karena merasakan geli oleh hembusannya. Dia mengambil sebuah jaket abu-abu dengan tulisan 'freedom' di punggungnya dari tas sekolah, lalu memakainya. Semua orang tidak akan ada yang tau kalau dia adalah murid sekolah Binusvi. Mereka hanya berpikir kalau Grace hanyalah murid SMA, entah dari sekolah mana.

Jarak dari sekolah hingga ke rumahnya, sedikit jauh. Tapi gadis dengan rambut coklat bergelombang sebahu ini lebih senang jika harus berjalan kaki, atau sekedar naik angkot untuk satu kali. Berlama-lama di luar rumah lebih menyenangkan daripada harus berdiam diri di dalam rumah dengan segala fasilitas yang sudah ada.

Grace membuka pintu utama rumahnya, tepat dihadapannya berdiri seorang laki-laki paruh baya. Grace tidak menghiraukan seseorang dihadapannya, dia langsung memasuki rumah dan melewatinya begitu saja. Mendengar laki-laki paruh baya itu memanggilnya, grace pun berhenti.

"Kok pulang cepat? Kamu bolos lagi ya, Grace?" Tanya laki-laki separuh baya itu.

Grace menarik nafasnya perlahan, menahan sesuatu yang ada pada dirinya. "Bisa ga sih, sekali aja ga mikir yang negatif sama saya? Lagipula, anda tau apa tentang saya?"

"Gimana ayah ga mikir yang negatif tentang kamu? Kamunya aja selalu berbuat yang negatif." Ujar laki-laki paruh baya yang menyebut dirinya ayah itu.

Sedang tidak ingin berdebat dengan ayahnya, grace segera menuju ke kamarnya. Meninggalkan ayahnya yang sedang menatap tajam ke arahnya. Gadis itu segera menghempaskan tubuhnya ke atas kasur, menumpahkan semua kekesalannya pada alas empuk itu. Matanya menatap langit-langit kamarnya yang bercorak langit malam. Cat hitam dengan hiasan bintang-bintang kecil hasil karyanya dulu.

Gracia Nagendra

Gadis yang senang sekali tertawa, bahkan pada lawakan receh sekalipun. Gadis yang senang menatap langit. Bagaimanapun keadaannya. Tapi itu dulu, Grace pada saat masih kecil. Grace pada saat ini adalah gadis pecinta warna gelap. Gadis yang sangat senang dengan langit malam, kesenangannya ini muncul sejak 10 tahun terakhir. Gadis dengan julukan RTE. Ratu Tanpa Ekspresi ini sangat senang dengan apapun yang berbau gelap.

Setidaknya gue bukan abu-abu, pikirnya. Abu-abu itu labil, tidak jelas. Mau dibilang hitam juga tidak, mau dibilang putih juga tidak. Setidaknya gue pasti, tambahnya lagi. Pasti akan warnya hitamnya. Pasti tidak akan berpindah warna, karena dia menyukai hitam. Gelap. Sama seperti hidupnya.

Side of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang