Senin, hari selain malam minggu, dimana pelajar mengharapkan hujan turun dengan derasnya. Jika tidak, mereka akan merasakan sengatan matahari, betis yang serasa kaku karena terlalu lama berdiri, juga omelan guru piket yang berada di tengan lapangan.
Jadi, disinilah Denia dan Vino, didalam kelas, menikmati AC yang suhunya 16°c, sangat dingin dibandingkan lapangan sana. Ya, Vino dan Denia tidak mengikuti upacara, Denia yang berpura-pura sakit dan Vano yang izin untuk menemani Denia.
"Gimana keadaan ayah lo?" Vano memecah keheningan,
"Cukup baik dibanding kemaren, alat bantu pernafasannya udah dilepas, kata dokter, ayah gak butuh lagi," ujar Denia seraya tersenyum manis.
"Syukurlah,"
"Van, udah buat Pr Kimia dari pak Anton?" Vano mengangguk, sekejap muncul senyum manis dengan mata berbinar dari Denia.
"Kalo gitu pinjem dong!" Denia melebarkan matanya, menggenggam tangannya seraya memohon, "Plissss.." gadis itu mengeluarkan ekpresi puppy eyes.
"Oke! Gue nyerah, ambil aja di tas, gak tahan sumpah ngeliat ekpresi lo, udah kaya orang nahan berak," Vano tertawa, Vano berbohong saat ia berkata wajah Denia seperti orang menahan buang air besar, kenyataannya sebaliknya, Vano tak tahan melihat betapa imutnya wajah gadis disampingnya ini.
"Ah elo Van, bilang imut kenapa sih?" Denia cemberut, membuat Vano tertawa makin keras, "Hoi! Pelanin dikit! Ntar guru pada denger," Denia berbisik menegur Vano,
"Iya iya, udah tuh ambil peer nya di tas gue," Vano menunjuk tasnya. Denia lalu berjalan kearah yang Vano tunjuk, membuka tas Vano dan mengambil buku tulis yang ia yakini adalah buku Kimia.
Denia membuka buku itu, dan benar, itu adalah buku Kimia. Gadis itu, dengan jahil membuka bagian belakang buku Vano, Denia terkejut bukan main, terlihat, di selembar kertas itu, lukisan wajah Denia yang menyamping. Denia yakin itu digambar saat dirinya fokus pada guru yang sedang menjelaskan.
Kedua ujung bibir Denia tertarik keatas, Vano yang melihat Denia yang sedang senyam-senyum menghampiri Denia,
"Lo kenapa De?" Dengan cepat Denia menutup buku itu,
"Gak ada apa-apa Van."
"Gue ke kantin ya?" ucap Denia lagi.
"Lah, ga jadi nyalin peernya?" Denia menggeleng,
"Nanti aja!"
Vano yang masih penasaran mendekati buku tulis Kimia nya, tiba-tiba ia teringat lukisan wajah Denia yang ia buat beberapa minggu lalu, dengan cepat Vano membuka bagian belakang bukunya.
Benar saja, disana, lukisan Denia terpampang indah.
"Astaga gue lupa! Pasti Denia ngeliat ini!" Vano menepuk keningnya.
•••
"Bik, baksonya satu ya, sama es jeruknya juga satu," ucap Denia sambil merogoh sesuatu di sakunya.
"Siap Neng Denia!"
"Nanti anter ke meja yang di sana ya Bik," ujar Denia sambil menunjuk meja paling pojok, "ini uangnya, makasih bik Inah." Denia tersenyum lalu berjalan ke meja yang tadi di tunjuknya.
"Hai De." Denia yang tadinya sibuk dengan benda tipis di tangannya mendongak, terdapat seorang laki-laki, Nathan. Rupanya upacara telah selesai. Denia mengedarkan pandangannya, beberapa anak terlihat dikantin dengan muka lesu serta keringat yang bercucuran membasahi baju mereka.
"Hai."
"Emm, gue denger ayah lo masuk rumah sakit ya?" Denia mengangguk, Nathan lalu duduk di kursi yang berada di depan Denia.
"Hmm." gadis itu masih fokus dengan handphonenya,
"Gue titip salam ya, bilangin cepet sembuh."
Lagi-lagi Denia hanya menjawab, "Hmm." tanpa menatap Nathan didepannya.
"Oh iya, nanti lo pulang sama siapa De?" Nathan menatap Denia yang kini telah berhenti dari kegiatan bermain handphonenya.
"Sam-"
"Sama gue." Denia dan Nathan menoleh ke samping, Vano, berada di samping meja lalu beralih duduk disamping Denia.
Nathan yang sangat tidak suka akan kehadiran Vano kemudian berdiri dari tempat duduknya.
"Gue balik ke kelas ya De," Denia mengangguk. Tak lama, punggung lebar Nathan menghilang dari pandangan Denia.
"Akhirnyaaa, makasih ya Van," Vano tersenyum, "padahal dia baru aja dateng, tapi gue nya udah risih deluan," Denia terkekeh diikuti Vano dengan Kekehan gantengnya.
"Eh De, ikut gue yuk!"
"Kemana?" Denia mengernyit.
"Ikut aja dulu."
•••
"Yah Van, ngapain sih ke Rooftop lagi?" keluh Denia sambil membungkuk lesu,
"Aelah, nurut aja kali De."
Denia menghela napas panjang, "Jadi, lo mau apa?"
"Gue bakal ngulangin kata-kata gue kemaren," raut wajah Vano mendadak serius.
"Lo inget kan pertama kali gue ngeliat lo di Rooftop? Disini lo duduk sambil mandang ke bawah, saat itu gue bingung, kata lo mau ke perpus, ternyata lo malah ke Rooftop. Terus, pas lo kesel sama gue di taman, gara-gara gue manggil lo Nerd mulu," Vano terkikik,
"Sori ya buat yang waktu itu, nah De, dari sana lah gue sadar kalo..
Gue tertarik sama lo, gue hobi ngikutin lo, dan..
Gue sayang sama lo, gue suka sama lo bukan-gue cinta sama lo."
Denia terdiam, menahan semburat merah dipipinya. Perutnya bak dipenuhi kupu-kupu yang berterbangan.
"So, would you be my girlfriend?" Vano lalu mengeluarkan setangkai mawar dari balik tubuhnya. Hei? Sejak kapan Vano membawa mawar itu?
"Jawaban lo?" gadis itu masih terdiam, iris hitamnya menatap Vano. Kini iris itu dihiasi air bak kaca yang melapisi mata itu.
"Vano peak!"
•••
Vano peak! Emang bener peak! Eh tapi, Vano Peak kenapa?
Denia: au ah thor, Vano gajadi peak, lo aja yang peak!
Author: lah? Kok malah jadi author?
Denia: Bomat! Gelap!Jangan lupa Vote sama Komen!
Tertanda,
Luke Hemmings Future Wife <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Denia
RandomDenia termasuk golongan nerd di sekolah nya. Namun, dibalik sikap culun dan anehnya, Denia menyimpan rahasia. Rahasia yang sangat bertolak belakang dengan kehidupan sekolahnya. Tapi apa jadinya jika tiba-tiba Devino Pradipta si Populer SMA GN yang t...