Chapter 4: Fight Again

1.2K 124 5
                                    

Besok lusanya, aku, Kirito juga Kaneki pergi kekantor JIDA atas permintaan dari Kureto, untungnya aku sudah dinyatakan sembuh total oleh dokter dan mereka mengijinkanku untuk kembali menekuni aktifitasku.

"Apa aku harus menemanimu ojouchan?." Tanya Kirito begitu aku sudah keluar dari mobil.

"Tidak usah kamu disini saja bersama Kaneki, dan ingat apapun yang terjadi pada kalian nanti tetaplah bertahan." Ucapku pada mereka berdua yang ditanggapi anggukan kepala oleh mereka.

Segera saja aku masuk kedalam gedung, tapi langkahku terhenti saat melihat Guren berdiri dipintu masuk sambil menyenderkan tubuhnya. Dia menatap kearahku begitu aku berdiri tak jauh darinya.

"Aku dengar kalau Kureto memanggilmu." Ucap Guren mendekat kearahku.

"Aku tak menyangkah kalau kamu mengetahuinya, apa kamu menstalk ku?."

"Tidak aku mendengarnya dari Shinya, tapi apa kamu tak apa?, dia bisa malakukan apapun padamu." Ucap Guren menatap khawatir padaku yang aku tanggapi dengan senyuman.

"Tenang saja, lagian aku tak takut padanya karena aku sudah pernah mengalahkannya, dia tak tau sedang berhadapan dengan siapa." Jawabku menepuk pundaknya lalu tersenyum kearahnya.

"Aku mengerti, tapi ingatlah untuk tak terpengaruh apapun yang dia katakan."

"Tanpa mengatakannya pun aku sudah tau, sudah ya." Aku segera pergi menuju lift yang membawaku kelantai dimana Kureto mengundangku.

Sesampainya disebuah pintu yang lumayan besar, aku membuka pintu itu juga keadaannya cukup gelap. Pintu itu tertutup secara otomatis dan sekarang dihadapanku sudah ada vampire berpakaian serbah putih dengan rantai mengikat tubuhnya menatapku dengan pandangan lapar. Menghela nafas, aku menarik pedangku lalu mengayunkannya kearah vampire yang bersiap menyerangku, membelanya menjadi dua dan vampire itu secara otomatis berubah menjadi debu.

"Kamu ingin bermain-main denganku Kureto-san?." Tanyaku begitu lampunya dinyalakan dan didepanku sudah ada tiga orang, Kureto, Shinya serta seorang wanita bersurai kuning, kalau tidak salah namanya Sanguu Aoi.

"Tidak, aku hanya ingin mengetes apa kamu seorang penghianat atau bukan Rexachan."

"Kalau aku seorang penghianat aku pasti sudah membunuhmu waktu itu." Jawabku memutar bola mataku bosan.

"Hee kamu lucu sekali Rexachan, baiklah sebaiknya kita mulai saja wawancaranya, tapi pertama-tama ijinkan aku mengetes kemampuan pedangmu sekali lagi, tolong jangan aktifkan sihirnya." Ucap Kureto menarik pedangnya dari sarung pedang.

"Huh boleh saja, tapi jangan salahkan aku jika kamu sampai terluka." Jawabku memasang posisi bertarung.

"Rexachan seharusnya kamu tak mempercayai apa yang dikatakan Kureto nii-san seutuhnya." Komentar Shinya tersenyum kearahku membuatku menaikan sebelah alisku.

"Apa maksud-."

"Terlambat, datanglah Raimeki." Ucap Kureto mengaktifkan senjata miliknya dan mengarahkan petir itu padaku, tentunya aku langsung melompat keudara dan menjadikan tembok dibelakangku sebagai pantulan lalu berbalik menyerang Kureto yang terus mengarahkan petirnya padaku.

"Ini tak akan berhasil Rexa." Komentar Ciel melihat aku yang menghindari serangan Kureto.

"Jaa sepertinya aku harus menggunakan sedikit kekuatanmu, bolehkah."

"Dengan senang hati."

Aku segera berlari dengan cepat menggunakan sedikit kemampuan Ciel sambil menghindari serangan demi serangan dari Kureto, dan saat aku sudah berada didekatnya, aku mengarahkan pedangku pada lehernya yang dapat ditahan oleh pedangnya.

"Tidak buruk untuk orang yang baru saja sembuh dari sakitnya." Komentar Kureto tersenyum menyeringai kearahku.

"Arigato, tapi kamu seharusnya tidak mengajakku bicara ne." Aku memutar tubuhku kebelakangnya lalu mengarahkan pedangku kali ini tepat beberapa centi dari leherny, begitu juga seseorang yang mengarahkan pedangnya padaku dan ternyata berasal dari Aoi.

"Hmm seorang anjing setia yang melayani tuannya, kalau saja wanita ini tak mengarahkan pedangnya keleherku kamu pasti sudah mati ditanganku ne Kureto-san." Ucapku menurunkan senjataku begitu juga dengan Aoi dan Kureto.

"Sepertinya pengaruh buruk Guren sudah menular padamu Rexachan, tak heran kamu menjadi bawahan kesayangannya." Komentar Kureto memasukan pedangnya kembali kesarung pedang.

"Maaf saja aku bukan bawahan siapapun, Ichinose-san sudah aku anggap sebagai seniorku sendiri, dan lagi apa ini sudah selesai?."

"Belum, Shinya." Panggil Kureto mendekat kearah Shinya.

"Hee aku tak mau membuat masalah dengan Rexachan, saat aku melihatmu bertarung dengannya waktu itu, aku membuat catatan untuk tak bertarung dengannya." Jawab Shinya enteng.

"Jangan menentang, kamu hanya anak adopsi."

"Huh merepotkan saja."

"Seharusnya aku yang mengatakan hal itu Shinya-san, tapi ini seru juga, aku ingin mencoba bertarung dengan pengguna pistol laras panjang." Jawabku mengarahkan pedangku padanya sambil menyeringai.

"Kowaiine Rexachan, tapi karena ini perintahnya aku tak ada pilihan lain, ayo kita mulai." Ucap Shinya mengeluarkan senjatanya lalu mengarahkan padaku.

"Byakkomaru, tembak." Lanjutnya menembakan senjata itu yang ternyata tak mengeluarkan apapun, tapi aku bisa merasakan ada sesuatu yang mengarah padaku dari sebelah kiri.

Dan benar saja kalau ada seekor singa putih yang aku yakini adalah senjata dari Shinya mengarah padaku, aku langsung menghindari serangannya tepat saat Shinya mencoba menyerangku menggunakan tombak disenjatanya.

"Nice Shinya-san, tapi aku sudah bisa membaca semua gerakanmu, jadi sekarang giliranku, Ciel." Ucapku dan seketikah muncul tangan-tangan hitam dari bawah menahan gerakan Shinya, menariknya hingga dia duduk bersimpuh didepanku.

"A-apa ini."

"Salah satu kekuatan senjataku yang baru aku pelajari, Shinya-san termasuk petarung jarak jauh jadi satu-satunya cara untuk menghentikanmu hanya dengan ini atau bertarung dari jarak dekat, tapi aku tak akan membunuhmu, jadi tidak usah khawatir." Jawabku menghilangkan jurus itu lalu mengerling kearah Kureto setelah membantu Shinya untuk berdiri.

"Segitu saja sudah cukup kan, lagipula kenapa Shinya-san juga diundang kesini?." Tanyaku pada Kureto.

"Eh Rexachan tidak tau ya kalau aku juga dicurigai karena aku berteman dengan Guren, karena mungkin saja ada mata-mata vampire disini karena itu akan menjadi masalah besar dan tidak bisa dimaafkan untuk keluarga Hiiragi." Jawab Shinya dengan senyuman diwajahnya, iya juga sih dia kan berteman dengan Guren, tapi sebentar mata-mata?.

"Untuk apa aku menjadi mata-mata bagi para vampire?, adanya sih aku malah mencurigai Kureto-san yang menjadi mata-."

"Bawa dia." Potong Kureto masuk kesebuah ruangan tak jauh dari kami, sementara Aoi mendekat kearahku lalu menarik tanganku tapi segera aku tepis.

"Aku bisa jalan sendiri." Jawabku dingin menatap datar padanya lalu berjalan mengikuti Kureto begitu juga Shinya dan Aoi.

Sesampainya didalam, Aoi segera mengunci pintunya agar aku tak kemana-mana. Saat aku menatap sekeliling, aku terkejut mendapati Kirito serta Kaneki duduk diruangan terpisah dariku yang terlihat dari kaca dengan dua orang dibelakang mereka, terlihat ada bekas memar diwajah mereka serta mulut yang disumpal.

"Kirito, Kaneki, apa yang kamu lakukan pada mereka?." Makiku menatap tajam pada Kureto.

The Last Phantomhive 2 (ONS Crossover)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang