Loving You

31 3 2
                                    

"Lu, berhentilah mondar-mandir di depanku! Kamu membuatku mual." Bentak seorang lelaki jangkung pada seorang perempuan berkemeja biru di depannya.

Lulu, nama perempuan itu, mendengus pelan sembari menolehkan kepalanya pada si lelaki, Putra.
"Aku sedang bingung." Jawabnya asal.

Putra menaikkan sebelah alisnya dengan tatapan mengejeknya yang biasa.
"Bingung? Bukannya kamu memang selalu bingung setiap hari, eh?"

Lulu mendelik. Mencoba menyudutkan Putra dengan tatapan mematikan kebanggaannya. Tapi Putra malah tertawa kecil. Tidak takut sama sekali.

"Well, hal apa yang sudah membuatmu bingung?" Tanya Putra akhirnya.
Lulu diam. Tangan kanannya tampak menimang-nimang sesuatu sembari berpikir dengan raut wajah yang kelewat serius.

"Aku dapat undangan pernikahan dari teman SD."
"Siapa? Apa aku kenal?"
Lulu menggeleng pelan, "Aku sudah bilang kalau yang mengundang itu teman SD."
"Aku hampir kenal dengan semua teman-temanmu. Baik SD, SMP, SMA, kuliah bahkan hingga teman kerjamu."
"Iya. Tapi dia pindah entah kemana waktu kelas 4 SD dan tiba-tiba dia kembali ke kota ini dan memberiku undangan pernikahan."
"Laki-laki atau perempuan?"
"Kenapa memang?"
"Sudahlah, apa susahnya menjawab sih?"
"Perempuan. Dia sangat baik padaku dulu. Dan kau tau, aku senang sekali begitu tau dia kembali ke sini. Aku rindu padanya. Sungguh."

Putra mengangguk, sedikit paham dengan kalimat penjelasan perempuan berusia hampir 25 tahun itu.
"Lalu, dimana letak permasalahannya?"
"Aku bingung harus pergi dengan siapa? Teman-temanku pasti lebih memilih pergi dengan pasangannya. Sementara aku?"

Putra memutar bola matanya satu kali. Terlalu malas untuk berdebat dengan gadis lugu yang dikenalnya sejak bangku SMP itu. Percuma, karena Lulu tak pernah mengerti dengan apa yang ada di pikirannya.

"Kurasa, aku cukup tampan untuk tidak mempermalukanmu di acara itu."
"Maksudmu?"
Putra menggeram pelan sebelum berkata, "Aku bisa jadi partnermu untuk datang ke acara itu. Jadi, kamu tidak perlu bingung lagi."
"Mereka datang dengan membawa pasangan, Put. Bukan sahabat."

Putra mendelik, merutuki keluguan gadis berambut ikal itu. Lugu menjurus ke arah bodoh, mungkin.

Ugh...
Kenapa sih Lulu tak pernah mengerti dengan jalan pikiran Putra? Jelas-jelas bahwa lelaki yang sudah jadi sahabatnya sejak SMP itu menaruh rasa lain padanya, tapi Lulu tak kunjung paham.
Sementara Putra, dengan wajah yang tidak bisa dibilang biasa saja, juga kepandaiannya yang jauh berada di atas Lulu, memilih untuk memberikan sinyal pada Lulu tanpa penjelasan mengenai perasaannya selama ini. Gengsinya terlalu tinggi bila harus terang-terangan menyatakan cinta pada gadis ceroboh itu. Padahal, dia sendiri telah lama menyadarinya bahwa dia tidak lagi menatap Lulu sebagai sahabat.

"Apa aku harus cari pacar, ya?"
"Apa?"

Putra terbatuk-batuk mendengarnya. Tidak terima dengan pemikiran Lulu yang sangat bodoh menurutnya. Susah payah Putra menghalau semua lelaki yang berusaha mendekati Lulu sejak SMA dan kini Lulu sendiri yang berkeinginan meemiliki kekasih? Tidak..tidak..
Putra tidak sebaik itu untuk membiarkan Lulu memilih lelaki lain dan membuat usahanya sia-sia.

"Hanya untuk menemanimu ke acara itu? Jangan konyol, Lu!"
"Memangnya salah kalau aku puny pacar?"
"Selama ini kamu tidak pernah mempermasalahkan status lajangmu itu."
"Tapi umurku sudah hampir 25 tahun, Put. Sudah cukup umur untuk memiliki kekasih bahkan menikahpun sudah pantas."

Menikah? Putra sudah lama memikirkan hal itu. Tapi, jangankan mengajak Lulu untuk menikah, mengajak pacaranpun tidak!
Kepalanya terasa berdenyut nyeri ketika memikirkan masalah percintaannya. Hingga tanpa sadar, Putra memijit pelan pelipis kanannya. Sedangkan Lulu di seberangnya mengernyit. Jarang sekali sahabat jangkungnya itu terlihat menyedihkan seperti sekarang ini.

"Kamu kenapa? Sakit?" Tanya Lulu dengan kepolosan raut wajah yang luar biasa.

Didekatinya Putra yang masih menekan-nekan kening serta pelipisnya.
"Sedikit."
"Aku punya obat sakit kepala. Kalau kamu mau, aku bisa ambilkan di dalam."

Putra menggeleng, lalu bangkit dari duduknya. Membuatnya berhadapan langsung dengan pemilik tinggi tubuh kurang dari 160 cm itu.

"Aku pulang, ya. Jangan tidur terlalu malam! Nanti kamu masuk angin."
Satu kecupan manis mendarat di kening Lulu. Selalu begitu kebiasaan Putra sejak kuliah dulu bila ingin meninggalkan Lulu. Walau kenyataannya rumah mereka berdua saling berhadapan.

"Oia, besok malam aku jemput jam 7. Kamu sudah harus siap!"
"Kemana?"
"Tentu saja pergi ke acara pernikahan teman SD-mu itu, sayang." Jawabnya sembari tersenyum lebar.

Diraihnya wajah Lulu dan satu kecupan lagi mendarat di pelipis kiri. Putra menyeringai sebelum melangkah pulang. Sementara Lulu masih melongo. Agak takjub dengan sikap Putra yang terkadang bisa begitu ajaib di matanya.

Dan,
Ingatkan saja Putra untuk cepat-cepat menyatakan perasaannya pada Lulu bila tidak ingin sahabatnya itu diambil orang lain.
Lalu,
Kecupan dan panggilan sayang itu?
Tidakkah membuat Lulu paham akan situasi dan kondisi mereka? Atau kalau perlu, nikahi saja langsung si gadis tidak peka itu, Put!!

***

Lulu And Putra StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang