7

4.7K 163 1
                                    

Lita pov

Perjalanan berlangsung sunyi. Aku kelelahan menangis sampai tertidur. Aku terbangun saat kusadari mobil sedang berhenti. Pak Aditya sedang istirahat, kursinya disandarkan ke belakang, tangannya dilipat di dada, kacamata di dasbor. Mobil berhenti di tepi bukit. Tak seberapa jauh kerlap kerlip lampu daerah pemukiman. Aku lelah duduk di mobil, memutuskan mencari angin di luar. Jam menunjukkan pukul dua pagi. Angin terasa semilir mengibaskan jilbabku. Tiba-tiba sebuah tangan memakaikan jaket di bahuku.

"Hati lagi berantakan, jangan sampai badan ikut sakit."

"Maaf pak, saya membangunkan bapak."

"Enggak kok."

Swinggg....

"Saya minta maaf ya Lit, sudah membuat hidup kamu makin runyam."

Aku menunduk. Seminggu ini aku tak pernah berbincang berdua saja dengannya. Padahal kadang kami pergi mencari makanan untuk pengajian berdua saja.

Lagipula, pak Aditya sendiri mungkin tak terlalu nyaman menjadi suamiku. Aku sadar diri aku tidak cantik, pintar, atau kaya. Sholehah? Ah aku biasa saja. Kadang juga edan. Pak Aditya kabarnya orang kaya, bertaqwa, lagi pintar. Walaupun tidak rupawan dan berumur. Apalah aku ini buat dia.

"Bapak hanya membantu saya. Saya yang harusnya berterima kasih. Tapi... saya... malah..."aku menggigit bibir.

"Yasudah, nggak pa pa kalau begitu. Kita lanjutkan hidup kita masing-masing. Saya nggak akan menuntut kamu apa-apa. Kuatkan hati kamu kalau ada yang bicara tentang kamu."

Aku mengangguk.

***

"Assalamualaikum Lit" ucap suara di seberang telepon.

"Waalaikum salam Bu. Tahlilnya sudah selesai?"

"Iya Lit sudah. Tadi di sana kamu juga mendoakan ayahmu kan? "

"Tentu saja Bu. Tadi aku sudah bacakan surat yasiin dan tahlil untuk ayah, insya Allah tiap habis sholat juga aku kirim doa untuk keselamatan ayah di akhirat Bu. Untuk ibu juga."

"Alhamdulillah Lit kalau begitu. Besok pulang kerja kamu bisa jemput ibu di stasiun kan Lit?"

"Ibu mau kesini?? Alhamdulillah... bisa bu, pasti bisa. Kalau nggak bisa juga pasti aku usahakan biar jadi bisa. Ibu tenang aja pokoknya."

"Iya, ayahmu kan sudah 40 hari Lit. Besok jemputnya bareng Aditya kan?"

Aku menelan ludah. Aku lupa soal dia. Sejak ke jakarta, aku sudah tak pernah berkomunikasi dengannya.

"Insya Allah ya Bu, kalau pak Adit sudah pulang juga."

"Lita, kamu nggak tinggal terpisah dari suamimu kan?"

"Em...ya, kadang kadang Bu. Kantor kita kan juga agak jauh Bu. Kalo bareng terus susah berangkatnya."

"Dosa Lit kalo kaya gitu. Kamu itu sudah jadi istri orang, harus mengabdi sama suamimu."

Aku menunduk, menatap nanar lantai kontrakan. Rumah yang lumayan besar untuk aku tinggali sendirian yang dulu kusewa agar orang tuaku nyaman. Sekarang rumah ini terasa kosong dan hampa. Masih tergambar jelas dimana para pelayat dulu duduk, tempat pemandian jasad ayah, tempat pembaringan terakhirnya, tempat ijab kabul dadakan itu.

"Kalau ibu disana, kamu harus tinggal bareng Aditya."

Oh my God.

Selesai telepon ibu, aku langsung mengirim pesan untuk pak Aditya.

To : pak Aditya manQC

Assalamualaikum pak, apa kabar?

Sent

From : pak Aditya manQC

Waalaikumussalam Lit, saya baik2 sj. Km? Ada apa Lit?

Received

To : pak Aditya manQC

Sy jg baik pak. Maaf, besok ibu sy akn dtg, beliau minta djemput brg bapak.

Sent

From : pak Aditya manQC

Jam brp?

Received

To : pak Aditya manQC

Jadwal di tiket jam 19.40

Sent

From : pak Aditya manQC

ok, hbs kantor sy lgs k rmhmu

Received

To : pak Aditya manQC

terima kasih pak

Sent

Yaampun, kaya gini ya yang namanya suami istri?

***


Mendadak Married!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang