11.30 PM
~
Cam's POV
Ini sudah hampir lewat tengah malam, tetapi aku tak kunjung tidur juga. Insomnia ku kambuh. Selain itu, banyak sekali hal yang sedang ada di pikiranku saat ini.Mulai dari hilangnya Johnson dan Gilinsky, Ava yang tiba tiba keracunan, Shawn yang terus menerus di teror oleh nomor aneh itu. Aku sudah menebak nebak bahwa pengguna dari nomor itu adalah Altar, tetapi juga tidak baik menuduh orang.
Hari ini.
Ya, hari ini seharusnya kami sudah tiba di New York, tetapi apa daya, masih banyak sekali urusan yang harus diselesaikan di ibukota Indonesia ini.
Di tengah malam seperti ini, apalagi kota Jakarta adalah ibukota negara Indonesia, bisa dibilang beberapa dari masyarakatnya masih aktif dan masih banyak sekali kendaraan berlalu lalang yang sedang aku cermati dari atas sini, ya, aku sedang di balkon.
Angin malam berhembus menerpa kulitku, rasanya sangat dingin dan cukup menusuk kulit, walaupun tidak sedingin di New York saat malam, tetapi bisa kuakui angin malam ini juga terbilang dingin.
Untung aku memakai hoodie tebal dan celana training.
Sebenarnya, jarang sekali aku menyendiri saat malam tiba, dan merenung membayangkan hidup yang aku jalani.
Serasa banyak sekali cobaan, mungkin aku harus menenangkan diri dan berdoa kepada Tuhan, agar aku dan semua orang di sekelilingku, mendapatkan keberkahan. Sedikit musik juga mungkin dapat menenangkanku.
Setelah berdoa, aku meraih ipod di saku celana sebelah kanan ku, lalu aku mengambil earphone putih di saku celana kiri ku, lalu bersiap mendengarkan musik sambil terduduk di bangku balkon kamar Ava.
Kamar Ava adalah kamar yang balkonnya mengarah langsung ke arah keramaian kota Jakarta, maka dari itu tidak hanya aku saja yang mungkin sering menyendiri disini, Shawn juga sering, atau Matt, atau Mrs. Diana, atau bahkan Mr. Geraldine, kalau kakak beradik Nash dan Hayes jarang jarang menyendiri karena mereka biasa bertukar cerita, curhat, atau pun bertengkar setiap harinya, terkadang aku juga ingin sekali memiliki kakak atau adik yang bisa diajak bermain, curhat, bertukar cerita, dan lain lain bersama, tetapi aku tidak ditakdirkan seperti itu.
Hari semakin larut, mungkin sudah pukul dua belas malam atau setengah satu dini hari, tetapi yang aku rasakan malah rasa kantuk yang mulai menghilang. Aku tidak tau apa yang sedang terjadi padaku, setiap aku memejamkan mata, mataku terasa sangat panas, sampai bisa berair. Dan apabila aku membuka mata, kepalaku malah terasa sangat pusing. Aku bingung jadi bingung harus apa. Tetapi tetap memilih disini untuk beberapa waktu kedepan adalah pilihanku.
Aku berbisik, "Bagaimana keadaan Johnson dan Gilinsky di luar sana ya? Apakah mereka baik baik saja?? Aku harap begitu..." Bisikku sangat lirih, orang yang berjarak dua langkah dari ku saja mungkin tidak dapat mendengarnya. Terkadang, disaat saat seperti ini, angin adalah saksi bisu dari semua kesedihanku, kesenanganku, dan kegundahanku, tak ada yang dapat mengetahui isi hatiku kecuali Tuhan.
"Apakah seharusnya aku menelepon mereka?" Kataku kemudian. Aku mencermati dan mencerna setiap kata yang aku ucapkan barusan.
"AKU HARUS MENELEPON MEREKA!!" Teriakku dengan penuh semangat, untung pintu balkon tertutup rapat saat itu, dan juga jendelanya. Misal jendela dan pintu itu tak tertutup, pasti semua orang bangun dengan aksiku barusan.
Aku mengambil iphone di saku hoodie sebelah kiri celanaku. Aku mencari cari nomor Johnson dan Gilinsky. "Kau bodoh Cam! Sudah tau Jack and Jack punya ponsel, tak waras." Celotehku sangat pelan sambil menunggu Jack and Jack mengangkat telpon dari ku.
Sudah lama sekali aku menunggu angkatan telepon dari Johnson maupun Gilinsky dari seberang sana, namun, tak ada balasan dari mereka, ini yang membuatku khawatir, apakah aku harus bilang ke Mr. Geraldine untuk segera memanggil polisi agar Jack and Jack dapat segera ditemukan?
Mungkin aku, Mr. Geraldine, Mrs. Diana, Ava, Shawn, Nash, Matt, dan Hayes akan segera kembali ke New York. Dan aku tau kalau ini memang terasa sangat berat bagi Ava, ia baru saja mendapatkan liburan selama satu minggu, tetapi di dalam liburan itu musibah tak henti henti nya menerpa.
Nasib malang Ava yang tidak bisa merasakan kampung halamannya sepenuhnya.
Ia belum sempat mengelilingi kota Jakarta, setiap ia akan pergi rekreasi ke suatu tempat, pasti ada saja sesuatu yang mencelakainya.
Omong omong sekarang sudah pukul setengah empat pagi dan masih saja tidak ada rasa kantuk dalam diriku, mataku masih terbuka selebar bulan purnama yang menghiasi malam ini, yang dapat aku lakukan sekarang adalah melihat malam terakhir kota Jakarta sebelum aku akhirnya kembali ke New York untuk melanjutkan sekolah ku. Lagi.
_____________________________Thanks for y'all who already vote, comment, or even read my absurd story.
Vomment(s)? Sangat dianjurkan 😁😆
Karna saya lama tak jumpa dengan comment kalian, kangen loh :'v
Terimakasih.
Stay healthy!
-thedreamergxrl
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You - Shawn Mendes (Completed)
FanfictionAva. Seorang gadis polos yang lahir di Indonesia, dan tinggal di New York bersama kedua kakak kandungnya dan kedua orang tuanya. Ava adalah gadis yang sangat beruntung memiliki kedua kakak yang terkenal dan berbakat. Apalagi teman dekat nya. Ya, Sha...