"Selamat pagi anak-anaaak..!"
"Seeelaaamaat paagiii Buuu..!" aku terkekeh melihat semangat mereka. Anak-anak ini memang menggemaskan. Melihat senyum anak usia 2-4 tahun ini, rasanya aku seperti punya energy penuh untuk menjalani hari-hari berikutnya.Yap! This is my life!
Meski lulusan D3, syukurnya aku bisa diterima mengajar di salah satu playgroup swasta ternama. Padahal, pengajar disana seharusnya minimal S1. Yah, tapi ngga selesai D3 aja. Aku mengajar disana juga udah S1 sebenernya, uhuk, tepatnya CALON S1. Hehehe. Dan saat ini aku sedang masa orientasi di kampusku.
"Liiid..!"
Oh, kenalkan, ini Dini. Dini adalah sahabatku di kampus. Cewek manis yang sekaligus ketua kelas. Kita jadi sahabat sebenernya karena dia orangnya asyik diajak cerita, dia juga suka mendengar. Kan klop banget jadinya. Kepadanya, aku menceritakan berbagai kisah suka duka selama aku kuliah di D3. Kisah cinta adalah salah satunya.
"Haaa?! Jadi kamu di PHP-in sama pacarnya Niki?"
"Duluuuu tauuuu! Sebelum aku kuliah disiniiii," aku mencubit pipi Dini gemas ketika aku menceritakan kalau aku pernah suka pada pria yang saat ini menjadi punya orang lain. Memang ni anak kalau aku lagi cerita, ekspresinya suka ajaib. Well, yeah, aku memang punya beberapa seri kisah kasih dengan pria.Namanya pacaran, pasti ada putusnya; entah putus karena bubar, atau putus karena akan menjadi hubungan serius. Hehe. Sayang, sampai saat ini semua relasi pacaranku belum ada yang sampai ke pelaminan.
***"Andi,"
seorang pria jangkung berkulit putih terlihat mengacungkan tangan. Aku terkesiap sesaat. Jujur, awal masuk kuliah, aku suka memperhatikannya. Sosoknya yang ngga neko-neko dan apa adanya membuat aku menaruh hati. Masih mahasiswa baru tapi aktivitasnya segudang. Ikut ini itu, dipercaya menjabat, dan seterusnya. Sibuk kelas kakap! Aku, Dini, dan sahabatku yang lain sering menjulukinya 'si kelinci', terinspirasi dari kelinci di film Alice in Wonderland -si kelinci yang doyan lihat jam dan selalu terburu-buru. Sayang, perasaanku tak berbalas. Dia lebih memilih Rita, teman sekelasku yang sederhana. Meski masih punya hati padanya, aku berusaha mati-matian untuk menahannya.
Syukurnya, sahabat-sahabatku selalu menguatkan dan mendukung, berkali-kali meyakinkan bahwa selalu ada pria yang tepat untuk wanita yang tepat.
***"Lid, ditanyain Oma,"
aku mengeryitkan kening membaca BBM di ponselku.
Be?
Udah lama dia ngga kontak aku. Tapi, kalau sudah urusan Omanya, Be memang ngga menanti-nanti. Selalu didahulukan. Hmm... baiklah. Aku memacu motorku ke salah satu supermarket untuk membeli buah naga merah, buah kesukaan Oma Chatrin. Pagi itu juga, kebetulan memang aku lagi kosong, dan aku langsung menuju rumah Oma."Oma, sehat?" aku menyalami tangan Oma. Oma tersenyum hangat lalu merengkuh bahuku.
"Kemana aja Ya? Oma kira kamu sudah lupa sama Oma,"
"Maaf Oma, biasa anak baru kuliah lagi. Hehehe. Ini, Ya bawa buah kesukaan Oma," ujarku sambil menyodorkan sebuah parsel mini isi buah naga. Oma terkekeh. Tangannya memberi isyarat kepada Be untuk membuka buah itu dan menghidangkannya untuk disantap bersama. Pria itu mengangguk cepat lantas beranjak ke dapur. Mataku mengekor langkahnya.Be.
Alexandru Benedikto Purnama, alias Be. Sebenarnya orang ini dulunya sahabat dekatku kalau tidak dibilang nyaris pacaran. Setidaknya selama dua tahun. Hanya, yah, ada sebuah kasus yang membuat kami bertengkar dan bermusuhan sampai sekarang. Oma Chatrin adalah Oma-nya Be. Aku dekat dengannya karena kami sama-sama suka berbagi cerita. Meski kami dekat, Be suka ngamuk kalau aku memanggil beliau dengan sebutan Oma Chatrin -sama dengan ia memanggil Oma. Kata dia, harusnya aku manggil Oma dengan nama Oma Chaterina seperti orang kebanyakan. Masa bodo, ah. Oma toh tidak mempersalahkannya.
KLIK KLUK
Lampu ponselku berkedip. Ada BBM masuk. Dea, sahabatku yang usianya 7 tahun di bawahku mengirim pesan singkat:
Dea:
mbak lid, kamu dimana? Ada dosen ganteng, masih muda, cocok banget sama kamu!Aku tercekat. Kulihat jam rupanya sudah masuk jam kuliah! Ya ampun! Aku segera bermain kode dengan Be, meminta bantuannya untuk memamitkan aku pada Oma. Ia, meski nampak enggan, akhirnya mengangguk juga. Segera aku menaiki sepeda motor kesayanganku dan berangkat ke kampus yang memang tidak begitu jauh dari rumah Oma.
Selesai memarkirkan sepeda motor beat oranyeku, aku segera menuju kelas.
"I'm sorry I'm late," ujarku sambil membungkukkan badan ketika masuk.
"It's okay. Come in," kepalaku tengadah, perlahan menatap sosok pria di depan kelas yang sedang tersenyum ramah kepadaku. Seketika jantungku seperti berhenti. Nafasku tercekat. Darah seakan naik semua ke wajah. Panas. Berdebar. Oh God.. apakah ini.. love at the first sight?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepotong Hati Untuk Sang Dosen
General FictionUsia yang berbeda tak pernah membuat cinta putus asa menemukan jalan. Status yang berseberangan tak pula menyurutkan semangat kasih untuk terjalin. Tapi, apakah ikatan pernikahan mampu ia tembus demi memuluskan kisah asmara yang diinginkannya?